Kolom  

“Menghamba” Pada Murid !?

*Oleh Yunardi, M.Pd

Pada syair lagu ‘guru penggerak’ Program Kemendikbutristek dalam Kurikulum merdeka ada satu kalimat yang menggelitik saya, yaitu; “Menghamba pada murid.”

Kenapa tidak?

Kata ‘menghamba’ dalam literatur agama, itu hanya boleh pada Tuhan (Allah). Bisa jadi karena ini lagu, pengarang ingin menekankan betapa pentingnya murid bagi guru. Walaupun demikian, istilah ‘menghamba’ pada murid’ tetap tidak etis bagi seorang guru yang beriman. Apalagi dikaitkan dengan nilai-nilai agama bahwa menghamba itu hanya boleh pada Allah.

Kalau pengarang lagu Guru Penggerak ini ingin menekankan bahwa guru dalam melaksanakan tugasnya hanya betul-betul berorientasi pada kepentingan murid maka, tidak elok rasanya sampai menghamba pada murid. Disamping bisa menimbulkan kesyirikan, siswapun nanti menjadi besar kepala.

Sampai-sampai murid nanti jadi merendahkan harga diri seorang guru. Bisa jadi siswa tidak hormat dan merasa jadi raja dalam kelas atau di sekolah. Siswa yang punya bibit sombong, bisa jadi nanti akan melecehkan gurunya kalau guru ini betul betul menghamba pada murid atau siswa.

Baiknya tidak usah menggunakan kata ‘menghamba’ pada murid. Kalau kita ingin menekankan bahwa murid itu harus disayangi, dilayani dengan baik kepentingan belajarnya, dicintai, diutamakan dari pada hal-hal lain di sekolah seperti lebih mengutamakan rasa hormat dan santun kepada pimpinan, lebih mengutamakan gaji, uang, kepentingan pribadi lainnya, itu yang tidak boleh.

‘Menghamba’ pada murid hendaknya lebih ditekankan pada, bahwa guru dalam menjalankan tugasnya di sekolah mengutamakan kepentingan belajar dan hasil belajar murid.

Jadi, ketika guru membuat perencanaan pembelajaran, persiapan pembelajaran, mengajar dalam kelas, membuat soal untuk evaluasi, ujian, merancang dan melaksanakan berbagai aktivitas sejatinya berorientasi pada kepentingan murid.

Semua aktivitas guru di sekolah atau dalam kelas sasaran akhir atau capaian akhirnya kepentingan hasil belajar yang lebih baik.

Guru dalam bertugas bukan hanya agar pimpinan senang, agar gaji lancar, agar pangkat dan karier cepat naik, agar banyak dapat uang, agar top dan populer, agar jadi juara dalam berbagai lomba keguruan. Tetapi lebih dari itu, guru harus mengutamakan murid, kegiatan pembelajaran murid, kecerdasan murid, perbaikan karakter murid, kemampuan murid, keterampilan murid, bakat, minat, dan cita-cita murid.

Kata Mas Mentri Nadim, kegiatan guru di sekolah yang ada dampak dan efeknya pada murid.

Jadi, menurut penulis, ‘menghamba’ pada murid bisa diterjemahkan dalam arti guru betul betul berbuat bekerja, beraktivitas, berpikir, bertindak di sekolah semua mengutamakan kepentingan murid. Mengabdi pada Allah berbakti pada bangsa dan negara, sayangi murid demi masa depannya yang lebih baik sesuai dengan cita cita, bakat dan minatnya, sebagai bentuk penghambaan pada Allah sesuai debgan Profil Pelajar Pancasila.

Jangan gara-gara cari pangkat, murid diabaikan!

Jangan gara-gara cari uang, murid diabaikan!

Jangan gara-gara cari popularitas, murid terbengkalai!

Berbuatlah Ikhlas karena Allah demi masa depan siswa asal jangan sampai menghamba pada murid.

*Penulis Pengawas senior di Dinas Pendidikan Kota Padang

Respon (6)

  1. Saya sangat setuju dengan pendapat pak Yunardi mengenai Konsep “Menghamba pada Siswa”, Konsep Menghamba pada Siswa harusnya tidak usah kita gunakan supaya siswa kita tidak menjadi besar kepala, Namun baiknya kita jadikan konsep menghamba untuk lebih di tekankan bagi guru, bagaimana guru itu sendiri mengutamakan kepentingan belajar siswa dan memikirkan hasil belajar siswa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *