Sebuah Sesi Kehidupan Mengantar Anak Berkebutuhan Khusus ke Sekolah
Oleh : Shintalya Azis*)
Apa yang ada di benak seorang orang tua saat mengantar anak berkebutuhan khusus ke sekolah?
Mungkin bukan sekadar memastikan seragam rapi dan bekal tak tertinggal.
Ada hal lain yang tak terlihat mata — perlengkapan batin yang jauh lebih berat dari sekadar tas dan sepatu.
Perlengkapan khusus yang berbeda dari anak-anak lainnya, persiapan mental untuk menghadapi lingkungan yang mungkin belum sepenuhnya memahami, serta hati yang terus belajar untuk kuat setiap kali melihat tatapan berbeda.
Di sana, para pengajar dengan kesabaran luar biasa menjadi cahaya bagi anak-anak ini. Begitu pula para orang tua yang saling menyapa di gerbang sekolah — masing-masing dengan kisah perjuangannya sendiri.
Ada seorang ibu yang harus membesarkan anak ABK-nya seorang diri, setelah suami pergi meninggalkan tanpa jejak.
Ia berjuang menggantikan dua peran sekaligus, memelihara semangat di tengah letih yang tak selalu tampak.
Di sinilah ketangguhannya diuji — antara cinta, lelah, dan ketulusan tanpa syarat.
Ada pula seorang bapak yang dengan sabar menemani anaknya sejak kecil hingga kini remaja.
Ia bercerita tentang bagaimana menjaga kewarasan berpikir, keseimbangan emosi, dan kerja sama dengan sang istri.
Ia bahkan rela meninggalkan pekerjaannya demi mendampingi anaknya tumbuh.
Banyak kisah lain yang mengharu biru, tentang kesetiaan, penerimaan, dan cinta tanpa batas. Wajarlah bila mereka yang memiliki anak berkebutuhan khusus disebut sebagai pemegang kunci surga —
sebab setiap hari mereka membuka pintu kesabaran dan menutupnya dengan doa. []
Palembang, 24 Oktober 2025
Shintalya Azis, Ibu dari 3 orang gadis dan seorang professional di perusahaan Pulp and Paper, a subsidiary of Marubeni Corp. Japan. Latar belakang pendidikan di bidang Hukum, Psikologi dan Management; Menulis dilakukan di waktu senggang dan saat ini sedang menyelesaikan beberapa naskah buku antologi, buku solo non fiksi dan fiksi.*)
