Hijrah Kepemimpinan di Padang Panjang: Saatnya Wujudkan 33 Progul, Bukan Sekadar Janji

Oleh: Paulhendri*

1 Muharam 1447 Hijriah datang disaat Kota Padang Panjang yang selama ini dikenal sebagai Kota Serambi Mekah, sedang berada dalam keadaan yang “tidak baik-baik saja.” Masyarakat mulai bertanya-tanya ke mana arah pembangunan akan dibawa. Pemerintahan baru Walikota Hendri Arnis dan Wakil Walikota Allex Saputra telah melewati lebih dari 100 hari kerja, namun sejauh ini, denyut perubahan belum terasa jelas di tengah masyarakat.

Padahal, dalam masa kampanye dan awal kepemimpinan, pasangan ini telah membawa semangat besar lewat 33 program unggulan (Progul) yang dijanjikan. Program yang mencakup berbagai sektor pelayanan publik, pendidikan, ekonomi kerakyatan, keagamaan, budaya, hingga penguatan digitalisasi pemerintahan. Janji-janji ini disambut hangat oleh masyarakat sebagai harapan baru, terutama setelah periode transisi politik yang cukup dinamis.

Namun kenyataannya, hari-hari awal pemerintahan justru terasa gamang. Masih ada kebingungan arah di internal birokrasi, komunikasi yang belum terbangun secara sistemik dengan publik, serta belum terlihat langkah prioritas yang konkret.

Hal ini menimbulkan kesan bahwa Padang Panjang sedang berjalan tanpa peta jalan yang tegas. Tidak salah jika masyarakat mulai gelisah dan bertanya: apakah ini awal dari sebuah perubahan, atau sekadar pengulangan dari gaya lama?

Di tengah situasi tersebut, 1 Muharam harus dijadikan titik balik. Hijrah bukan sekadar peringatan keagamaan, melainkan panggilan moral dan strategis untuk melakukan transformasi.

Sejarah mencatat, hijrah Rasulullah dari Mekkah ke Madinah adalah momen transformatif, dari tekanan menuju kekuatan, dari isolasi menuju tatanan yang adil. Semangat inilah yang perlu dihidupkan oleh Walikota dan Wakil Walikota “berhijrah dari retorika ke realisasi. Dari janji ke bukti.“

Seratus hari kerja pertama seharusnya dimanfaatkan untuk memetakan kekuatan, mengenali tantangan, serta menggerakkan mesin birokrasi. Namun jika masa itu sudah berlalu tanpa arah yang jelas, maka sudah saatnya dilakukan pembenahan internal. Jangan biarkan 33 progul hanya menjadi daftar program dalam brosur, tanpa narasi eksekusi yang rapi dan terukur.

Kota Padang Panjang membutuhkan kepemimpinan yang hadir secara nyata, bukan hanya dalam forum-forum resmi, tetapi di tengah denyut masyarakat. Jangan hanya mendengar laporan, tapi rasakan langsung suara rakyat di pasar, di mushala, di sekolah, dan di rumah-rumah warga. Karena di sanalah sesungguhnya program unggulan diuji: bukan dalam bentuk data, tapi dalam rasa.

Sebagai Kota Serambi Mekah, Padang Panjang memikul identitas religius yang tidak ringan. Maka kepemimpinan di kota ini semestinya menjadi teladan, dalam integritas, dalam keadilan anggaran, dalam transparansi kebijakan, dan terutama dalam keberpihakan pada masyarakat kecil. Tidak cukup hanya mengutip ayat dalam sambutan, tapi nilai-nilai Islam itu harus hidup dalam tata kelola dan pelayanan sehari-hari.

Momentum 1 Muharam harus menjadi panggilan untuk hijrah besar-besaran. Bukan hanya hijrah spiritual, tetapi juga hijrah kinerja. Arahkan seluruh perangkat daerah agar bekerja satu visi. Petakan kembali 33 progul: mana yang bisa dimulai sekarang, mana yang butuh tahapan panjang, dan mana yang perlu evaluasi ulang.

Dan yang terpenting: rawat kepercayaan masyarakat. Jangan biarkan rakyat kembali apatis. Jangan biarkan Padang Panjang kehilangan arah di tengah janji-janji besar. Karena sejatinya, rakyat tidak menuntut sempurna, mereka hanya ingin melihat pemimpinnya sungguh-sungguh bekerja, hadir, dan peduli.

Semoga 1 Muharam ini menjadi awal baru hijrah dari seratus hari yang samar, menuju masa depan Padang Panjang yang lebih terang, adil, dan berpihak.

*Wartawan Kota Padang Panjang

Exit mobile version