Oleh : Hendra Idris*
TEPAT pada hari ini, 12 Juli 2025, adalah Hari Koperasi Nasional. Selamat memperingati Hari Koperasi Nasional.
Koperasi sebagai bentuk penghormatan kepada gerakan koperasi yang telah menjadi bagian dari sejarah panjang perjuangan ekonomi rakyat. Hari Koperasi bukan hanya seremonial belaka, tetapi seyogyanya menjadi momen refleksi dan revitalisasi atas peran koperasi dalam membangun Indonesia dari bawah.
Tahun 2025 ini, peringatan Hari Koperasi menjadi lebih spesial dan monumental. Pemerintah, melalui kolaborasi lintas kementerian dan lembaga, resmi me-launching program strategis nasional bertajuk “Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih:”
Program ini digadang-gadang sebagai tonggak kebangkitan ekonomi kerakyatan yang menekankan pada kemandirian lokal, partisipasi warga, serta integrasi layanan digital dan sosial, bertarget desa/kelurahan.
Program ini bukan semata agenda administratif, melainkan upaya sistemik dan terstruktur untuk menghidupkan kembali nilai-nilai gotong royong, solidaritas, dan semangat swadaya dalam masyarakat. Koperasi tidak lagi menjadi pajangan struktural, tetapi dituntut tampil sebagai instrumen nyata dalam distribusi kesejahteraan dan keadilan sosial.
Mengapa “Merah Putih”?
Pemilihan nama Merah Putih bukan tanpa makna. Bukan sekadar simbolisme nasionalisme, melainkan penegasan, bahwa koperasi adalah bentuk ekonomi kebangsaan, yakni cara rakyat Indonesia mengelola kekuatan ekonomi sendiri, dari, oleh, dan untuk rakyat. Nama “Merah Putih” juga menjadi penanda, bahwa program ini bukan koperasi biasa. Ia didesain dengan pendekatan terintegrasi: mencakup aspek ekonomi, sosial, lingkungan, bahkan digitalisasi.
Melalui Inpres No. 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Penguatan Ekonomi Kerakyatan Melalui Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, pemerintah memerintahkan seluruh kepala daerah hingga perangkat desa/lurah untuk memfasilitasi pembentukan dan penguatan koperasi skala lokal. Sasaran akhirnya adalah terbentuknya 80.000 Koperasi Merah Putih aktif dan produktif.
Menurut data dari Kemenkop UKM, saat ini, Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih terbentuk:
83.762, 83.68 Tersosialisasi, dan 81.147 yang Sudah Membentuk Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, melalui Musyawarah Desa/Kelurahan Khusus. (Data dari: https://merahputih.kop.id)
Lima Pilar Koperasi Merah Putih
Program ini dibangun dengan lima pilar utama:
Pertama, koperasi sebagai Wadah Usaha Kolektif
Setiap desa/kelurahan diarahkan memiliki koperasi yang benar-benar aktif menjalankan usaha bersama, bukan koperasi kosong yang hanya hidup di atas kertas. Unit usaha koperasi dapat disesuaikan dengan potensi lokal: pertanian, peternakan, pengolahan hasil bumi, eco-tourism, kerajinan, logistik desa, koperasi digital, hingga layanan keuangan mikro.
Kedua, digitalisasi dan transparansi
Pemerintah membangun super digital, yang terintegrasi mulai dari pencatatan keanggotaan, pelaporan keuangan, pembagian SHU (Sisa Hasil Usaha), hingga koneksi dengan platform dagang elektronik. Setiap warga desa/lurah dapat memantau aktivitas koperasi secara real-time.
Koperasi tak lagi manual atau jadul, melainkan menjadi entitas profesional berbasis digital, transparan, dan akuntabel.
Ketiga, diperlukan adanya Pendidikan Koperasi dan Literasi Digital, melalui kerja sama dengan LPDB, perguruan tinggi, dan organisasi gerakan koperasi, dilakukan pelatihan masif tentang pengelolaan koperasi modern. Tidak hanya pengurus, tetapi juga anggota dan masyarakat luas dilibatkan.
Di banyak daerah, ke depan diharapkan dibentuk Akademi Koperasi Merah Putih, sebagai lembaga pelatihan berbasis komunitas yang mengintegrasikan praktik lapangan dengan teori koperasi kekinian.
Keempat, Pendanaan dan Permodalan Khusus
Pemerintah mengalokasikan dana bergulir hingga Rp 3-5 miliar per koperasi desa/kelurahah dan program KUR Khusus Merah Putih. Koperasi yang lolos sertifikasi kelayakan manajemen akan mendapat akses pembiayaan berbunga ringan, plus pendampingan usaha. Skema ini diyakini bisa menghapus stigma, bahwa koperasi sulit mendapatkan modal.
Kelima, penguatan hukum dan keamanan usaha
untuk mendukung keberlangsungan program ini, dilakukan revisi UU Perkoperasian dan penyusunan Perpres Jaminan Usaha Koperasi Merah Putih kelak. Pemerintah memberikan jaminan hukum, jaminan perlindungan usaha, dan insentif fiskal bagi koperasi yang memenuhi prinsip-prinsip tata kelola yang baik (good cooperative governance).
