Baznas dan Tragedi Kemanusiaan Ibu Anak di Bandung

Oleh : Ridwan Syarif, S.Ag Dt. Majo Kayo*)

Suatu kasus memilukan baru saja terjadi di wilayah Bandung, Jawa Barat. Seorang ibu muda, Jum’at dini hari, (5/9/2025), tega habisi nyawa dua orang anaknya yang masih kecil sebelum kemudian dia mengakhiri hidup dengan cara gantung diri di samping jasad anak-anaknya.

Tragedi kemanusiaan yang barusan terjadi itu menambah deretan panjang catatan kelam problem rumah tangga di Indonesia yang berakhir tragis.

Dikutip dari berbagai sumber, penyebab nekadnya ibu muda berusia 34 tahun ini mengakhiri hidup sekaligus membunuh dua orang anaknya yang baru berusia 9 tahun dan 11 bulan ini lebih dipicu masalah ekonomi.

Sebelum mengakhiri hidupnya, ibu muda ini sempat menulis keluh kesahnya di secarik kertas, menceritakan beban hidup yang tidak mampu lagi ditahan. Perilaku suami yang tak jujur, beban hutang yang tak pernah berujung, malu dengan keadaan yang selalu memberatkan keluarga besar.

“Mama, bapak, ibu, teteh, aa, semuanya maafkan saya, maafkan saya melakukan hal ini.
Saya sudah lelah lahir batin, saya sudah tidak kuat menjalani hidup seperti ini. Saya lelah hidup terhimpit utang yang tidak ada habisnya, malah semakin lama semakin bertambah,” tulisnya.

Lanjut pelaku ia juga meratapi nasib mendapatkan suami yang egois, tidak terbuka, suka berbohong dan seabrek keburukan lainnya.

“Saya sendiri tidak tahu utang ke siapa dan berapa jumlahnya, atau dari mana asalnya. Saya lelah terus disakiti,” ungkapnya lagi.

“Biarkan saya menanggung beban semua ini di Neraka, termasuk dosa membunuh dua orang anak yang masih kecil-kecil,” sambungnya.

Pada bagian penutup, korban meminta maaf kepada orang tuanya, kepada semua anggota keluarga besarnya karena tidak mampu membalas budi.

Secara kasat mata tulisan itu menyiratkan kalau pelaku membunuh bukan karena kejam, tapi tak tega ke depannya melihat si buah hati mengalami kesusahan hidup.

Bertubi-tubi penderitaan yang datang mendera, ujian berat yang tak berkesudahan, masa depan kehidupan yang semakin gelap tampak di depan mata. Ia tak mampu lagi menampung tumpukan masalah yang segunung.

Namun, apapun alasan yang ia lakukan adalah merupakan tindakan yang salah. Membunuh dan bunuh diri bukanlah solusi, justru menambah duka mendalam bagi yang ditinggalkan.

Kasus ini seyogyanya bisa menggedor pintu hati, melihat juga dengan hati bahwa persoalan ekonomi (kemiskinan) kejujuran dan tekanan sosial bisa menjadi bom waktu yang menghancurkan. Turunnya angka kemiskinan tidak hanya cukup dilihat dari data statistik, fakta lapangan adalah yang paling utama.

Dari kasus Bandung ini dipahami ternyata tindak kejahatan menghilangkan nyawa tidak saja dipicu oleh kebencian, kemarahan, akan tetapi khawatir yang berlebihan terhadap nasib ke depan diri dan orang yang disayangi juga bisa melahirkan tindakan di luar nalar.

Kondisi ini menurut Resnick PJ, seorang Psikater Ahli Forensik asal Amerika Serikat disebut “Altruistic Filicide”, perilaku membunuh demi kebaikan anak.

Renungan mendalam dari tragedi ini adalah mesti menjadi “alarm” kemanusiaan yang berdentang keras bagi semua. Betapa pentingnya memiliki rasa empati, peduli dan tidak membiarkan orang di sekitar kita memendam penderitaan sendiri.

Terkadang bantuan kecil yang tak seberapa, mau menemani, mendengar, atau memberi solusi sederhana bisa menyelamatkan kehidupan yang lain.

Tantangan bagi Lembaga Philantropy

Pemerintah melalui lembaga philantropy yang dimiliki mesti mengambil peran lebih nyata untuk bisa meminimalisir kejadian serupa tak berulang.

Sebagai salah satu contoh adalah lembaga Baznas yang fokus garapannya melayani masyarakat “fukara wal masakin” (fakir miskin).

Lembaga zakat pemerintah ini mesti merasa tertantang dengan kejadian ini, berupaya mengepakkan sayap lebih lebar, bersuara lebih lantang dan nyaring hingga perannya terdengar sampai pelosok negeri.

Diakui ini adalah tugas berat bagi Baznas di tengah keterbatasan dalam banyak hal.

Banyak sesungguhnya kasus tragis bisa dicegah jika masyarakat tahu ada pintu yang bisa diketuk ketika beban ekonomi terasa menyesakkan.

Penulis mengilustrasikan Baznas adalah lembaga moneternya masyarakat dhuafa. Melalui program Baznas Peduli atau Baznas Makmur lembaga ini mesti hadir dan memperlihatkan tajinya untuk menopang masyarakat dari keterpurukan, mendorong lahirnya para enterpreneur dan wirausaha.

Semboyan Baznas adalah “Zero to Hero” dari tiada menjadi ada, dari penerima menjadi pemberi. Baznas adalah benteng terakhir bagi rakyat kecil agar tidak jatuh dalam jurang keputusasaan, penghapus air mata kemiskinan yang menetes di sudut-sudut negeri. Semoga!

Pimpinan Baznas Kabupaten Dharmasraya Provinsi Sumatera Barat*)

Exit mobile version