Oleh : Mr. Dedi Vitra Johor *)
“Ego adalah musuh dari apa yang anda inginkan, dan juga dari apa yang sudah anda miliki.”
— Ryan Holiday
Musuh Terbesar Itu Bukan saja Kompetitor. Kalau anda pikir musuh terbesar bisnis anda adalah kompetitor yang jual lebih murah, strategi digital marketing yang lebih canggih, atau teknologi yang makin cepat berkembang—mungkin anda sedikit keliru. Mari saya luruskan, ternyata musuh itu sangat dekat dan paling berbahaya justru bisa muncul dari dalam diri anda sendiri: ego.
Ego itu seperti kabut tipis hadir di kaca spion anda. Muncul perlahan-lahan tidak terlihat tapi membuat anda tidak bisa melihat dengan jernih. Anda merasa sudah paling tahu, merasa paling benar, tidak butuh saran, apalagi kritik. Dan dari sinilah banyak bisnis mulai goyah. Bukan karena gagal jualan, tapi gagal berlapang hati dan membuka pikiran untuk tumbuh.
Saat bisnis anda mulai menanjak, omset meningkat, dan tim mulai berkembang… ego pelan-pelan masuk tanpa diundang. Seolah-olah mengikuti anda tanpa ada notifikasi. Anda jadi lebih sulit menerima ide dari tim. Anda mulai merasa apa yang anda lakukan selalu benar, karena didalam hati kecil berkata “buktinya berhasil”.Dan anda merasa orang yang paling tahu dan cendrung menutup mata terhadap realita dilapangan.
Padahal dunia berubah terus. Pasar berubah. Perilaku konsumen berubah. Teknologi juga tidak menunggu anda siap. Tapi ego akan membuat anda menolak realita, dan merasa tidak perlu berubah.
Contoh nyatanya?
• Nokia merasa tak tergantikan. Ketika iPhone muncul, mereka menertawakan. Sekarang? Tinggal sejarah.
• Blackberry merasa semua orang akan terus cinta tombol fisik. Hari ini bahkan tidak masuk radar pasar smartphone.
Jadi, bukan cuma perusahaan kecil yang bisa tumbang karena ego. Perusahaan raksasa pun bisa hancur jika keras kepala menolak realita.
Semakin besar ego anda, semakin kecil keinginan untuk belajar. Saya paham sekali hal ini, karena secara pribadi juga pernah jadi pada diri saya sendiri di tahun 1999-2003. Ternyata Hasil dan faktanya sangat kejam.
Padahal pengusaha sukses itu justru haus belajar. Mereka tahu, satu-satunya cara untuk naik level adalah dengan terus memperluas kapasitas. Mereka ikut kelas, ikut coaching, baca buku, minta feedback dari tim.
Sebaliknya, pengusaha yang dikendalikan ego, merasa semua itu tidak penting.
• “Ah, saya udah tahu.”
• “Saya nggak ada waktu belajar, sibuk.”
• “Nggak usah dengerin orang lain, saya udah pengalaman.”
Kalimat-kalimat seperti itu terdengar familiar? Mungkin sudah waktunya anda evaluasi, apakah itu suara logika atau suara ego?
Dalam dunia bisnis, kesombongan bisa berwujud banyak hal:
• Menolak kritik dari karyawan.
• Marah saat ada pelanggan komplain.
• Nggak mau ikut pelatihan karena merasa sudah senior.
• Menutup diri dari tren pasar.
• Terlalu percaya pada satu model bisnis yang mulai usang.
Semua itu bukan sekadar sikap, tapi biaya laten yang akan dibayar mahal di masa depan.Ego membuat anda kehilangan momen untuk memperbaiki. Padahal dalam bisnis, waktu itu mahal. Kadang satu bulan telat inovasi, bisa jadi tiga tahun ketinggalan.
Kebalikannya dari ego adalah kerendahan hati. Ini bukan berarti minder atau lemah. Justru butuh kekuatan untuk mengakui bahwa kita belum tahu segalanya.
endah hati membuat anda:
• Lebih mudah menerima feedback.
• Lebih cepat menyesuaikan strategi.
• Lebih terbuka terhadap ide dari anak-anak muda di tim.
• Lebih fleksibel saat pasar berubah.
Brand-brand seperti Netflix bisa tetap hidup karena mereka berani meninggalkan zona nyaman (DVD fisik) dan berubah jadi layanan streaming. Itu hanya mungkin kalau para pemimpinnya cukup rendah hati untuk menyadari: “Kita harus berubah sebelum pasar meninggalkan kita.”
Coba lihat tokoh-tokoh hebat dunia: mereka justru makin tinggi pencapaiannya, makin haus belajar. Apa pelajarannya?
Mereka mampu mengesampingkan ego dan memilih belajar sebagai jalan utama untuk tumbuh. Mereka sadar bahwa bisnis yang bertahan adalah bisnis yang terus bertumbuh. Dan pertumbuhan hanya datang dari satu sumber: keinginan untuk terus belajar.
Coba anda duduk sejenak dan refleksikan hal ini:
• Apakah saya mulai merasa paling tahu dibanding tim saya?
• Apakah saya alergi terhadap kritik atau masukan?
• Apakah saya menolak belajar hal baru karena merasa sudah cukup pintar?
Kalau jawabannya ya, maka mungkin anda perlu mundurkan sedikit ego anda, agar bisnis anda bisa maju lebih jauh.
Mundur bukan berarti kalah. Mundur ego justru membuka ruang untuk ide baru, energi baru, dan solusi-solusi segar yang bisa menyelamatkan bisnis anda dari jalan buntu.
“It is impossible to begin to learn that which one thinks one already knows.”
— Epictetus
“Tak mungkin seseorang bisa mulai belajar, jika dia merasa sudah tahu semuanya.”
Sebagai pengusaha dan motivator, saya percaya satu hal: Bisnis yang hebat tidak dibangun dari otot yang keras kepala, tapi dari kepala yang terbuka.
Semakin rendah hati anda, semakin tinggi bisnis anda bisa terbang. Karena di dunia yang cepat berubah ini, mereka yang mau belajar adalah mereka yang akan bertahan.
Jadi, jika hari ini bisnis anda terasa stagnan, bukan berarti anda kurang pintar. Mungkin anda hanya perlu mundurkan ego, dan beri ruang untuk belajar lagi.
Dahzyat
DVJ
Pengusaha | Motivator *