Kolom  

Lima Tahun Janji: Kemana Peduli Pemerintah Terhadap Siswa SLTA di Padang Panjang?

Oleh : Paulhendri*

Setiap tahun ajaran baru, masyarakat Padang Panjang kembali dihadapkan pada persoalan yang berulang dan belum juga terselesaikan: Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tingkat SLTA yang terus-menerus bermasalah.

Meski secara administratif Padang Panjang memiliki tiga SMA negeri (SMA 1, SMA 2, dan SMA 3), serta dua SMK negeri (SMKN 1, SMKN 2) dan MAN 3 daya tampung secara keseluruhan masih jauh dari memadai dibandingkan jumlah lulusan SMP/sederajat yang terus meningkat setiap tahun.

Ratusan siswa terpaksa tersisih, menangis, atau terpaksa sekolah ke luar kota, bukan karena nilai mereka rendah, melainkan karena kursi di sekolah negeri habis lebih dulu. Sistem zonasi kadang memperparah keadaan: siswa yang berprestasi bisa tersingkir karena alamat, sementara jarak antar-kecamatan di kota kecil seperti Padang Panjang sebenarnya tidak terlalu jauh.

Yang membuat masyarakat semakin kecewa adalah fakta bahwa janji Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi untuk menambah ruang belajar di sekolah-sekolah ini telah disampaikan sejak lima tahun belakangan, dan hingga kini tak kunjung terealisasi.

Tidak ada bangunan sekolah baru. Tidak ada unit sekolah baru. Bahkan, penambahan lokal (ruang kelas) pun tidak terlihat signifikan. Janji tinggal janji.

Sebagai informasi, sejak diberlakukannya UU No. 23 Tahun 2014, kewenangan pengelolaan dan pengembangan SMA/SMK berada di bawah Pemerintah Provinsi, bukan lagi Pemerintah Kota. Maka, sekuat apa pun niat Pemko Padang Panjang, mereka tak bisa membangun atau menambah sekolah negeri tanpa izin dan dukungan penuh dari Pemprov Sumbar.

Apakah Padang Panjang terlalu kecil untuk diprioritaskan? Apakah anak-anak di kota ini tidak cukup penting untuk mendapat hak pendidikan negeri yang layak? Lima tahun bukan waktu sebentar untuk menunggu janji politik. Ratusan orang tua dan siswa sudah menanggung beban psikis dan finansial akibat kebijakan yang tidak berpihak ini.

Apalagi tidak semua siswa cocok masuk ke jalur kejuruan di SMK. Ada yang memang bercita-cita ke jalur akademik, tapi tidak mendapat tempat. Dan tidak semua orang tua sanggup membayar biaya sekolah swasta yang lebih tinggi.

Sudah cukup janji. Kini saatnya menepati. Jika janji yang dilontarkan sejak lima tahun lalu terus diabaikan, jangan salahkan masyarakat jika kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah provinsi.

Kami tidak meminta sesuatu yang muluk. Kami hanya meminta hak pendidikan yang adil dan merata. Tambah ruang kelas, bangun unit sekolah baru, atau buat solusi nyata untuk menampung siswa yang terus bertambah dari tahun ke tahun.

Jangan tunggu sampai orang tua turun ke jalan, atau siswa merasa putus asa dengan sistem pendidikan yang seolah tak berpihak pada mereka. (*)

Penulis adalah wartawan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *