PADANG, FOKUSSUMBAR.COM-Langit Kota Padang sore itu berwarna jingga keemasan, seolah ikut menyaksikan perjalanan seorang anak muda kurus kerempeng-(jika angin berhembus kuat ia akan terbang), yang penuh dengan kekonyolan dan mimpi-mimpi besar.
Saya jojo seorang siswa SMA 3 Padang yang awalnya bercita-cita masuk AKABRI ( Sekarang AAD), namun akhirnya menempuh jalan hidup yang sama sekali berbeda.
Masuk ke SMA 3 Padang pada tahun 1992 adalah sebuah kebanggaan. Sekolah ini adalah salah satu yang terbaik, waktu itu masuk SMA 3 padang seperti memasukan benang kedalam jarum, sulit minta ampun dan Saya berharap bisa menempa diri di sini untuk mewujudkan impian masuk Akademi Militer.
Sebelum bergabung ke SMA 3 padang dulu, Saya sempat mencoba peruntungan di SMA Taruna Nusantara, Magelang, salah satu cara untuk mewujudkan mimpi, tapi takdir berkata lain. Saya tidak lolos. Namun, semangat tak pudar.
Saya menemukan banyak hal yang tak terduga, ketika awal diterima dikelas 1. Salah satunya adalah pengalaman yang membuat ingin menghilang ke dalam tanah: seorang teman wanita menegur bahwa resleting celan terbuka! Gawatnya!! dia langsung memasangkan.
Mungkin karena tampang yang polos, lugu dan hinga ia dengan berani bertindak tanpa ada penghantar pendahuluan. Saya langsung merasa wajah panas, dan saat melihat teman-teman perempuan berbisik dan tertawa kecil.
Saya tahu bahwa ini akan menjadi salah satu cerita yang tak akan terlupakan di kelas kami. Sejak saat itu, Saya sering mengecek celana sebelum berdiri dari bangku. Trauma!
Di kelas ini juga, Saya menjadi bagian dari Gang Elang, kelompok kecil yang dipimpin oleh seorang teman bernama Jhon.
Kami bukan geng yang nakal, tapi lebih ke geng pencari pengalaman (dan tentu saja kekonyolan). Salah satu kejadian yang paling diingat adalah ketika Saya mewakili sekolah dalam lomba Kimia sebagai anggota KIR (Kelompok Ilmiah Remaja).
Saya datang ke IKIP Padang (sekarang UNP) dengan percaya diri, hingga sadar ada yang aneh. Ya Tuhan! Saya hanya memakai kaos kaki sebelah! Satu di kaki kanan, sementara kaki kiri telanjang begitu saja. Saat sadar.
Saya mencoba duduk manis, berharap tak ada yang memperhatikan. Tapi teman-teman yang melihat malah tertawa dan menjadikannya bahan lelucon. Sejak itu, Walaupun Saya tidak mndapatkan julukan apa apa namun pengalama itu sungguh berbekas.
Saat naik ke kelas dua, Saya memilih jurusan Biologi. Ini bukan jurusan favorit, tapi Saya menyukainya. Tubuh masih kurus kering rambut berdiri tegak bila di potong pendek seperti bahan sapu ijuk, teman sering berkelakar kamu cocok berdiri di samping kasir rumah makan padang, sebab rambutmu bisa sebagai penganti tusuk gigi.
Karena itu saya mendapat julukan lain dari teman-teman: “Bokir”, karena tubuh yang mirip dengan salah satu tokoh komedi terkenal saat itu.Meskipun panggilan itu tidak pernah saya sukai, Saya mencoba cuek dan mengikuti nasihat orang tua Saya: “Kita tidak akan bisa mengendalikan 1000 mulut orang cukup kendalikan cara kita berfikir.!
Puncak kekonyolan terjadi saat perpisahan kakak kelas. Kelas kami memutuskan untuk membuat parodi dan, entah kenapa, Saya yang terpilih untuk berperan sebagai Mince, karakter wanita yang terkenal, Saya hanya menurut, tapi setelah tampil, Saya sadar ada konsekuensi besar: teman-teman mulai memanggil “Mince”! Oh tidak! Mungkin karena peran yang sangat menghayati saat itu.
Nama itu sempat melekat cukup lama, dan setiap kali mendengar seseorang menyebutnya, Saya hanya bisa tersenyum pahit. Tapi, di satu sisi, pengalaman ini sedikit banyak membantu menghadapi demam panggung.
Karena sejatinya, Saya adalah seorang introver. Bertemu teman wanita saja gugup, apalagi berbicara di depan umum. Sejak SMP, Saya dijuluki “Gempa Man” karena tubuh selalu bergetar saat harus tampil di depan orang banyak, saking parahnya Saya pernah di bergemetaran dihadapan 600 orang murid dilapangan upacara saat membacakan Undang Undang Dasar 45, dan itu sungguh memalukan dan membuat trauma mendalam.
Bahkan ketika di SMA, saat guru kesenian meminta Saya berdiri dan bernyanyi, Saya masih mengalami hal yang sama. Kaki gemetar, suara berubah, rahang kaku, keringat dingin bercucuran. Untung Saya memakai celana panjang, jadi getaran lutut tidak terlihat jelas. Tapi tetap saja, momen ini menjadi jantung berdebar kencang..
Di kelas tiga, Saya berada di III Bio 4. Saya mulai lebih serius mempersiapkan masa depan. Namun, impian untuk masuk AKABRI perlahan-lahan mulai pudar. Bukan karena Saya tak menginginkannya lagi, tapi karena Saya mulai ragu dengan kemampuan, sempat Saya berfikir suatu hari nanti Saya mau menjadi apa?? Dalam hati kecil saya bertanya-tanya, apakah saya bisa mewujudkan impian dan membahagiakan orang tua saya ??
Tapi siapa sangka, Saya yang dulunya demam panggung, “Bokir”, “gempa man” dan “Mince” akhirnya sampai pada titik ini. Thanks God, atas semua ini nikmat yang diberikan. Seandainya Saya bisa berbicara dengan Jojo SMA, Saya ingin berkata: “Tenang saja, Bro! Semua ejekan, kekonyolan,kegalauan dan kegagalan ini hanyalah bagian dari perjalanan menuju kesuksesan. Kamu akan menemukan panggung yang lebih besar, dan kali ini, kamu tidak akan gemetar lagi.” (*)
Dedi Vitra Johor, Dahzyat !!
Pengusaha, Motivator