PADANG, FOKUSSUMBAR.COM-Kasus penyerobotan lahan dan alih fungsi lahan dari hutan tanam industri (HTI) menjadi perkebunan sawit di Kalimantan Barat (Kalbar) terus berlangsung.
Hal ini berampak pada kondisi hutan yang secara signifikan terus berkurang dan menjadi salah satu penyebab kerusakan lingkungan. Tahun 2020 lalu, Kalbar sudah kehilangan 32.000 hektare hutan primer dari total 6,88 juta hektare hutan primernya akibat aksi tersebut.
Menteri Kehutanan dalam Surat Keputusan tanggal 2 September 2014 lalu menyebut, luas hutan Kalbar sekitar 8,4 juta hektare. Terdiri dari 1,62 juta hektare suaka alam dan pelestarian alam, 2,31 juta hektare hutan lindung, 2,13 juta hektare hutan produksi terbatas.
Kemudian, ada 2,13 juta hektare kawasan hutan produksi dan 197.920 hektare hutan produksi konversi. Kawasan hutan lindung dan hutan produksi 6,77 juta hektare terbagi dalam 17 KPH.
Kini, luas hutan tersebut terus berkurang akibat maraknya aktivitas perambahan dan penyerobotan lahan konsesi yang sudah memperoleh izin dari pemerintah. Salah satu aksi penyerobotan yang dilakukan PT Rezeki Kencana Prima (RKP) di lahan konsesi HTI milik PT Sinar Kalbar Raya (SKR).
Tak tanggung-tanggung, hampir 8.000 hektare dari 38.000 hektare lahan konsesi HTI milik PT SKR dicaplok dan dialihfungsikan menjadi perkebunan sawit. Tentu saja, hal ini memberikan dampak terhadap kondisi lingkungan, terutama dari sisi ekologis hutan,
Menanggapi persoalan tersebut, Pakar Lingkungan dari Universitas Achmad Dahlan Makassar, Dr Yusuf Halim berpendapat, peralihan fungsi lahan dari HTI ke perkebunan sawit secara ekologis bisa menghancurkan kehidupan lingkungan.
Kehadiran perkebunan sawit akan mengurangi penyerapan karbon di udara, karena dia merupakan tanaman monokultur (sejenis). Tanaman sawit juga rakus terhadap air tanah.
“Ini sangat berbahaya terhadap kesuburan tanah, sekaligus meningkatkan suhu lingkungan,” ujar doktor lulusan IPB Bogor saat diwawancarai wartawan, Selasa (2/7/2024).
Selain itu, menurut Yusuf Halim, sawit berbeda dengan tanaman hutan yang jenisnya lebih beragam. Keragaman ini sangat bagus untuk kesuburan tanah dan keadaan lingkungan di atasnya.
Tanaman yang beragam menyebabkan organisma yang ada di sekitarnya menjadi beragam, baik flora maupun faunanya. Inilah yang kemudian menjadi ekosistem dalam lingkungan kawasan HTI tersebut menjadi stabil.
Sebagai informasi, saat ini kawasan HTI milik PT SKR sudah ditanami beragam tanaman seperti, akasia, sangon dan beberapa tanaman lain untuk kebutuhan industri plywood dan charcoal atau arang.
Namun, saat ini sebagian besar lahan tersebut terus digerogoti dan dialihfungsikan untuk perkebunan sawit oleh PT RKP. Persoalan penyerobotan lahan tersebut kini sudah bergulir ke ranah hukum. PT SKR sudah membuat laporan resmi ke Kejaksaan Tinggi Kalbar untuk diproses hukum.
Kuasa Hukum PT SKR, Damianus H Renjaan berharap Kejati Kalbar bisa menindak pelaku penyerobotan lahan tersebut sesuai hukum yang berlaku. (bsh)