Sepak Bola Sumbar di Titik Nadir: Tanpa Liga, Tanpa Arah, Tanpa Harapan?

Oleh: Hendri Parjiga*)

SEPAK BOLA Sumatera Barat tengah menghadapi masa paling suram dalam sejarahnya. Dari level profesional hingga pelajar, grafik prestasi terus menurun.

Semen Padang FC, yang selama ini menjadi kebanggaan Ranah Minang, kini terpuruk di dasar klasemen BRI Super League 2025–2026. Tim berjuluk Kabau Sirah mencatat delapan kekalahan beruntun, termasuk kekalahan 0–2 dari Borneo FC di Stadion H. Agus Salim Padang, 9 November lalu.

Padahal musim lalu, Semen Padang FC sudah nyaris terdegradasi. Alih-alih berbenah, manajemen tim justru terlihat stagnan. Strategi tidak berubah, rekrutmen pemain tidak tajam, dan semangat kompetitif seakan padam.

Bagi publik sepak bola Sumbar, ini bukan sekadar soal kekalahan, tetapi soal hilangnya arah dan kepercayaan diri sebuah sistem.

Krisis tak berhenti di level profesional. Di arena pelajar dan kelompok umur, Sumbar juga gagal bersinar.

Tim pelajar Sumbar yang tampil di Popnas 2025 harus pulang lebih awal setelah menelan tiga kekalahan beruntun di babak penyisihan.

Nasib serupa dialami wakil Sumbar di Piala Soeratin yang juga tersingkir sebelum menyentuh fase utama.

Padahal, Sumbar memiliki dua lembaga pembinaan yang patut dibanggakan: PPLP (Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar) dan SKO (Sekolah Keberbakatan Olahraga). Di sanalah talenta muda ditempa secara disiplin dan ilmiah. Tapi ironisnya, prestasi tak sebanding dengan potensi yang dimiliki.

Beberapa tahun lalu, Sumbar sempat menjadi barometer sepak bola pelajar nasional.

PSP U-15 menjuarai kejuaraan nasional 2019 bersama pelatih Tri Gustian, kemudian meraih juara tiga nasional pada 2022 dengan pelatih Dodi “Leo” Hirwan. Tahun 2024, Josal U-15 yang mayoritas pemainnya dari PPLP bahkan menjadi juara nasional di bawah asuhan Fandi.
Persikopa juga dua kali menjadi runner-up nasional bersama pelatih Alan Martha.

Namun, tahun 2025 ini menjadi musim kelam. Josal U-15 dan U-17 gagal total di tingkat nasional, begitu pula tim Popnas yang diperkuat gabungan pemain PPLP dan SKO serta pemain dari SSB pilihan, semuanya kandas di babak penyisihan.

Keterpurukan sepak bola Sumbar tahun ini semakin diperparah oleh mandeknya kompetisi lokal.

Sepanjang 2025, PSSI Sumatera Barat tidak menggelar kompetisi Liga 4, yang selama ini menjadi wadah penting pembinaan dan kompetisi antarklub daerah.

Dampaknya sangat serius: dari 45 klub anggota PSSI Sumbar, sebanyak 39 klub kehilangan hak suara (voters) dalam Kongres Pemilihan Pengurus Asprov PSSI Sumbar akhir November ini karena dianggap tidak aktif berkompetisi.

Situasi ini menunjukkan betapa sistem pembinaan dan tata kelola sepak bola Sumbar tengah sakit kronis. Tanpa kompetisi, tidak ada ruang aktualisasi bagi pemain muda, tidak ada regenerasi pelatih, dan tidak ada dinamika organisasi klub.

Sepak bola tanpa liga ibarat sekolah tanpa ujian, tidak akan melahirkan kualitas apa pun.

Ada yang Salah di Sistem

Masalah sepak bola Sumbar bukan sekadar pada hasil pertandingan, tetapi pada ekosistem yang tidak berkesinambungan.

PPLP dan SKO berjalan sendiri, klub-klub lokal kehilangan gairah, sementara Asprov PSSI gagal membangun koneksi yang kuat di antara semua elemen pembinaan. Tanpa arah bersama, potensi besar itu terbuang percuma.

Banyak pemain muda akhirnya berhenti di tengah jalan karena tidak ada kompetisi lanjutan. Klub-klub pun enggan berinvestasi pada pembinaan karena tidak ada kepastian kalender kompetisi.
Semua ini menandakan hilangnya sistem, bukan sekadar hilangnya pertandingan.

Momentum Kongres: Ujian Visi Pengurus Baru

Akhir November ini, PSSI Sumatera Barat akan menggelar Kongres Pemilihan Pengurus Baru.

Momentum ini sangat penting. Siapa pun yang terpilih nanti, tidak cukup hanya pandai berpidato atau dekat dengan elite PSSI pusat. Ia harus punya visi besar: membangun kembali sepak bola Sumbar dari akar pembinaan usia muda dan kompetisi lokal.

Sedikitnya ada lima langkah strategis yang bisa menjadi awal perubahan:

  1. Bangun kembali sistem kompetisi berjenjang.
    Jadikan Liga 4 sebagai agenda tahunan yang wajib digelar di seluruh kabupaten/kota, mulai dari usia muda hingga senior.
  2. Perkuat sinergi antara PPLP, SKO, klub lokal, dan Asprov.
    Bentuk forum komunikasi pembinaan agar alur karier pemain muda jelas dan berkelanjutan.
  3. Tingkatkan kualitas pelatih dan pemandu bakat.
    Fasilitasi kursus lisensi dan pelatihan pelatih secara rutin. Pembinaan tanpa pelatih berkualitas tidak akan menghasilkan pemain berkualitas.
  4. Dorong keterlibatan pemerintah daerah dan dunia usaha.
    Dukungan finansial harus dipandang sebagai investasi sosial, bukan sekadar beban hibah tahunan.
  5. Bangun budaya kompetitif sejak dini.
    Kompetisi yang sehat dan rutin akan melahirkan mental juara dan daya saing tinggi bagi generasi muda.

Menyalakan Kembali Api dari Abu

Sepak bola Sumatera Barat pernah menjadi kebanggaan nasional. Dari PSP Padang, Semen Padang FC, hingga sederet tim pelajar yang mengharumkan nama daerah. Kini, semua itu seolah tinggal cerita lama.

Namun, harapan belum padam. Asal ada kemauan untuk berbenah dan membangun kembali fondasi yang kuat, Ranah Minang bisa kembali bersuara di pentas nasional.

Kongres PSSI Sumbar akhir bulan ini bukan sekadar agenda pemilihan pengurus, melainkan titik balik arah sepak bola Sumbar.

Sudah saatnya sepak bola Minang keluar dari bayang-bayang kegagalan dan kembali ke jalur kejayaan, dimulai dari akar pembinaan, kompetisi lokal, dan manajemen yang visioner. []

Penulis adalah Wartawan Utama, Pemimpin Redaksi FokusSumbar.Com, dan pengamat olahraga*)

Exit mobile version