Dakwah  

Meningkatkan Kualitas Ketaqwaan dan Mempertahankan Kesucian Pasca Ramadhan

Oleh : H. Abdel Haq, S.Ag, MA *

ALHAMDULILLAH wa syukrulillahi, umat Islam sedunia bergembira ria, mensyukuri hari kemenangannya, setelah berhasil dengan sukses melakukan rangkaian ibadah di bulan suci Ramadhan 1446 H.

Hari kemenangan tersebut disambut dengan lantunan takbir, Allahu Akbar, Allah Maha Besar, sebuah pengakuan luar biasa hanya Allah Swt saja yang wajib dibesarkan dan diagungkan. Selain Allah adalah makhluk yang kecil, tidak bisa memberikan manfaat dan tidak juga bisa mendatangkan mudharat.

Kalimat tahlil, laa ilaaha illallahu bergema dari semua pelosok, sebagai pertanda hanya Allah Swt saja yang berhak disembah dan hanya kepada Allah Swt saja tempat minta bantuan dan pertolongan.

Kalimat tahmid, wa lillaahilhamdi, bergema memenuhi angkasa raya, menyatakan dengan tegas, hanya Allah Swt saja yang pantas mendapatkan pujian dan sanjungan. Karena Allah Swt telah memfasilitasi manusia dan makhluk lain dengan menyediakan segala kebutuhannya.

Betapa senang dan bahagianya umat Islam beriman, setelah mengikuti pelatihan dan pendidikan selama bulan Ramadhan, yang akhirnya berhak menyandang titel orang yang bertaqwa, muttaqin. Yang merupakan sasaran dan tujuan akhir dari segala rangkaian ibadah yang telah dilakukan, mulai dari pelaksanaan puasa dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari. Mendirikan shalat berjamaah,

shalat tarwih, witir dan shalat tahajjud. Membaca Al-Quran, mentadabbur, menghayati isi kandungan Al-Quran, beristighfar, berdo’a, berinfaq dan melakukan amal kebaikan lainnya.

Pasca bulan suci Ramadhan umat Islam beriman, tidak boleh terlena dan lalai. Apalagi sampai melupakan pembinaan dan pelatihan yang telah didapatkan. Meski pun telah berhak meraih predikat taqwa dan berhasil menjadi hamba Allah Swt yang suci, bagaikan seorang bayi yang baru dilahirkan oleh ibunya. Bukan berarti tugas dan tanggung jawab telah selesai dan berhenti sampai di sini. Akan tetapi, tugas yang akan dihadapi malah semakin lebih berat lagi. Yaitu bagaimana upaya meningkatkan kualitas ketaqwaan, serta memelihara dan mempertahankan kesucian yang telah diraih.

Selama bulan suci Ramadhan umat Islam beriman, bersemangat melakukan aneka ibadah. Siang hari berpuasa dengan penuh semangat, memelihara diri dari segala hal yang membatalkan puasa. Mendirikan shalat berjamaah setiap waktu di masjid dan mushalla, melakukan shalat rawatib, shalat dhuha, membaca dan menamatkan Al-Quran minimal satu kali selama bulan Ramadhan. Meningkatkan semangat untuk berinfaq, bershadaqah dan peduli kepada faqir miskin, orang terlantar, ibnu sabil serta peduli terhadap mereka yang berjuang di jalan Allah Swt.

Pasca Ramadhan, diharapkan kebiasaan baik dan trend positif yang dilaksanakan selama sebulan penuh itu, dapat dilanjutkan, dikembangkan, sehingga menjadi kebiasaan baik sepanjang kehidupan. Inilah yang sebenarnya yang menjadi tujuan dan sasaran utama dalam melaksanakan rangkaian ibadah di bulan suci Ramadhan.

Bagaimana cara meningkatkan kualitas ketaqwaan dan mempertahankan kesucian itu?

Setelah umat Islam beriman mampu meraih derajat taqwa dan menemukan kembali jati diri sebagai hamba Allah Swt yang fitrah, suci. Seperti seorang bayi yang baru dilahirkan oleh ibunya.

Dalam hal ini Allah Swt mengingatkan  dalam surah Ar-Rum ayat 31 :

“Muniibiina ilaihi wattaquuhu wa aqiimush shalaata wa laa takuunuu minal muysrikiina” (Q. 30 : 31).

 Artinya : ” dengan kembali bertaubat kepada-Nya, bertakwalah kepada-Nya, dan dirikanlah shalat serta jangan kamu mempersekutukan Allah “.

Berdasarkan firman Allah Swt di atas, setidaknya ada 4 hal pokok yang harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan dan mempertahankan kesucian pasca bulan suci Ramadhan tersebut dengan :

1. Tetap kembali bertaubat kepada Allah Swt .

Selama di bulan Ramadhan hamba Allah yang beriman dilatih untuk melakukan istighfar, minta ampunan Allah Swt dengan banyak zikrullaah, membaca Al-Quran, mentadabbur Al-Quran serta mengamalkan isi kandungan Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari. Pasca bulan Ramadhan pun, mereka akan tetap berikhtiar untuk senantiasa taqarrub kepada Allah Swt, mendekatkan diri dengan melakukan amal-amal kebaikan, yang akan membawa dirinya kembali berdekatan dengan Allah Swt dan selalu dalam tuntunan Allah Swt.

Begitulah karakteristik orang beriman dalam keseharian, mereka berupaya memaksimalkan diri untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan dan mempertahankan kesucian yang telah didapatkan.

Mereka akan selalu melafadzkan kalimah-kalimah  thayyibah. Subhaanallaah wal hamdulillah wa laa ilaaha illallahu wallaahu akbar laa haula wa laa quwwata illaa billaahil ‘aliyyil ‘azhiim.

