Ibu, Guru Pertama Menjadikanku Berani Bertanya dan Berfikir Kritis

Oleh : Ilda Peliana*)

SEJAK kecil, ibuku sekolah pertamaku. Ia bukan hanya mengajarkan cara berjalan dan membaca, tapi juga membentuk keberanian dan cara berpikirku tentang dunia.

Waktu aku masih kecil, sekitar usia SD, ibu sering berpesan, “Kalau di kelas, angkat tangan dan bertanyalah. Orang bertanya itu bukan bodoh, justru dia yang cerdas karena mau tahu.”

Kalimat sederhana itu terpatri kuat di benakku. Bagi ibu, diam di kelas adalah kerugian. Bertanya adalah tanda ingin maju. Dan sejak saat itu, aku mulai terbiasa angkat tangan— bukan untuk unjuk diri, tapi untuk mengolah rasa ingin tahu.

Dan rupanya, ibu tak sekadar menyuruh. Ia juga melatihku tampil di depan publik sejak usia empat tahun, membaca puisi di hadapan orang banyak. Suaraku mungkin belum lantang, tapi keberanian itu ditumbuhkan sejak dini, oleh ibu.

Saat aku tumbuh dewasa dan menjadi pegawai ASN, ibu tak berhenti memberi arahan:

“Kalau ada rapat, duduklah di depan. Kalau ingin bertanya, segeralah. Jangan tunggu orang lain duluan, nanti idemu diambil orang.”

Ibu mendidikku dengan gaya praktis, lugas, tapi penuh visi. Ia mungkin bukan dosen, bukan juga ahli kurikulum. Tapi apa yang dia ajarkan justru sangat relevan dengan keterampilan abad 21 hari ini—berpikir kritis, berani bicara, dan aktif berpartisipasi.

Dan hari ini, ketika kurikulum nasional mendorong student center dan pendekatan deep learning mendorong murid untuk berani bertanya dan berpikir mandiri, aku tersenyum. Karena aku sudah dapat itu semua dari ibuku, sejak dulu.

Maka ketika aku kini sering mempertanyakan kebijakan yang timpang, keberanian itu tidak datang tiba-tiba. Ia ditanam ibu, sejak kecil.

Terima kasih, Bu. Engkau bukan hanya ibu bagiku. Engkau adalah guru yang paling visioner, yang mengajarkanku cara hidup, bukan hanya cara lulus.

“Hari ini, murid-murid diajak untuk aktif bertanya. Tapi sebelum itu, gurunya pun harus belajar mendengar. Karena seperti ibuku dulu, pendidikan terbaik dimulai dari memberi ruang, bukan membungkam.” []

Penulis adalah Instruktur Nasional PKB Kemenag RI 2021–2024, Pengawas Madrasah Kemenag Kota Padang*)

Exit mobile version