Oleh : Mr. Dedi Vitra Johor*
PERNAH merasa sudah berjuang sekuat tenaga, lalu realita seperti menampar dari segala arah? Merintis bisnis, membangun karier, atau sekadar bertahan dalam tekanan hidup—semua pasti pernah membawa kita ke titik jatuh.
Tapi, izinkan saya mengajak Anda merenung sejenak: jatuh itu biasa. Justru aneh kalau Anda belum pernah jatuh. Namun, bangkit dengan ilmu? Nah, di situlah letak luar biasanya.
Dalam dunia bisnis, jatuh bukan sekadar risiko. Ia adalah bagian dari kurikulum. Dan percayalah, hanya mereka yang belajar dari jatuhnya yang akan naik kelas.
Kita tumbuh dalam budaya yang cenderung menyembunyikan kegagalan. Di media sosial, semua terlihat “baik-baik saja”, padahal kenyataannya penuh luka, air mata, dan tagihan yang tak terbayar dikejar debt collector. Tapi mari kita luruskan satu hal: jatuh itu bukan aib, melainkan bukti bahwa Anda sedang bergerak. Bukti anda sedang bertumbuh.
Coba saya bertanya kepada anda, Apa yang biasanya kita lakukan saat jatuh? Secara refleks, kita tengok kanan-kiri. Bukan karena sakit—tapi karena malu dilihat orang. Benar?
Nah, itulah salah satu penyakit mindset yang paling banyak menghambat pertumbuhan: menganggap jatuh itu memalukan, terkecuali persoalan moral yang anda langgar.
Padahal dalam hidup, terutama dalam bisnis, jatuh adalah bagian dari proses. Anda tidak bisa belajar naik sepeda tanpa pernah jatuh dulu. Anda tidak bisa belajar berenang tanpa sempat tenggelam dan panik. Sama juga dengan dunia bisnis atau perjalanan jadi pengusaha.
“Orang yang tidak pernah gagal, bisa jadi karena ia tidak pernah mencoba hal besar.”
Lihat para pengusaha sukses. Hampir semuanya punya kisah jatuh yang menyakitkan. Jeff Bezos pernah dibilang gila karena meninggalkan pekerjaan di Wall Street demi buka toko buku online. Tapi apakah mereka berhenti?
Tidak. Karena mereka paham satu hal penting: jatuh itu bukan lawan dari sukses. Jatuh adalah jalannya.
Jadi, kenapa kita harus berhenti malu?
Anda mungkin lihat teman Anda selalu terlihat sukses di media sosial. Tapi Anda tidak melihat perjuangan di balik layar: penolakan dari klien, omset anjlok, hingga keraguan diri. Kita hanya melihat highlight, bukan keseluruhan film hidup mereka.
Saat kita malu, kita menyembunyikan kegagalan. Akibatnya? Kita tidak memproses pelajarannya. Tidak merefleksi. Tidak mencari tahu apa yang salah. Dan akhirnya… kita jatuh di tempat yang sama lagi nanti.
Karena rasa malu membuat kita takut mencoba lagi, Takut gagal adalah satu hal. Tapi takut gagal karena malu—itu lebih dalam. Banyak orang mandek bukan karena nggak bisa, tapi karena takut dilihat jatuh. Padahal, yang menertawakan biasanya bukan orang yang lebih hebat. Mereka hanya penonton yang tidak ikut main di lapangan.
Jadi kalau saat ini Anda sedang jatuh—proyek gagal, omzet anjlok, ditinggal partner, atau kehilangan kepercayaan diri—tenang. Anda tidak sendirian. Anda sedang berada di jalur yang benar. Anda sedang belajar.
Anda tentu tahu banyak orang yang jatuh… lalu bangkit… lalu jatuh lagi… dan begitu terus. Kenapa bisa begitu? Karena sering kali mereka bangkit dengan tenaga, bukan dengan ilmu.
Coba bayangkan: Anda mengendarai mobil tanpa belajar rambu lalu lintas. Mungkin Anda bisa melaju sebentar, tapi tabrakan hanya soal waktu. Sama seperti bisnis—tanpa ilmu, Anda seperti orang buta yang menyeberang jalan.
Bangkit itu perlu energi. Tapi agar tidak jatuh di lubang yang sama, Anda butuh pengetahuan.
“Belajar dari kesalahan sendiri memang baik. Tapi belajar dari kesalahan orang lain jauh lebih cerdas.” – Dedi Vitra Johor
Banyak pengusaha yang rela menggelontorkan ratusan juta rupiah untuk belanja stok, sewa kantor, atau promosi digital. Tapi saat ditanya soal biaya pelatihan, workshop, atau mentoring? Langsung bilang, “Mahal.”
Padahal, menurut Warren Buffet:
“The best investment you can make is in yourself.”
(Investasi terbaik yang bisa Anda lakukan adalah pada diri Anda sendiri.)
Ilmu adalah aset yang tak bisa dicuri, tak bisa kedaluwarsa, dan selalu bisa ditingkatkan. Dan yang paling penting, ilmu mengubah cara Anda memandang kegagalan. Yang tadinya membuat Anda menyerah, bisa jadi batu loncatan untuk strategi baru.
