Kolom  

AKSI BERSINAR SI BAKMI: Cara SLB Autisma YPPA Padang Menemukan Cahaya pada Setiap Anak

Oleh: Rini Yanty, S.Pd*)

DALAM dunia pendidikan khusus, setiap anak adalah sebuah cerita unik dengan alur perkembangan yang berbeda-beda. Anak-anak dengan autisme, yang menjadi mayoritas murid di SLB Autisma YPPA Padang, hadir dengan pola interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku yang khas.

Mereka bukan sekadar membutuhkan layanan pendidikan yang terstruktur, tetapi juga pendampingan yang penuh empati, ketekunan, dan pemahaman mendalam tentang potensi mereka.

Di sinilah sekolah memiliki peran strategis: menjadi rumah belajar yang bukan hanya mengajar, tetapi juga mengasah apa yang terbaik dari setiap anak.

Namun realitasnya, potensi anak berkebutuhan khusus sering kali tidak muncul dengan sendirinya. Ia harus diolah, dibimbing, dikenali, lalu diarahkan. Banyak di antara mereka memiliki bakat unik; dari musik, memasak, menjahit, melukis, hingga kecakapan vokasional lain yang kelak menjadi modal hidup mandiri.

Sayangnya, tanpa sistem yang kuat dan kolaborasi yang solid, potensi itu bisa hilang begitu saja. Dari sinilah lahir sebuah gerakan yang kami namakan AKSI BERSINAR SI BAKMI, sebuah inovasi untuk memastikan bahwa setiap potensi bakat dan minat (SI BAKMI) murid mendapatkan ruang tumbuh yang nyata.

Mengelola pendidikan bagi anak dengan autisme bukanlah pekerjaan satu orang, ia membutuhkan ekosistem. Tantangan utama yang kami hadapi justru berada di area itu: bagaimana menggerakkan seluruh support system sekolah agar bekerja secara sinergis. Guru kewalahan menghadapi murid dengan karakteristik beragam. Penempatan guru belum selalu sesuai kompetensi. Asesmen bakat minat belum optimal. Orang tua menyerahkan sepenuhnya pendidikan ke sekolah tanpa kesinambungan di rumah. Program sekolah pun belum benar-benar mencerminkan kebutuhan aktual murid.

Kondisi ini membuat sekolah berjalan, tetapi tidak berlari. Prestasi murid ada, tetapi belum terangkat maksimal. Guru bekerja, tetapi belum sepenuhnya terarah. Orang tua peduli, tetapi belum benar-benar terlibat. Sementara murid, yang sesungguhnya mampu bersinar, belum mendapatkan ruang yang pas untuk tampil.

Kita tidak boleh membiarkan situasi seperti ini berlarut-larut. Dunia anak berkebutuhan khusus bergerak cepat, dan sekolah harus bergerak lebih cepat.

Bergerak Bersama: Fondasi AKSI BERSINAR SI BAKMI

Langkah pertama kami adalah bergerak, bukan sendiri-sendiri, tetapi bersama. Kepala sekolah, guru, orang tua, bahkan masyarakat, harus duduk dalam payung visi yang sama: mengangkat potensi anak.

Pertemuan rutin dengan orang tua dan guru menjadi titik awal. Dari sini kami membangun pemahaman kolektif bahwa bakat minat tidak bisa ditebak; ia harus diobservasi, diasesmen, dan diarahkan. Anak yang suka memukul-mukul meja, alih-alih dimarahi, diberi drum untuk menyalurkan energinya. Anak yang suka memainkan jari, kami kenalkan pada piano. Anak yang lebih nyaman dengan aktivitas kinestetik, diberi ruang eksplorasi melalui pramuka, olahraga, dan aktivitas luar ruangan.

Kami memperluas kolaborasi hingga ke masyarakat:
– café milik orang tua menjadi tempat magang murid,
– komunitas menyediakan pelatihan keterampilan,
– instruktur eksternal kami hadirkan agar murid mendapat pengalaman belajar yang profesional.

Gerakan ini bukan hanya membuka peluang, tetapi juga membangun kepercayaan diri murid bahwa mereka mampu.

Melalui aksi BERSINAR SI BAKMI, sekolah menata ulang wajah pembelajaran vokasional dan kegiatan non-akademik. Program Tata Boga dengan tema “Dapur Ceria”, Seni Musik dengan “Melodi Ceria”, keterampilan kreatif, kegiatan Pramuka, hingga program Sabtu Ceria, semuanya dirancang untuk memberi ruang eksplorasi yang luas.

Hasilnya nyata. Murid kini mampu:
– membuat produk tata boga yang dijual kepada guru dan orang tua,
– menjahit tas, baju, hingga masker,
– tampil percaya diri bersama Autic Band di berbagai event,
– mengikuti perlombaan musik, memasak, hingga lomba karya kreatif dan pramuka.

Ini bukan sekadar kegiatan sekolah. Ini adalah panggung bagi murid kami.

Kami memahami bahwa inovasi tidak boleh berhenti pada implementasi awal. Evaluasi dan refleksi dilakukan secara berkala. Guru menyadari pentingnya asesmen SI BAKMI yang konsisten dan pemetaan gaya belajar. Orang tua semakin terbuka berkomunikasi dengan sekolah. Murid pun menunjukkan tanggapan positif: lebih senang, lebih aktif, lebih percaya diri.

Refleksi menjadi ruang dimana semua suara didengar: guru, orang tua, murid. Di sinilah kami menemukan bahwa perubahan kecil pun ternyata berdampak besar jika dilakukan bersama.

Keberhasilan AKSI BERSINAR SI BAKMI bukan hanya terlihat dari dokumen, tetapi dari wajah-wajah anak yang kini lebih bahagia karena merasa dihargai. Mereka tampil dalam lomba, magang di café, membuat produk, dan menjadi pribadi yang lebih mandiri.

Guru menemukan kembali semangat mereka. Banyak di antaranya kini kami petakan sebagai koordinator bidang berdasarkan keterampilan masing-masing. Mereka bangga melihat murid berkembang, sekaligus berkembang bersama murid.

Orang tua menjadi lebih terlibat. Mereka kini tidak hanya penonton, tetapi mitra aktif yang membantu menjaga kesinambungan pembelajaran di rumah.

Pendidikan Itu Harus Mengangkat, Bukan Sekadar Mengajar

Aksi BERSINAR SI BAKMI bukan hanya sebuah program, tetapi gerakan perubahan. Ia menunjukkan bahwa ketika sekolah, orang tua, dan masyarakat bersatu, anak-anak berkebutuhan khusus dapat berkembang melampaui ekspektasi. Mereka bukan sekadar “bisa belajar,” tetapi bisa berprestasi dan mampu membangun masa depan yang lebih mandiri.

Jika sekolah ingin menjadi tempat yang benar-benar berpihak kepada murid, maka kita harus bersedia bergerak, mengevaluasi, dan terus merefleksi. Karena pendidikan bukan hanya mengajarkan pengetahuan, tetapi membuka akses pada kehidupan yang lebih bermakna.

Melalui BERSINAR SI BAKMI, kami belajar bahwa setiap anak—tanpa terkecuali—memiliki cahaya. Tugas kita adalah membantu mereka menyala. []

Penulis adalah Kepala SLB Autisma YPPA Padang*)

Exit mobile version