Antitesis Ekonomi Ekstraktif
Program Koperasi Merah Putih lahir sebagai antitesis dari model ekonomi ekstraktif, yang selama ini cenderung memperkaya segelintir elit atau korporasi besar. Selama puluhan tahun, ekonomi desa hanya menjadi pelengkap pasar-pasar besar. Petani, nelayan, perajin, buruh informal hanya menjadi objek, bukan subjek.
Kini, dengan pendekatan koperasi sebagai wadah produksi, distribusi, hingga konsumsi, diharapkan perputaran nilai ekonomi tidak lagi mengalir ke luar, melainkan berputar dan tumbuh dari desa untuk desa. Model koperasi seperti ini memberi peluang untuk mewujudkan keadilan ekonomi secara terdistributif ; apa yang oleh para ekonom disebut sebagai distributed economy.
Tantangan dan Harapan
Program sebesar ini tentu tidak luput dari tantangan.
Beberapa di antaranya adalah:
Pertama, Koperasi semu dan papan nama: masih banyak daerah di mana koperasi didirikan hanya demi formalitas proposal bantuan.
Kedua, literasi dan budaya organisasi. Tidak semua masyarakat siap bekerja dalam sistem kolektif koperasi.
Ketiga, politik lokal dan ego dibajak oleh kepentingan tokoh tertentu atau diseret ke dalam konflik kepentingan elit desa.
Keempat, pengawasan lemah. Koperasi bisa menjadi rawan disalahgunakan bila tidak diawasi secara sistemik.
Namun, tantangan itu tidak seharusnya menghentikan langkah. Justru menjadi pemicu untuk terus membenahi sistem, meningkatkan transparansi, dan membangun koperasi sebagai institusi kepercayaan publik.
Peran Notaris
Dalam konteks legalitas koperasi, peran notaris sangat sentral : mulai dari pendirian koperasi, pengesahan AD/ART, hingga perubahan kepengurusan dan pengelolaan aset pengembangan koperasi yang ada, revitalisasi koperasi yang tidak aktif lalu diaktifkan kembali. Untuk mendukung program ini, pemerintah juga akan memberikan fasilitasi notaris yang sudah NPAK (Notaris Pembuat Koperasi) untuk pendirian Koperasi Merah Putih di desa tertinggal, terluar, dan terdepan.
Tak hanya itu, keterlibatan Notaris menjadi krusial dalam menjamin legalitas aset milik koperasi, khususnya dalam pengelolaan lahan usaha desa, tanah wakaf produktif, atau hasil kerja sama pemanfaatan tanah milik negara. Untuk proses pengesahan, Kementerian Koperasi lantas merangkul Kementerian Hukum.
Harapan Baru Anak Muda Desa
Satu aspek revolusioner dari program ini adalah mendorong regenerasi pengurus koperasi. Anak-anak muda desa, lulusan SMK, mahasiswa, santri, hingga alumni start-up village akan dilatih dan direkrut menjadi manajer profesional koperasi.
Bayangkan, jika setiap desa memiliki satu “CEO koperasi” muda yang andal, berpikir digital, berpijak pada lokalitas, tetapi berorientasi global. Maka koperasi tidak lagi sekadar warisan masa lalu, tetapi akan menjelma menjadi masa depan ekonomi Indonesia.
Menjaga Arah, Mengawal Visi
Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Diperlukan peran seluruh unsur masyarakat sipil, tokoh adat, tokoh agama, akademisi, media, dan tentu saja anggota koperasi itu sendiri untuk menjaga arah program ini agar tidak melenceng.
Kita tidak ingin Koperasi Merah Putih hanya menjadi proyek euforia sesaat. Harus ada sistem pengawalan, evaluasi periodik, dan partisipasi publik yang bermakna. Sebab, koperasi bukan milik negara. Ia milik rakyat (desa/kelurahan). Dan program ini hanya akan berhasil jika rakyat benar-benar menjadi pemilik dan penggeraknya.
Membumikan Pasal 33 UUD 1945
“Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.” Demikian amanat Pasal 33 UUD 1945. Ini bukan sembarang pasal, tetapi filosofi dasar yang menjadi jiwa dari sistem ekonomi Indonesia.
Maka, program Koperasi Merah Putih adalah langkah konkret untuk membumikan kembali kembali nilai-nilai Pasal 33. Ia bukan hanya tentang ekonomi, tetapi tentang identitas, kedaulatan, dan keberlanjutan. Ia tentang kemandirian tanpa kehilangan solidaritas.
Mari, kita jadikan Hari Koperasi Nasional 2025 sebagai tonggak kebangkitan ekonomi rakyat Indonesia melalui koperasi. Jadikanlah Koperasi Merah Putih sebagai gerakan, bukan sekadar program (formalitas) belaka. Sebab, masa depan Indonesia tidak ditentukan oleh siapa yang paling kuat, tetapi oleh yang paling Sudi mengorbankan waktu dalam kegotongroyongan dan/kebersamaannya.
Intinya, selain membersamai, semua komponen juga amat perlu support system. yang maksimal. Semoga. (*)
Penulis adalah seorang Notaris & PPAT, Trainer serta Penulis