Izinkan saya bercerita sedikit. Tahun 1998, saya memulai karier sebagai pengusaha tanpa guru. Saya bangun perusahaan demi perusahaan—dari properti, peternakan, koran, sampai cargo. Tapi sayangnya, semua berguguran. Ada yang hanya bertahan satu tahun, bahkan lebih pendek dari itu.
Pahit? Jelas. Saya kehilangan miliaran rupiah. Hampir saja sertifikat tanah orang tua tergadaikan. Di titik itu, saya sadar: ini bukan cuma soal kerja keras. Saya butuh guru. Saya butuh ilmu.
Dan di tahun 2002, saya menemukannya. Sejak itu, hidup saya mulai berubah. Tapi saya tak berhenti belajar. Saya terus berguru—dari Anthony Robbins, Robert Kiyosaki, hingga para mentor Di Indonesia seperti Tung Desem Waringin. Biayanya? Ratusan juta. Tapi nilainya? Tak terhingga.
Dunia berubah cepat. Pasar berubah. Teknologi berubah. Konsumen berubah. Bahkan algoritma media sosial pun berubah setiap bulan. Tanpa ilmu baru, Anda akan tertinggal.
Contoh nyata? Lihatlah para pelaku UMKM yang dulu hanya menjual lewat toko fisik. Saat pandemi melanda, yang mampu beradaptasi dengan ilmu digital marketing—dari marketplace, sosial media, hingga TikTok Shop—adalah yang tetap bertahan. Sisanya? Tenggelam.
Dan bukan cuma teknologi. Persaingan juga makin ketat. Modal bukan lagi satu-satunya pembeda. Kecepatan belajar dan kemampuan beradaptasi jadi kunci utama.
Ketika Anda bangkit dengan ilmu, Anda tidak hanya kembali ke titik semula. Anda kembali dengan cara berpikir yang baru, strategi yang lebih tajam, dan mental yang lebih kuat.
“Orang gagal yang belajar akan menjadi pemimpin dari mereka yang hanya mengandalkan keberuntungan.”
Setiap seminar yang Anda ikuti, setiap buku yang Anda baca, setiap mentor yang Anda temui, akan membentuk “versi upgrade” dari diri Anda. Bukan cuma untuk bisnis, tapi untuk hidup yang lebih bermakna.
Setelah Anda jatuh, apa yang membedakan Anda dari orang lain yang juga pernah jatuh?
Jawabannya satu: ilmu.
Semua orang bisa jatuh. Tapi tidak semua orang bisa bangkit dengan membawa pelajaran. Sebagian hanya bangkit karena ‘kepepet’, sebagian lagi bangkit karena malu. Tapi mereka yang benar-benar naik level hidupnya adalah mereka yang bangkit dengan kesadaran, pengalaman, dan pengetahuan baru.
Kenapa bangkit dengan ilmu itu luar biasa? Karena ilmu membuat kita tidak jatuh di lubang yang sama.
Dan lebih dari itu, ilmu membuat kita bisa melompati lubang-lubang berikutnya yang bahkan belum terlihat sekarang.
Bayangkan Anda berada di tengah hutan yang lebat. Jatuh di lubang adalah hal biasa. Tapi begitu Anda tahu di mana saja lubang itu berada, Anda bisa memetakan jalur yang lebih aman. Itulah fungsi ilmu: menjadi peta hidup.
“Ilmu itu seperti senter. Mungkin kecil, tapi bisa membuat Anda tidak terantuk batu dalam gelap.”
Dan hebatnya, saat Anda punya senter (ilmu), Anda bukan hanya bisa berjalan lebih aman, tapi juga bisa menuntun orang lain. Dari sinilah muncul pemimpin, mentor, dan pembimbing. Bukan karena dia tak pernah jatuh, tapi karena ia belajar dan kini bisa membagikan penerangnya.
Dalam dunia bisnis, ilmu punya peran strategis.
Misalnya:
• Ilmu digital marketing membuat Anda bisa menjangkau pasar lebih luas dengan biaya lebih efisien.
• Ilmu akuntansi dan laporan keuangan membuat Anda lebih siap masuk tender proyek besar.
• Ilmu leadership membuat tim Anda bekerja dengan semangat dan arah yang jelas.
• Ilmu komunikasi membuat Anda tidak lagi salah paham dengan rekan kerja, pasangan, bahkan investor.
Semua itu bisa menjadi “tuas” untuk naik kelas. Dari pebisnis lokal ke skala nasional. Dari pemilik bisnis kecil ke pengusaha dengan sistem. Dari motivator kampus ke pembicara korporasi.
Semua dimulai dari keberanian untuk belajar, meskipun saat jatuh.
Anda tidak ditakdirkan untuk gagal. Anda hanya sedang disiapkan untuk naik kelas. Tapi naik kelas butuh belajar. Butuh refleksi. Butuh kerendahan hati untuk berkata, “Saya butuh ilmu.”
Jatuh itu biasa, kawan. Tapi kalau Anda bangkit dengan ilmu—itulah yang akan membuat Anda luar biasa.
Mari terus belajar, terus bertumbuh, dan terus jadi versi terbaik dari diri Anda.
Dahzyat
* Pengusaha | Motivator