Brand Pribadi Adalah Aset: Bangun Sebelum Terlambat

Oleh : Mr. Dedi Vitra Johor*

Anda yang sedang membangun masa depan…??
Pernahkah Anda berpikir: “Saya kan bukan artis, kenapa harus repot membangun personal brand?” Kalau iya, berarti kita sedang duduk di frekuensi yang sama.

Saya ingin mengajak Anda berpikir ulang: Jika Anda ingin bisnis Anda dipercaya, karier Anda naik kelas, bahkan relasi Anda semakin bernilai—maka brand pribadi adalah aset yang tidak bisa Anda abaikan. Apalagi di zaman digital seperti sekarang, di mana Google adalah CV baru, dan media sosial adalah panggung Anda setiap hari.

Brand pribadi bukan cuma logo, nama akun yang keren, atau gaya berpakaian.

Brand pribadi adalah kesan emosional dan profesional yang Anda tinggalkan di benak orang lain.
Simpelnya begini:
• Kalau disebut “Tung Desem Waringin”, Anda ingat semangat dan strategi closing.
• Kalau disebut “Raditya Dika”, Anda ingat komedi dengan sentuhan realitas hidup.
• Kalau disebut “Ibu Susi Pudjiastuti”, Anda ingat nyentrik, tegas, dan berani.
• Kalau disebut “Dedi Vitra Johor”, anda ingat Kata-kata powerfull dan Solutif-bersahabat

Itu adalah personal brand. Bukan soal followers. Tapi soal citra konsisten yang melekat.

Bayangkan diri anda sedang berdiri di antara 1.000 orang dalam sebuah ruangan. Anda belum berbicara. Anda belum memperkenalkan diri. Tapi… beberapa orang mulai memperhatikan anda. Ada yang berbisik, “Eh, itu si A ya? Yang sering ngasih tips bisnis itu kan?” atau “Gue tahu dia… kontennya inspiratif banget, itu motivatorkan, rasanya saya pernah lihat lho.”

Nah, itulah brand pribadi.
Brand pribadi bukan soal seberapa ganteng profil foto anda, bukan soal gaya baju yang trendi, atau sekadar jumlah followers. Brand pribadi adalah kesan total yang orang rasakan tentang anda—sebelum anda bicara sekalipun. Ia adalah kombinasi dari reputasi, keahlian, nilai-nilai, dan energi yang anda pancarkan secara konsisten.

Dalam istilah sederhana:
Brand pribadi = Reputasi + Konsistensi + Nilai yang anda tawarkan

Lalu, Apa Beda Brand Pribadi dengan Pencitraan? Ini pertanyaan klasik, dan jawabannya penting.

Pencitraan itu bisa dimanipulasi. Tapi brand pribadi yang kuat dibangun dari otentisitas. Anda tidak perlu pura-pura sukses, tidak harus sok pintar, tidak juga harus berlagak baik. Justru, brand yang kuat tumbuh dari keberanian menunjukkan siapa diri anda sebenarnya, plus bagaimana anda memberikan value nyata untuk orang lain.

Dalam dunia yang makin digital seperti sekarang, anda dilihat lebih dulu lewat layar. Artinya, orang lain akan “bertemu” anda lebih dulu lewat media social, artikel atau video.

Dari situ, orang membentuk persepsi. Dan persepsi itulah yang membentuk brand pribadi.

Apakah anda ingin dikenal sebagai orang yang solutif?
Apakah anda ingin dikenang sebagai expert di bidang tertentu?
Atau justru anda ingin dikenal karena passion anda membantu orang lain tumbuh?
Kalau anda tidak mendesain brand pribadi anda sendiri, maka orang lain akan mendesainnya untuk anda—berdasarkan asumsi dan kesan sepintas.

Lalu, kenapa hari ini perlu brand ? Jawaban senderhana. Hari ini, orang punya terlalu banyak pilihan.
Mau beli kopi? Ada ribuan kedai dari yang premium sampai warung kopi pinggir jalan. Mau cari mentor bisnis? Ada ratusan yang tampil cemerlang di media sosial. Mau merekrut karyawan? CV-nya mirip-mirip semua.

Lalu, kenapa seseorang harus memilih ANDA?
Jawaban itulah yang dibentuk oleh brand pribadi anda.

Saat semua terlihat mirip, brand pribadi adalah pembeda yang memikat. Bukan cuma apa yang anda lakukan, tapi bagaimana anda melakukannya. Bukan cuma isi kepala anda, tapi suara hati dan karakter anda yang terasa.

Misalnya:
• Dua konsultan bisnis punya portofolio yang sama bagus. Tapi yang satu dikenal penuh empati, yang satu lagi terlalu kaku. Klien lebih cenderung memilih yang pertama.
• Dua pembicara publik sama-sama pintar. Tapi yang satu punya gaya humoris dan terasa “dekat”, yang satu lagi terlalu teknis. Yang humoris lebih sering dipanggil.

Padahal dari sisi isi materi atau pengalaman, mereka setara.
Nah, yang membuat beda itulah brand pribadi.

Itulah yang membantu anda dipilih — bahkan sebelum orang lain mengenal anda secara utuh.
Izinkan saya jujur. Semua tokoh besar dulunya orang biasa. Bahkan cenderung underestimated.

Saya pun dulu dikenal sebagai “Bokir”—pemalu, cadel, bahkan dijuluki “Gempa Man” karena gemetar setiap kali bicara di depan umum. Tapi saya mulai bangkit saat saya menemukan guru bisnis saya, dan mulai sadar satu hal: Kalau saya tidak mem-branding diri saya, orang lain akan melabeli saya sesuka hati.

Apakah Anda ingin dikenal sebagai “karyawan biasa” selamanya? Atau “pengusaha lokal yang biasa saja”?
Atau Anda ingin dikenal sebagai “Ahli strategi penjualan UMKM di Sumatera”? Nah, brand pribadi yang menentukan itu dan semua terserah anda.

Mari jujur…
Banyak orang fokus mengejar uang, tapi lupa membangun kredibilitas. Padahal, brand pribadi bisa mengundang peluang tanpa Anda minta.

Contoh:
• Seorang sales properti yang konsisten membagikan edukasi soal legalitas rumah di Instagram, akan lebih dipercaya dan diingat daripada sales yang hanya posting brosur diskon.
• Seorang ibu rumah tangga yang aktif berbagi konten parenting & bisnis kecilnya, tiba-tiba dipanggil menjadi narasumber webinar parenting.
• Seorang mantan karyawan yang membranding dirinya sebagai mentor UMKM, kini hidup dari speaking fee & coaching.

Saya ingin Anda merenung sejenak:
Saat nama Anda disebut — apa yang orang lain ingat?

Kalau belum ada jawaban yang jelas, sekaranglah saatnya membangun. Mulailah dari hal kecil:
Satu postingan. Satu konten. Satu momen berbagi. Lakukan secara konsisten.
Karena sejatinya, brand pribadi Anda adalah tiket masa depan.

Jangan tunggu terkenal dulu baru bangun brand. Bangun brand dulu, lalu lihat keajaiban datang.

Salam Dahzyat…
DVJ

*Pengusaha | motivator

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *