Oleh : Dr. Nofi Yendri Sudiar, M.Si*
PERUBAHAN iklim bukan lagi ancaman masa depan, tetapi kenyataan yang sudah dirasakan saat ini. Sumatera Barat, dengan kekayaan alamnya yang melimpah, menghadapi ancaman nyata akibat perubahan iklim, mulai dari banjir, tanah longsor, hingga abrasi pesisir.
Dampak ini tidak hanya mengancam ekosistem tetapi juga kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah daerah yang baru di Sumatera Barat harus mengambil langkah strategis untuk memastikan keberpihakan pada kebijakan iklim menjadi prioritas utama.
Dalam beberapa dekade terakhir, pembangunan sering kali dilakukan tanpa mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah daerah perlu segera mengintegrasikan kebijakan iklim ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Kebijakan ini harus mencakup mitigasi dan adaptasi perubahan iklim yang berbasis data dan sains. Salah satu langkah penting adalah memastikan pengelolaan sumber daya alam dilakukan dengan pendekatan berbasis ekosistem.
Sumatera Barat memiliki kekayaan hutan tropis yang berfungsi sebagai penyerap karbon alami. Sayangnya, pembalakan liar dan alih fungsi lahan telah mengurangi kemampuan hutan ini. Pemerintah harus memberlakukan moratorium alih fungsi lahan dan memperkuat pengawasan terhadap aktivitas ilegal. Selain itu, potensi besar di sektor energi terbarukan seperti mikrohidro, surya, dan biomassa harus dimanfaatkan. Dengan demikian, Sumatera Barat dapat menjadi pionir dalam transisi energi bersih di Indonesia.
Perubahan iklim adalah tantangan yang membutuhkan kolaborasi semua pihak, termasuk masyarakat. Pemerintah daerah harus meluncurkan program edukasi berbasis komunitas untuk meningkatkan kesadaran publik.
Contohnya adalah memperluas cakupan “Kampung Iklim” yang tidak hanya memberikan edukasi tetapi juga memotivasi aksi kolektif seperti penanaman pohon massal dan pengelolaan sampah berbasis komunitas. Lebih dari itu, pemerintah dapat mendorong partisipasi generasi muda melalui program pelatihan dan kewirausahaan hijau. Generasi muda adalah agen perubahan yang dapat menggerakkan gaya hidup ramah lingkungan dan menciptakan solusi inovatif untuk mengatasi dampak perubahan iklim.
Salah satu hambatan besar dalam pelestarian lingkungan adalah lemahnya penegakan hukum. Pemerintah daerah harus memperkuat regulasi yang melarang aktivitas merusak lingkungan, seperti pembukaan lahan dengan cara membakar.
Penegakan ini dapat dilakukan dengan membangun sistem pengawasan berbasis teknologi, seperti drone dan satelit, untuk mendeteksi kerusakan lingkungan secara real-time. Pemerintah juga harus menyediakan insentif bagi pelaku usaha yang mematuhi standar lingkungan, seperti sertifikasi hijau untuk produk dan jasa mereka. Di sisi lain, sanksi tegas harus diterapkan kepada perusahaan yang melanggar aturan lingkungan untuk memberikan efek jera.
Tantangan perubahan iklim memerlukan pendekatan lintas sektor. Pemerintah daerah harus menjalin kerja sama dengan universitas untuk mengembangkan penelitian berbasis solusi lokal, seperti pengelolaan ekosistem pesisir yang inovatif. Kemitraan dengan sektor swasta dapat difokuskan pada implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) yang mendukung keberlanjutan lingkungan.
Selain itu, LSM dan organisasi internasional juga dapat menjadi mitra strategis dalam pendanaan dan pelaksanaan program mitigasi iklim. Misalnya, Sumatera Barat dapat memanfaatkan skema pendanaan global seperti Green Climate Fund untuk proyek rehabilitasi hutan atau pengembangan infrastruktur hijau.
Tanpa dukungan anggaran yang memadai, kebijakan iklim hanya akan menjadi wacana. Pemerintah daerah harus memastikan alokasi anggaran yang signifikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk mendukung program mitigasi dan adaptasi.
Prioritas anggaran dapat diarahkan pada rehabilitasi kawasan hutan dan mangrove, pengembangan infrastruktur energi terbarukan, serta pembangunan sistem pengelolaan air dan sanitasi yang adaptif terhadap perubahan iklim. Selain itu, pemerintah harus proaktif mencari sumber pendanaan alternatif, seperti kemitraan publik-swasta (PPP) dan hibah dari lembaga internasional.
Kebijakan yang baik harus disertai dengan sistem pemantauan yang transparan dan berbasis data. Pemerintah daerah dapat mengadopsi teknologi big data dan artificial intelligence untuk memantau dampak kebijakan iklim secara real-time.
Indikator utama yang perlu diperhatikan meliputi tren emisi gas rumah kaca, tingkat kerusakan hutan dan lahan, serta peningkatan partisipasi masyarakat dalam program lingkungan. Hasil pemantauan ini harus dipublikasikan secara berkala untuk memastikan akuntabilitas dan mendorong perbaikan kebijakan.
Pemerintah daerah yang baru di Sumatera Barat memiliki peluang besar untuk menjadi pelopor dalam menghadapi perubahan iklim. Keberpihakan pada kebijakan iklim bukan hanya tentang menjaga lingkungan, tetapi juga memastikan ketahanan ekonomi dan sosial di tengah krisis global ini.
Dengan mengintegrasikan kebijakan iklim dalam pembangunan, memberdayakan masyarakat, memperkuat regulasi, dan mengalokasikan anggaran yang memadai, Sumatera Barat dapat menjadi contoh bagaimana daerah mampu beradaptasi dan berinovasi untuk masa depan yang berkelanjutan. Langkah tegas dan kolaboratif harus dimulai sekarang demi melindungi generasi mendatang.
*) Koordinator Penanganan Perubahan Iklim SDGs sekaligus Kepala Research Center for Climate Change (RCCC) Universitas Negeri Padang. No. Hp (WA): 0816350332