Oleh : Faiza Zahra*
Sebagai generasi muda yang tumbuh di era digital dan modern, saya sering merenung: apakah budaya tradisional masih memiliki tempat dalam kehidupan kita saat ini? Di tengah arus globalisasi yang kuat dan tren luar negeri yang begitu mudah diakses, tak jarang saya melihat teman-teman sebaya lebih akrab dengan budaya asing dibandingkan dengan budaya dari daerahnya sendiri.
Padahal, budaya bukan hanya sekadar peninggalan masa lalu, melainkan identitas dan jati diri kita sebagai bangsa. Tanpa mengenal akar budaya sendiri, kita bisa kehilangan arah dalam memahami siapa sebenarnya diri kita. Indonesia memiliki kekayaan budaya yang sangat luar biasa, dari Sabang hingga Merauke, dengan keragaman adat, bahasa, dan tradisi yang unik di setiap daerah.
Sayangnya, kekayaan ini seringkali dianggap kuno atau ketinggalan zaman oleh sebagian anak muda. Padahal, menurut saya, budaya justru bisa menjadi sumber kebanggaan jika kita memaknainya secara lebih dalam dan terbuka. Perlu ada kesadaran bersama bahwa budaya adalah warisan yang tidak ternilai, dan tugas kita sebagai generasi muda adalah menjaga agar warisan ini tetap hidup.
Sebagai anak muda, saya percaya bahwa kita memiliki peran besar dalam menjaga dan menghidupkan kembali nilai-nilai budaya tradisional, tetapi tentu dengan pendekatan yang relevan dengan zaman. Salah satu caranya adalah dengan memanfaatkan media sosial dan teknologi yang ada untuk menyebarkan konten positif tentang budaya lokal.
Misalnya, membuat video edukatif di TikTok, mengenalkan pakaian adat melalui Instagram, atau bahkan mempopulerkan musik tradisional di platform digital. Hal-hal sederhana seperti memakai batik ke kampus, menghargai makanan khas daerah, atau mendengarkan cerita rakyat dari orang tua juga merupakan bentuk nyata pelestarian budaya. Saya sendiri sedang belajar lebih dalam tentang budaya Minangkabau—memahami adat, filosofi hidup, dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Proses ini memang tidak selalu mudah, tetapi saya merasa semakin mengenal budaya sendiri, semakin saya mengenal diri saya. Melestarikan budaya tidak berarti menolak kemajuan atau perubahan. Justru dengan kreativitas, teknologi, dan semangat muda, kita bisa membuat budaya Indonesia dikenal lebih luas, bahkan hingga mancanegara.
Kita bisa menjadi generasi yang modern dan terbuka, namun tetap berakar kuat pada nilai-nilai budaya sendiri. Karena pada akhirnya, budaya bukan hanya tentang masa lalu, melainkan tentang siapa kita hari ini, dan bagaimana kita membentuk masa depan.
Selain melalui media sosial, pendidikan juga memiliki peran penting dalam menanamkan kecintaan terhadap budaya sejak dini. Sekolah dan kampus bisa menjadi ruang yang mendukung pelestarian budaya, misalnya dengan mengadakan lomba seni tradisional, pameran budaya lokal, atau menyisipkan materi tentang nilai-nilai budaya dalam pelajaran. Saya membayangkan betapa menyenangkannya jika setiap siswa tidak hanya tahu teori, tetapi juga diajak langsung untuk terlibat dalam kegiatan budaya.
Dengan cara ini, budaya tidak hanya diajarkan, tetapi juga dirasakan dan dihayati secara langsung. Karena menurut saya, ketika kita mengalami sesuatu secara langsung, maka keterikatan dan kepedulian akan tumbuh lebih dalam. Maka dari itu, peran lembaga pendidikan sangat penting dalam menghubungkan budaya dengan kehidupan generasi muda sehari-hari.
Namun, semua usaha itu akan sia-sia jika tidak dimulai dari kesadaran diri sendiri. Menurut saya, mencintai budaya tidak harus menunggu momen atau acara besar. Bahkan dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa menjadi agen pelestarian budaya. Misalnya dengan tetap menggunakan bahasa daerah dalam percakapan di rumah, belajar memasak makanan tradisional bersama keluarga, atau mengabadikan momen budaya dalam bentuk tulisan dan foto yang dibagikan ke media sosial.
Generasi muda memiliki energi, kreativitas, dan kemampuan adaptasi yang tinggi. Jika semua potensi itu diarahkan untuk melestarikan budaya, saya yakin kita bisa membuat budaya Indonesia tetap hidup dan membanggakan, bukan hanya untuk bangsa kita, tapi juga di mata dunia. Karena budaya adalah wajah kita, dan merawatnya adalah bentuk cinta kita pada tanah air.
Sebagai generasi muda, kita memiliki tanggung jawab moral untuk tidak hanya menikmati kekayaan budaya yang diwariskan, tetapi juga ikut menjaganya agar tidak punah oleh zaman. Budaya bukan sekadar simbol atau tradisi lama, melainkan cerminan dari jati diri dan nilai-nilai kehidupan yang telah membentuk kita sebagai bangsa.
Kita tidak harus memilih antara menjadi modern atau mencintai budaya karena keduanya bisa berjalan beriringan. Justru lewat semangat dan kreativitas anak muda, budaya bisa dikemas menjadi sesuatu yang menarik, relevan, dan membanggakan.Dengan langkah kecil namun konsisten, saya percaya kita bisa menjadi agen perubahan yang mencintai, merawat, dan memperkenalkan budaya Indonesia ke dunia. Dimulai dari diri sendiri, lingkungan sekitar, hingga platform digital yang kita gunakan setiap hari, semua bisa menjadi jalan untuk menjaga warisan leluhur.
Mari kita buktikan bahwa generasi muda Indonesia bukan generasi yang melupakan akar, tapi generasi yang tumbuh kuat di atas budaya sendiri. []
*Mahasiswa Ilmu Komonikasi Universitas Ekasakti