PADANG PANJANG, FOKUSSUMBAR.COM – Pemindahan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Muhammadiyah dari Padang Panjang ke Kota Bukittinggi mendapat penolakan tegas dari mahasiswa dan para alumni. Mereka menegaskan bahwa FKIP harus tetap berada di Padang Panjang karena memiliki nilai historis, kultural, dan strategis bagi perkembangan pendidikan di daerah tersebut.
Salah seorang perwakilan alumni, Hamidi Labai Sati didampingi Aldias Sastra dan Anis Warman menyatakan, bahwa FKIP telah menjadi bagian dari identitas Padang Panjang sebagai kota pendidikan.
“Kami menolak rencana pemindahan FKIP ke mana pun. Keberadaan FKIP di Padang Panjang bukan hanya soal lokasi, tapi juga soal sejarah dan kontribusi bagi masyarakat,” tegasnya.
Mereka, para alumni juga menyoroti FKIP di Padang Panjang telah melahirkan banyak tenaga pendidik berkualitas yang berperan dalam kemajuan pendidikan di berbagai daerah. Mereka khawatir bahwa pemindahan fakultas ini akan berdampak pada eksistensi kampus dan mengurangi daya tarik mahasiswa baru yang ingin kuliah di Padang Panjang.
Selain alumni, sejumlah mahasiswa dan dosen juga menyatakan keberatan atas rencana tersebut. Mereka berharap pihak universitas mempertimbangkan kembali keputusan ini dengan melibatkan seluruh pihak terkait dalam diskusi terbuka.
Sampai saat ini, pihak universitas belum memberikan pernyataan resmi terkait alasan di balik rencana pemindahan FKIP. Namun, para alumni berkomitmen untuk terus menyuarakan aspirasi mereka agar fakultas ini tetap berada di Padang Panjang, dan para mahasiswa tahun kuliah 2024 diharapkan untuk dikembalikan ke Kauman, Padang Panjang.
“Kami akan terus memperjuangkan agar FKIP tetap di sini. Jika perlu, kami siap melakukan audiensi dengan pihak Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah dan pihak terkait lainnya,” ujar Ketua, Fajri Fadil Febrian
Masyarakat dan pemangku kepentingan pendidikan di Padang Panjang, kini menunggu langkah selanjutnya dari Universitas Muhammadiyah dalam menanggapi aspirasi para alumni yang ingin mempertahankan FKIP di tempat asalnya.
Aldias Sastra salah seorang tokoh masyarakat sekaligus juga Alumni FKIP lulusan 1992 mengatakan, alasannya mempertahankan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat (UMSB) tetap di Padang Panjang karena memiliki sejarah panjang yang berawal dari pendirian Fakultas Falsafah dan Hukum pada 18 November 1955. Fakultas ini diresmikan oleh Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah saat itu, AR. Sutan Mansur dengan Dr. H. Ali Akbar sebagai Rektor pertama dan Drs. Danuhusodo sebagai Dekan.
Dengan sejarah yang kaya dan komitmen terhadap pendidikan, FKIP UMSB terus berperan dalam mencetak tenaga pendidik yang berkualitas dan berintegritas di Sumatera Barat.
Dalam pertemuan di ruang rapat terbatas FKIP Muhammadiyah Kamis (6/3/2025) pagi menjelang siang itu, sejumlah mahasiswa, dosen dan alumni di depan Rektor DR. Riki Saputra, MM dan DR. Ahmad Lahmi, PDM dan PWM yang hadir mengungkapkan ketidakpuasan mereka terhadap keputusan ini. Mereka menilai pemindahan kampus dilakukan secara tertutup tanpa konsultasi yang memadai.
“Kami baru tahu setelah keputusan final dibuat. Tidak ada ruang diskusi bagi kami yang terdampak langsung,” ujar salah seorang dosen yang enggan disebut namanya.
Isu yang beredar semakin memanas setelah muncul dugaan adanya kepentingan bisnis dibalik pemindahan ini. Beberapa sumber menyebutkan, lahan kampus lama diduga akan dialihfungsikan untuk proyek komersial yang melibatkan pihak ketiga.
“Kalau memang murni demi peningkatan kualitas pendidikan, mengapa semuanya serba tertutup?” tambah seorang mahasiswa yang turut berunjuk rasa.
Rektor Riki Saputra dalam pertemuan itu memberikan klarifikasi resminya terkait dugaan tersebut. Namun, sumber internal menyebutkan bahwa keputusan pemindahan ini melibatkan kesepakatan dengan pihak eksternal yang tidak diumumkan secara terbuka.
Di sisi lain, sejumlah akademisi menyoroti perlunya transparansi dalam kebijakan pendidikan, terutama di institusi berbasis keagamaan yang menjunjung tinggi nilai kejujuran dan keadilan. “Kita berharap ada keterbukaan dari pihak kampus, agar kepercayaan mahasiswa dan masyarakat tetap terjaga,” kata Romi Martianus, seorang pengamat pendidikan sekaligus pengacara kondang kota Padang Panjang.
Sementara mahasiswa menilai pemindahan ini dilakukan secara semena-mena tanpa mempertimbangkan dampak terhadap mereka yang sudah menetap dan berkuliah di Padang Panjang.
“Kami merasa ditinggalkan tanpa ada musyawarah yang jelas. Banyak dari kami berasal dari luar daerah dan sudah beradaptasi dengan kehidupan di sini,” ujar salah seorang mahasiswa yang enggan disebutkan namanya.
Selain mahasiswa, masyarakat Padang Panjang juga ikut angkat suara. Mereka khawatir pemindahan FKIP akan berdampak buruk terhadap ekonomi lokal, terutama bagi pelaku usaha kecil yang bergantung pada keberadaan mahasiswa.
“Warung makan, kos-kosan, usaha laundry, semua akan terkena dampak. Keputusan ini harus dikaji ulang,” kata seorang pedagang di sekitar kampus.
Pihak kampus hingga saat ini belum memberikan klarifikasi resmi tentang alasan di balik rencana pemindahan tersebut. Namun, beberapa sumber menyebutkan bahwa keputusan ini terkait dengan kebijakan pengembangan institusi dan efisiensi infrastruktur murni dari PP Muhammadiyah yang datang langsung ke kampus FKIP.
Sementara itu alumni dan mahasiswa berjanji akan terus melakukan aksi hingga tuntutan mereka didengarkan. Mereka juga meminta adanya transparansi dari pihak kampus terkait kebijakan ini.
Gejolak penolakan terhadap pemindahan FKIP menandakan pentingnya komunikasi antara pihak kampus dan civitas akademika, agar keputusan yang diambil tidak menimbulkan keresahan di masyarakat. (Ph)