Kolom  

Mengharmonisasikan Hukum Adat dan Hukum Positif

Oleh : Dr. M.A.Dalmenda. M.Si*

Harmonisasi hukum adat dan hukum positif merupakan suatu proses penting dalam menciptakan sistem hukum yang adil dan berkelanjutan, terutama di daerah yang kaya akan tradisi dan budaya seperti Sumatera Barat. Dalam konteks ini, hukum adat yang telah lama menjadi pedoman masyarakat setempat harus dapat berinteraksi dan beradaptasi dengan hukum positif yang berlaku secara nasional.

Hukum adat adalah seperangkat norma dan aturan yang berkembang dalam masyarakat tertentu, yang dihasilkan dari tradisi dan kebiasaan setempat. Di Sumatera Barat, hukum adat sangat dipengaruhi oleh budaya Minangkabau yang menganut sistem matrilineal, di mana garis keturunan dan warisan diturunkan melalui pihak perempuan.

Sedangkan hukum positif adalah hukum yang ditetapkan oleh lembaga legislatif dan berlaku secara resmi dalam suatu negara. Di Indonesia, hukum positif mencakup berbagai peraturan perundang-undangan yang dihasilkan oleh pemerintah dan lembaga terkait.

Pentingnya harmonisasi antara kedua sistem hukum tersebut, tantangan yang dihadapi, serta upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai keselarasan. Harmonisasi antara hukum adat dan hukum positif sangat pberpengaruh  untuk menjaga keadilan sosial dan melestarikan nilai-nilai budaya berbasis pada kearifan lokal.

Dengan adanya harmonisasi, masyarakat dapat menjalani kehidupan sehari-hari dengan tetap menghormati tradisi mereka, sambil mematuhi peraturan yang ditetapkan oleh negara. Hal ini juga dapat mencegah konflik antara norma-norma adat dan hukum positif yang dapat merugikan masyarakat.

Meskipun penting, proses harmonisasi tidaklah mudah. Beberapa tantangan yang dihadapi antara lain: Perbedaan nilai dan prinsip yaitu  hukum adat sering kali memiliki nilai dan prinsip yang berbeda dengan hukum positif, sehingga dapat menimbulkan konflik dalam penerapannya.

Kurangnya pemahaman,  banyak masyarakat yang belum memahami hukum positif secara mendalam sehingga mereka cenderung lebih mengandalkan hukum adat dalam menyelesaikan sengketa.

Regulasi yang tidak mendukung, beberapa regulasi hukum positif mungkin tidak mengakomodasi keberadaan hukum adat, sehingga menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat yang mengandalkan hukum adat. Tak sedikit persoalan adat atau hubungan kekerabatan yang terjadi keretakan dan bahkan hingga perpecahan namun berujung pada penyelesaian pada hukum positif.

Untuk mencapai harmonisasi yang efektif, beberapa langkah yang dapat diambil berapa upaya diantaranya perlunya meningkatkan pemahaman masyarakat tentang hukum positif dan pentingnya harmonisasi dengan hukum adat melalui program pendidikan dan sosialisasi seperti melalui seminar atau diskusi kelompok yang diikuti oleh para pemangku kepentingan ninik mamak, bundo kandung, ulama, organisasi kepemudaan.

Langkah lebih lanjut, [ara pemangku kepentingan melakukan dialog dengan pemerintah yang melibatkan para penegak hukum seperti kepolisian, setidaknya seperti yang dilakukan oleh Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Kabupaten Solok yang dipimpin oleh mantan bupati Solok dua periode, Dr. H. Gusmal, SH.MM. Dt. Rajo Lelo melalui seminar menyoal hukum adat dan hukum positif serta bahaya narkoba yang diikuti oleh 40 anggota dan pengurus Lembaga adat tersebut.

Edukasi soal hukum adat dan hukum positif tak hanya selesai pada ninik mamak yang tergabung pada LKAAM Tingkat kabupten saja tapi harus secara berkenjang ke bawahnya tingkat kecamatan hingga ke ninik mamak yang berada di Kerapatan Adat Nagari (KAN) pada masing nagari hingga sampai pada unit terkecil yaitu masing suku  yang ada pada setiap nagari.

Dalam merealisasikan itu tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit, di situlah peran pemerintah Kabupaten Solok untuk ketersediaan anggaran. Selain itu terketuk juga hati dan terpikirkan juga bagi para anggota dewan dari DPRD setempat, DPRD Sumbar dan DPR-RI dapil dari daerah tersebut untuk menyalurkan dana pokirnya

Dari seminar tersebut diupayakan untuk terciptanya penyusunan kebijakan yang inklusf  untuk  dapat mengembangkan kebijakan yang mempertimbangkan keberadaan hukum adat dalam setiap aspek perundang-undangan yang baru sehingga nantinya  mendorong pengakuan hukum adat dapat secara resmi dalam hukum nasional.

Gayung bersambut dari gagasan Gusmal Dt.Rajo Lelo datang dari Wakil Bupati Solok, H. Candra, S.H.I dengan memfasilitasi kegiatan seminar sebagai peluncuran program perdana. Dikatakan Wabup Chandra saat membuka seminar tersebut, bahwa  hukum adat memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Minangkabau. Sebagai bagian dari identitas budaya, hukum adat mencerminkan nilai-nilai, norma, dan tradisi yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.

Dalam konteks ini, Wabup Chandra, penting untuk memahami bagaimana hukum adat dapat disinergikan dengan hukum nasional untuk mencapai keadilan dan kepastian hukum bagi Masyarakat. Hukum adat dan hukum positif merupakan dua sistem hukum yang berbeda namun saling melengkapi.

Hukum adat adalah norma-norma yang berkembang dalam masyarakat tertentu dan diakui sebagai aturan yang mengatur perilaku sosial, sedangkan hukum positif adalah hukum yang ditetapkan oleh lembaga resmi dan berlaku secara umum.

Dalam dokumen ini, kita akan membahas bagaimana hukum adat dapat disinergikan dengan hukum positif untuk menciptakan sistem hukum yang lebih harmonis dan efektif.

Salah satu cara untuk menyinergikan hukum adat dengan hukum positif adalah dengan mengakui keberadaan hukum adat dalam sistem hukum nasional. Beberapa negara, termasuk Indonesia, telah mengakui hukum adat sebagai bagian dari hukum nasional.

Hal ini memungkinkan hukum adat untuk berfungsi dalam konteks hukum positif, selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar hukum yang berlaku.

Hukum adat kadang  menawarkan cara penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan lebih sesuai dengan nilai-nilai, norma dan aturan yang berlaku pada masyarakat setempat.

Dengan mengintegrasikan mekanisme penyelesaian sengketa adat ke dalam sistem hukum positif, masyarakat dapat memperoleh keadilan yang lebih sesuai dengan konteks budaya dimana merekmasyarakat itu berada, dima bumi dipijak mako di sinan langik dijunjuang. []

* Wakil Ketua LKAAM Kabupaten Solok

Exit mobile version