Aslinya Lebih Cantik, Di Tepi Sungai Asam, Warga Alahan Nan Tigo Sambut Bupati Annisa Penuh Kehangatan

Bupati Annisa membaur bahagia dan disambut hangat masyarakatnya. Mereka gembira karena bisa ketemu langsung dengan pemimpin mereka dan bisa pula berswafoto tanpa protokoler ketat. (foto; ist)

Laporan : Dodon Aprianto dari Asam Jujuhan

Kamis siang (31/08/2025), usai menghadiri seremoni pelepasliaran Harimau Sumatera “Gadih Mudiak Ayia”, bersama tokoh Nasional Hasyim Djoyohadikusumo, adik Presiden Prabowo, Menteri Kehutanan Raja Juli Antony dan Wagub Sumbar Vasko Rusaemy, di Komplek Perkebunan PT. Tidar Kerinci Agung (TKA), Sungai Kunyir Solok Selatan, Bupati Dharmasraya Annisa Suci Ramadhani tak langsung kembali ke Pulau Punjung.

Di tengah keletihan setelah dua hari penuh aktivitas tanpa jeda, ia justru memutuskan untuk singgah sebentar di sebuah nagari kecil di tepian Batang Asam: Alahan Nan Tigo, Kecamatan Asam Jujuhan.

Perjalanan menuju nagari mungil itu sempat menyulitkan. Jalanan perkebunan yang berdebu dan perubahan lanskap akibat replanting membuat arah tersamar.

Bahkan Kepala Dinas PMPTSP, Naldi dan Kabid IKP Amrijal, yang bertahun-tahun pernah ditugaskan di wilayah ini sempat kebingungan. Namun suasana berubah tenang ketika Wali Nagari Ismed Suhendro datang menjemput dan menunjukkan arah.

Sesampainya di Lubuk Malintang—sebuah sudut tenang di tepi Sungai Asam yang airnya bening mengalir di antara bebatuan —rombongan kecil Annisa disambut senyum tulus warga.

Anak-anak berkumpul di tepian sungai, dan warga telah menunggu dengan wajah penuh harap. Tak sampai menunggu lama, di lokasi sederhana yang belum pernah disentuh promosi wisata itu, justru terasa kekayaan sejati sebuah nagari: kebersamaan.

Bupati Annisa turun dari mobil dengan langkah ringan, menyapa satu per satu warga, lalu duduk di bangku plastik, dikelilingi masyarakat yang hangat.

Meski masih mengenakan pakaian formal dari acara sebelumnya, ia tak ragu melebur dalam obrolan santai sambil menikmati kopi kampung dan pisang goreng olahan warga setempat.

“Cantik nian, ternyata aslinya lebih dari yang di Facebook,” bisik seorang remaja puteri kepada temannya yang langsung mengundang gelak kecil, sambil menggengam gadget yang dipersiapkan untuk berswafoto. Tak ada jarak, tak ada protokol ketat. Hanya kehadiran yang tulus, disambut kerinduan yang selama ini mungkin terpendam.

Obrolan mengalir ringan: tentang anak-anak yang mandi di lubuk, tentang ayunan dari tali di pohon besar, tentang rutinitas warga bersama kebun-kebun sawit mereka.

Dan di sela itu, Annisa mengaku tulus, “Saya senang bisa duduk bersama warga di tempat seindah ini. Sederhana tapi hangat. Warganya ramah, dan sungguh terasa rasa saling peduli di sini.”

Banyak warga mengaku baru pertama kali melihat pemimpin daerahnya itu dari dekat. Seorang bapak paruh baya mengungkapkan rasa gembiranya. “Biasanya kami cuma lihat beliau di layar hape. Tapi hari ini kami lihat langsung, dan ternyata ramah,” ungkapnya.

Camat Asam Jujuhan, Darul Khutni, menjelaskan bahwa kunjungan ini sama sekali tidak dijadwalkan. “Tidak ada agenda resmi, tidak ada persiapan. Saya baru diberitahu sebelum Zuhur. Tadi beliau sendiri yang minta singgah sebentar karena tahu ada warga yang berkumpul. Itu keputusan spontan,” ujarnya.

Lubuk Malintang sendiri selama ini dijaga oleh masyarakat dengan cinta. Meski sedikit mulai ditata, belum ada papan penanda nama. Hanya airnya jernih, bebatuannya alami, dan suasananya damai yang menjadi pengingat bagi siapapun yang berkunjung.

Di saat anak-anak di kecamatan lain bermain di kolam pemandian. Anak-anak di sini masih bermain dengan alam, yang mendidik dan menempa menjadi generasi yang kuat.

Bupati Annisa tidak menyampaikan program, tidak pula menjanjikan apa-apa. Namun dari sikap dan tutur katanya, warga menangkap pesan yang lebih penting: bahwa mereka dilihat, dihargai, dan dianggap penting.

Pertemuan itu hanya berlangsung satu jam. Tapi cukup untuk meninggalkan kesan mendalam. Anak-anak berlarian sambil melambaikan tangan, ibu-ibu tersenyum sambil menatap layar ponsel mereka, dan para tokoh kampung mengantar kepulangan bupati dengan ucapan terima kasih yang tulus dan sederhana.

Tidak ada seremoni. Tidak ada panggung. Tapi ada makna yang kuat: kehadiran seorang pemimpin yang datang bukan untuk didengarkan, melainkan untuk mendengar.

Dan di pinggir sungai yang menenangkan itu, tercipta satu sore yang akan selalu dikenang. Bukan karena agenda besar, tetapi karena kesederhanaan yang menyentuh bersama Bupati Annisa. []

Exit mobile version