Oleh : Teta Syadidul Irsyadah*
Di lingkungan kampus, terutama di fakultas-fakultas bergengsi, tidak sulit menemukan mahasiswa yang memiliki cita-cita besar ingin lulus cepat, punya karier gemilang, dan menjadi tokoh penting di masa depan.
Namun di saat yang sama, tidak sedikit dari mereka justru terlihat santai, sering datang terlambat ke kelas, enggan mengerjakan tugas tepat waktu, bahkan main HP tanpa memperhatikan dosen di kelas, sibuk dengan diri sendiri bahkan kadang hanya hadir untuk ambil absen.
Fenomena ini menyimpan ironi yang mendalam. Di satu sisi, mahasiswa dikenal sebagai pembawa perubahan dan harapan bangsa. Namun di sisi lain, sebagian dari mereka menunjukkan kebiasaan malas, kurang disiplin, dan terbiasa menunda tanggung jawab.
Celakanya, perilaku ini perlahan menjadi kebiasaan umum yang dianggap “lumrah” di kalangan mahasiswa sendiri. Tidak ada teguran serius, hanya tawa kecil dan candaan sesama teman: “Yang penting hadir, tugas bisa nyusul nanti.”
Kondisi ini sejalan dengan refleksi yang disampaikan oleh Dr. Khusairi, dosen Komunikasi Penyiaran Islam UIN Imam Bonjol Padang. Dalam salah satu karya tulisnya, ia mengatakan: “Ketika kebohongan sudah menyebar ke seluruh dunia, kebenaran bahkan belum sempat mengenakan celananya.”
Kutipan ini menggambarkan betapa cepatnya persepsi palsu menyebar, seperti halnya keyakinan bahwa sukses bisa diraih hanya dengan niat, tanpa usaha keras. Dalam konteks mahasiswa, banyak yang percaya bahwa yang penting lulus, tanpa peduli bagaimana proses mereka menjalani kuliah. Ini adalah kebohongan yang berbahaya karena membentuk mentalitas yang rapuh dalam menghadapi dunia nyata.
Survei terbaru dari Lembaga Kajian Mahasiswa dan Perilaku Akademik (2025) mengungkap bahwa hampir 70% mahasiswa di Indonesia pernah mengandalkan titip absen, dan lebih dari 60% mengakui menunda tugas hingga mendekati waktu pengumpulan. Kebiasaan ini tidak hanya menunjukkan rendahnya etos belajar, tetapi juga lemahnya kesadaran terhadap tanggung jawab pribadi.
Mahasiswa pemalas di kampus hari ini sesungguhnya sedang membentuk pola pikir yang akan terbawa hingga ke dunia kerja. Jika saat kuliah mereka terbiasa telat, malas membaca, atau suka menunda tugas, bukan tidak mungkin saat bekerja nanti mereka pun sulit menepati deadline, tidak disiplin, dan kurang bisa dipercaya. Maka, persoalan ini bukan hanya soal kampus atau presensi, tapi soal pembentukan karakter dan mental profesional sejak dini.
Media sangat dibutuhkan untuk membongkar narasi palsu yang berkembang di sekitar mahasiswa. Melalui media kampus, tulisan reflektif, video edukatif, dan konten yang jujur tentang realita perjuangan kuliah, mahasiswa bisa di ajak berpikir ulang: benarkah kesuksesan itu bisa diraih hanya dengan hadir di kelas dan mengandalkan keberuntungan?
Jika kampus adalah tempat menempa masa depan, maka mahasiswa harus mulai menata ulang cara pandangnya. Sukses bukan hasil dari rebahan panjang dan tugas menit-menit terakhir. Ia datang pada mereka yang bersungguh-sungguh, konsisten, dan berani melawan rasa malas. Tidak harus sempurna, tapi harus ada kemauan untuk berubah.
Karena di balik setiap mahasiswa yang sukses, bukan hanya ada kecerdasan, tapi juga disiplin, kerja keras, dan tanggung jawab. Dan semua itu, bisa dimulai dari hal paling sederhana: hadir di kelas tepat waktu, mengerjakan tugas dengan sungguh-sungguh, dan berhenti menunda mimpi hanya karena sedang nyaman.[]
*Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Imam Bonjol Padang