Bahkan mereka amat menyadari dengan kelemahan, keterbatasan yang dimiliki. Yang tidak pernah luput dari kesalahan dan kekhilafan. Rasulullah Muhammad SAW saja yang ‘ashim, terlepas dari kesalahan, dosa.

Bahkan 0telah dijamin Allah Swt untuk menempati surga yang penuh kenikmatan. Rasulullah Muhammad SAW selalu beristighfar, minta ampunan Allah Swt tidak kurang dari seratus kali dalam sehari. Bagaimana selaku manusia biasa, tentu istighfar dan mohon ampunan Allah Swt diharapkan lebih banyak lagi dari Baginda Rasulullah Muhammad SAW. Karena manusia adalah makhluk yang dha’if, lemah yang tidak luput dari kesalahan, kekhilafan dan dosa.

2. Meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Allah Swt

Ketaqwaan dalam pengertian yang sederhana, yaitu melaksanakan segala perintah Allah Swt dan menjauhi semua larangan-Nya. Dengan rincian orang yang bertaqwa itu selalu berpegang teguh dengan Al-Quran, menjadikan kitab Al-Quran sebagai pedoman, tuntunan dalam kehidupannya.

Tegasnya Al-Quran sebagai way of life. Apa pun yang dilakukan dalam kesehariannya, akan diwarnai oleh cahaya Al-Quran, selalu menjadikan Al-Quran sebagai katalisator, sebagai sumber nilai dalam kehidupannya.

Di samping itu mereka yang bertaqwa, selalu menafkahkan sebahagian hartanya untuk kepentingan fi sabilillah, untuk kepentingan umat, kepentingan umum dan dunia pendidikan.

Mereka yang bertaqwa sangat yakin dan percaya dengan yang ghaib, termasuk percaya adanya hari pembahasan di akhirat kelak. Selepas bulan Ramadhan orang yang bertaqwa, juga melanjutkan berpuasa enam hari selama bulan Syawal. Adapun keutamaan berpuasa enam hari di bulan Syawal, sama nilainya berpuasa sunah, selama setahun.

3. Menjaga pelaksanaan shalat setiap waktu

Mereka yang bertaqwa, akan selalu memelihara pelaksanaan ibadahnya, berupaya maksimal untuk mendirikan shalat berjamaah di masjid dan mushalla tempat tinggalnya. Sebagaimana yang telah dipraktekkan di bulan Ramadhan.

Di samping itu, orang yang bertaqwa selalu melaksanakan shalat-shalat sunnah. Seperti shalat rawatib, yang mengiringi shalat fardhu, juga mendirikan shalat tahajjud, dhuha, begitu juga dengan shalat sunnah lainnya, yang disukai Rasulullah Muhammad SAW.

Mereka sangat menyadari, bahwa amal ibadah yang pertama sekali dihisab oleh Allah Swt adalah shalat. Sebagaimana Sabda Rasulullah Muhammad SAW :

“Awwalu maa yuhaasabu bihil ‘abdu ash-shalaatu, idzaa shaluhat shaluha saa-iru ‘amalihi, wa idzaa fasadat fasada saa-iru ‘amalihi “. Artinya : ” yang pertama sekali dihisab terhadap seorang hamba, adalah shalat. Apabila shalatnya baik, maka bernilai baiklah seluruh amalannya. Apabila bila shalatnya rusak, maka rusak pula seluruh amalnya “.

Begitu lah urgensi dan pentingnya shalat dalam kehidupan seorang muslim beriman. Sehingga ibadah shalat ini tidak bisa ditandingi oleh ibadah yang lain. Karena ibadah shalat merupakan ciri khas, karakteristik muttaqin, pembeda antara mereka yang beriman dengan mereka yang kafir. Shalat pun juga tangga tempat naiknya posisi dan derajat orang beriman. Bahkan ibadah shalat, merupakan syarat utama untuk bisa melakukan aktivitas  setelah mereka mendirikan shalat. Justeru itu sudah sepantasnya umat Islam beriman memelihara dan meningkatkan kualitas ibadah shalatnya sepanjang hayat.

4. Jangan mempersekutukan Allah Swt

Salah satu dosa besar yang wajib dijauhi oleh umat Islam yang beriman, adalah mempersekutukan Allah Swt dengan yang lain. Jangan pernah menduakan atau menganggap masih ada yang lebih berkuasa selain Allah Swt.

Mempersekutukan Allah Swt dengan yang lain adalah dosa besar yang tidak akan pernah diampuni Allah Swt, kecuali yang bersangkutan bertaubat kepada-Nya. Sebagaimana firman Allah Swt dalam surah An-Nisaa’ ayat 116 :

“Innallaaha laa yaghfiruu ayyusyraka bihii wa yaghfiruu maa duuna dzaalika limay yasyaa-u, wa mayyusyrik billaahi faqad dhalla dhalaalam ba’iidaa “. Artinya : ” Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni ( dosa ), karena memperse-kutukan-Nya ( syirik ), tetapi Dia meng-ampuni dosa yang selain syirik  bagi siapa yang Dia kehendaki. Siapa pun yang mem-persekutukan Allah sungguh telah tersesat jauh.”

Justeru itulah umat Islam beriman wajib menjauhi perbuatan yang menjurus kepada mempersekutukan Allah Swt. Apa pun alasannya Allah Swt tidak akan tertandingi. Hanya kepada Allah saja umat Islam beribadah dan kepada Allah saja minta bantuan dan pertolongan. Allaahush shamad, Allah tempat meminta dan Allah Swt sebaik-baik pemberi rezeki, Wallaahu khairur raaziqiin.

*Penulis Aktivis Dakwah, Jurnalis dan terakhir Kakankemenag Kabupaten Dharmasraya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *