“Tentang Syukur yang Sering Kita Lupakan”

Puisi : Nurul Jannah*)

Pagi ini aku diam sejenak, sebelum membuka gawai, sebelum menatap daftar tugas, sebelum dunia menagih ribuan hal yang harus kuselesaikan.

Aku hanya duduk.
Menatap cahaya yang merayap pelan di sela tirai, tetiba terdengar sapaan lirih, “Sudahkah kau benar-benar bersyukur hari ini, Nurul?”

Pertanyaan itu sederhana,
tapi dentingnya seperti palu besar yang menghantam kesadaran.

Karena sering kali, kita bangun dan langsung berlari.
Mengejar rencana, mengejar target, mengejar pengakuan, mengejar hal-hal yang bahkan tak lagi kita mengerti maknanya.

Jarang sekali kita berhenti sejenak, sekedar menyampaikan rasa syukur, “Alhamdulillah, hari ini Engkau masih memilih untuk membangunkanku, Ya Allah.”

Padahal, ada banyak orang yang tadi malam tidur dan tidak pernah lagi membuka mata.
Ada banyak yang bangun, tapi dengan tubuh yang tak lagi kuat seperti kemarin.
Ada yang bangun dengan hati penuh beban, penuh kehilangan, penuh ketakutan.

Sementara kita?
Masih bisa menghirup udara.
Masih bisa melihat cahaya. Masih bisa menggerakkan kaki tanpa dipapah.
Masih bisa merasakan hangatnya roti pagi, aroma kopi yang menenangkan, atau menikmati keceriaan anak-anak saat mereka bermain.

Lalu mengapa syukur terasa begitu mahal?

Sering kali kita menunggu hal besar untuk merasa bahagia.
Menunggu gaji naik.
Menunggu jabatan baru.
Menunggu rezeki besar.
Menunggu semuanya “sempurna” dulu, baru merasa hidup ini layak dirayakan.

Padahal kenyataannya, hidup tidak menunggu kita siap. Hidup berjalan apa adanya. Dan bahagia, sering kali bersembunyi dalam hal-hal kecil yang diam-diam menjaga kita tetap waras.

Syukur adalah cara kita memandang hidup, cara kita menghormati nikmat yang Allah titipkan.

Syukur membuat kita ringan.
Syukur membuat kita cukup.
Syukur membuat kita kuat menghadapi hari yang kadang tak seperti rencana.

Dan kufur?
Kufur bukan hanya tidak tahu berterima kasih.
Kufur membuat kita sibuk menghitung apa yang hilang, sampai buta terhadap apa yang masih ada di genggaman.

Betapa sering kita merutuki hidup, padahal kita masih diberi nikmat yang tak bisa dihitung.
Betapa sering kita mengeluh, padahal Allah tahu persis bagaimana menjaga kita dalam diam-Nya.
Betapa sering kita iri pada hidup orang lain, padahal Allah sedang menyiapkan sesuatu yang jauh lebih baik dari yang kita bayangkan.

Maka pagi ini, aku ingin mengingatkan diriku sendiri, untuk selalu mensyukuri nikmat.

Syukuri apa pun yang kita punya hari ini, sekecil apa pun itu. Karena dalam setiap nikmat kecil, ada kasih Allah yang tak pernah kecil.

Kita mungkin tidak punya semua yang kita mau. Tapi lihatlah sekali lagi. Kita sebenarnya sudah memiliki banyak hal, yang orang lain masih memintanya dalam doa panjang yang tak pernah terputus.

Maka, jika harimu kini terasa berat,
tarik napas dalam-dalam,
tahan sejenak, dan ucapkan lembut dari lubuk hati terdalam, “Ya Allah, terima kasih. Engkau selalu cukupkan hidupku.”

Insya Allah, pagi ini dan pagi-pagi selanjutnya, Allah akan selalu menjaga hati kita untuk ringan pulang kepada rasa syukur. Syukur yang menguatkan, menyembuhkan, dan kembali menghidupkan.🌹❤‍🔥🌷.

Bogor, 12 November 2025

Nurul Jannah adalah seorang dosen lingkungan di IPB University, lulusan doktor lingkungan dari Hiroshima University, penulis produktif, dan penggerak literasi*)

Exit mobile version