Banner Bupati Siak

“Pentas di Tengah Pasar”

Oleh : Paulhendri*

Di tengah alun-alun yang dulu jadi tempat orang berdagang rempah dan kitab-kitab tua, kini dibangun sebuah panggung kecil. Tak lagi dibanjiri pedagang, tapi oleh mata-mata lapar yang tak membawa niat beli, hanya hasrat menonton.

Di atas panggung itu, menari seorang wanita. Bajunya ketat menjerat, warnanya terang menyala, seperti ingin mengatakan, “Lihatlah aku, walau jangan sentuh.” Ia memimpin senam, katanya, demi kesehatan warga.

Di bawah panggung, berdiri para lelaki. Ada yang berjanggut, ada yang bertopi miring, semua sama: bergoyang ringan, bukan karena ikut senam, tapi karena diseret getar dalam dada. Matanya tak ke kiri, tak ke kanan, tapi lurus ke satu arah: tubuh yang bergerak di atas sana.

“Senam ini untuk kebugaran!” seru wanita itu di mikrofon.

Tapi yang bugar justru nafsu yang bangkit dari balik mata-mata yang tak dijaga. Jantung berdetak bukan karena kardio, tapi karena fatamorgana.

Seorang lelaki tua lewat, membawa timbangan rusak dan kitab kecil di tangan. Ia melihat panggung itu, lalu tersenyum miris.

“Ketika tubuh dijadikan hiburan dan mata jadi pemangsa,” gumamnya, “maka senam pun berubah dari ibadah jadi iklan dosa.”

Lalu ia berjalan pergi, pelan-pelan, sementara suara musik kembali berdentum. Di belakangnya, para lelaki terus bergoyang tanpa henti. Mereka tak sadar, mereka bukan peserta senam, mereka penonton di pasar syahwat.

Dan panggung itu?

Bukan tempat olahraga, tapi cermin yang memantulkan siapa kita sebenarnya.

Untuk panitia atau penyelenggara acara, tolong pertimbangkan budaya lokal. Di banyak tempat, norma masyarakat masih menjunjung tinggi kesopanan. Jangan abaikan sensitivitas ini demi tontonan atau viralitas.

Atur posisi penonton dan instruktur. Bisa dipisahkan antara pria dan wanita, atau posisinya dibuat tidak frontal untuk mencegah situasi yang mengundang godaan.

Ingat !!!

“Fitnah wanita itu berat, dan fitnah laki-laki karena wanita juga besar.”
Keduanya perlu saling menjaga. Wanita menjaga diri dari menjadi sumber godaan, dan pria menjaga diri dari mudah tergoda.

Untuk Anggota DPRD, sesuai tupoksi kerjanya sebagai pengawasan dari lembaga pemerintah untuk bisa kaji ulang lagi kegiatan ini.

*Penulis adalah Wartawan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *