PADANG, FOKUSSUMBAR.COM— Tokoh olahraga nasional asal Sumatera Barat, Prof. Syahrial Bakhtiar, mengecam keras kondisi sepak bola Ranah Minang menjelang Kongres Pemilihan Ketua Asprov PSSI Sumbar akhir November 2025. Dari total 45 klub anggota, sebanyak 39 klub dinyatakan kehilangan hak suara karena dianggap tidak aktif berkompetisi.
“Jika ini benar terjadi, sangat memalukan dan mencoreng wajah olahraga, terutama sepak bola Sumbar. Saya baru tahu soal ini,” ujar Syahrial Bakhtiar kepada fokusumbar.com di Padang, Selasa (11/11/2025).
Ketua Pusat Ikatan Sarjana Olahraga Indonesia (ISORI) itu menilai, kondisi ini mencerminkan kegagalan sistemik dalam pengelolaan organisasi PSSI, baik di tingkat pusat maupun daerah.
“Masa iya, dari 45 klub hanya enam klub atau 2,7 persen saja yang memiliki hak suara pada kongres. Kalau enam sampai sepuluh klub tidak aktif mungkin bisa dimaklumi, tapi 39 klub absen? Ini aneh. Lebih parah lagi, tak satu pun klub perserikatan lama yang melegenda menjadi voters. Ini menunjukkan ketidakseriusan Asprov PSSI dalam melakukan pembinaan,” tegasnya.
Akar persoalan ini bermula dari Kongres PSSI Pusat 2025 di Hotel The Ritz-Carlton Jakarta, Juni lalu. Salah satu keputusan penting dalam kongres itu adalah penegasan statuta baru yang menyebutkan hanya klub yang berkompetisi sebelum kongres pemilihan yang berhak memiliki suara.
Dengan aturan tersebut, klub-klub yang tidak ikut kompetisi otomatis dianggap tidak aktif dan kehilangan status voters. Masalahnya, sepanjang 2025 Asprov PSSI Sumbar hanya menggelar Piala Soeratin U-13, U-15, dan U-17, tanpa ada kompetisi senior seperti Liga 4 Sumbar yang menjadi ruang eksistensi klub anggota.
“Ini tsunami bagi sepak bola Sumbar. Tidak ada pilihan lain, pengurus PSSI harus direformasi total. Orang-orang lama yang selama ini sudah diberi kesempatan harus tahu diri. Berikan kepada yang benar-benar kapabel,” tegas mantan Ketua KONI Sumbar dua periode itu.
Syahrial juga menyinggung bahwa cabang olahraga sepak bola sebenarnya selalu mendapat “karpet merah” dari berbagai pihak. Baik dari sisi perhatian publik maupun dukungan anggaran, sepak bola selalu menjadi primadona dibanding cabang olahraga lainnya yang sering kali harus berjuang dengan minimnya dana pembinaan.
“Cabang sepak bola ini boleh dikatakan paling sering mendapat perhatian lebih, bahkan dari segi pendanaan juga selalu diutamakan. Pemerintah daerah maupun KONI biasanya memberi porsi besar untuk sepak bola. Belum lagi bantuan dari PSSI pusat yang rutin turun. Jadi kalau dengan dukungan sebesar itu sepak bola Sumbar justru terpuruk seperti ini, ada yang sangat keliru di dalam pengelolaannya,” ungkapnya.
Mantan Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Padang (FIK UNP) itu mengingatkan, prestasi tidak akan lahir dari organisasi yang dikelola tanpa arah dan tanggung jawab.
“Kita miris, daerah-daerah yang dulu sepak bolanya jauh tertinggal dari Sumbar kini tak takut lagi berhadapan dengan kita. Lihat saja, Riau, Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, hingga Kepri kini bisa menundukkan tim Sumbar. Ini tamparan keras bagi kita semua,” ujarnya prihatin.
Syahrial menegaskan, kondisi ini harus menjadi momentum evaluasi total bagi PSSI Sumbar agar sepak bola Ranah Minang bisa kembali bangkit dari keterpurukan. (jiga)
