Faktur Pajak Zaman Now: Lebih Mudah dengan Coretax DJP

Oleh : Ismi Megasari*)

Bagi para pelaku usaha, istilah Faktur Pajak tentu sudah tidak asing lagi dan mungkin sudah menjadi “santapan sehari-hari”. Dokumen ini bukan sekadar catatan transaksi, melainkan bukti resmi bahwa Pengusaha Kena Pajak (PKP) telah memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sesuai aturan.

Tetapi, seiring perkembangan teknologi dan sistem administrasi perpajakan, pembuatan Faktur Pajak juga mengalami banyak perubahan dan penyempurnaan. Jika dulu identik dengan tumpukan kertas dan formulir manual, kini semua sudah serba digital.

Mari kita bahas dengan bahasa ringan, apa itu Faktur Pajak, apa saja ketentuannya, serta perubahan penting yang wajib dipahami pelaku usaha.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang, faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.

Secara sederhana, Faktur Pajak bisa disebut sebagai “nota khusus perpajakan”. Jika Anda membeli barang di toko, biasanya mendapat struk belanja atau invoice.

Nah, untuk transaksi yang dikenakan PPN, PKP (Pengusaha Kena Pajak) wajib membuat Faktur Pajak. Dokumen ini berfungsi sebagai bukti bahwa penjual sudah memungut PPN dari pembeli, sekaligus menjadi dasar bagi pembeli untuk mengkreditkan Pajak Masukan.

Setiap PKP (Pengusaha Kena Pajak) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP), penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP), ekspor BKP berwujud, ekspor BKP tidak berwujud dan atau ekspor JKP wajib wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang terutang dan membuat Faktur Pajak sebagai bukti pungutan PPN.

Selain itu, dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukan. Agar sah secara hukum, sebuah Faktur Pajak harus memuat keterangan minimal, seperti:

  • identitas penjual (nama, alamat, NPWP),
  • identitas pembeli (NPWP, NIK, atau paspor sesuai statusnya),
  • jenis barang atau jasa yang diperjualbelikan,
  • jumlah harga jual, potongan, hingga Dasar Pengenaan Pajak (DPP),
  • besaran PPN maupun PPnBM yang dipungut,
  • kode, nomor seri dan tanggal faktur, serta
  • nama dan tanda tangan elektronik pejabat yang berwenang.

Dalam praktiknya, PKP bisa membuat Faktur Pajak Gabungan, yakni satu faktur yang mencakup seluruh transaksi dengan kode transaksi dan pembeli yang sama selama satu bulan kalender. Namun, aturan ini tidak berlaku jika transaksi mendapat fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai penyerahan BKP dan/atau JKP ke dan/atau dari kawasan/tempat tertentu. 

Selain itu, PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP dengan karakteristik konsumen akhir dapat membuat Faktur Pajak tanpa mencantumkan keterangan mengenai identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual atau disebut juga Faktur Pajak eceran. Faktur Pajak yang dibuat oleh PKP atas penyerahan BKP dan/atau JKP wajib berbentuk Dokumen Elektronik. Faktur Pajak dalam bentuk formulir kertas (hardcopy) dapat dibuat dalam hal terjadi keadaan kahar.

Salah satu perubahan besar dalam sistem perpajakan Indonesia adalah peralihan dari aplikasi e-Faktur lama menuju Coretax DJP. Sejak 1 Januari 2025, semua pembuatan Faktur Pajak dilakukan melalui modul e-Faktur yang terintegrasi dalam Coretax DJP.

Aplikasi lama e-faktur versi 4.0 masih bisa digunakan akan tetapi tidak semua fungsi pada aplikasi tersebut dapat digunakan untuk kepentingan administrasi faktur pajak yang dibutuhkan oleh Pengusaha Kena Pajak.

Perubahan ini bukan hanya soal tampilan, tetapi juga membawa banyak perbaikan mendasar, misalnya:

  • Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP) kini otomatis diberikan oleh sistem saat e-Faktur diunggah. Tidak perlu lagi mengajukan permintaan NSFP ke DJP.
  • Batas waktu unggah e-Faktur diperpanjang hingga tanggal 20 bulan berikutnya, memberi ruang lebih lega dibanding sebelumnya yang hanya sampai tanggal 15.
  • Ada tambahan kode transaksi baru (kode 10) untuk jenis penyerahan tertentu.
  • PKP toko retail yang membuat Faktur Pajak untuk turis asing juga wajib menggunakan modul Coretax, menggantikan aplikasi khusus VAT Refund for Tourist.

Bagi sebagian orang, mendengar istilah “aplikasi baru” mungkin terasa merepotkan. Namun, Coretax DJP justru membawa banyak manfaat yang bisa dirasakan langsung oleh para PKP. Berikut beberapa keuntungannya:

  1. Proses lebih cepat dan praktis
    Tidak perlu lagi bolak-balik mengurus NSFP atau memperbarui aplikasi manual. Sistem Coretax sudah otomatis memberikan nomor seri faktur begitu faktur diunggah.
  2. Integrasi penuh dengan sistem perpajakan
    Semua data transaksi, laporan SPT, hingga administrasi pajak lainnya terhubung langsung dengan DJP. Artinya, kemungkinan kesalahan atau duplikasi data bisa ditekan seminimal mungkin.
  3. Kepastian hukum lebih kuat
    Dengan aturan baru, PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak langsung diakui sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, selama memenuhi syarat formal dan material. Tidak perlu lagi khawatir soal keterlambatan pelaporan penjual.
  4. Fleksibilitas dalam pelaporan
    Coretax memungkinkan pengisian data tambahan, misalnya alamat kegiatan usaha penjual atau pembeli, yang berguna untuk transaksi di kawasan berikat atau kawasan ekonomi khusus.
  5. Lebih ramah pengguna
    Tampilan dan fitur Coretax dibuat lebih modern dibanding e-Faktur lama. Hal ini memudahkan pengguna, terutama UMKM yang baru dikukuhkan sebagai PKP.
  6. Mendukung kepatuhan pajak digital
    Dengan sistem terpusat, DJP dapat memantau transaksi secara real-time. Bagi wajib pajak, ini menjadi dorongan untuk lebih tertib, karena data sudah langsung tercatat di sistem pemerintah.

Dengan berbagai manfaat di atas, terlihat jelas bahwa membuat Faktur Pajak di Coretax DJP tidak serumit yang dibayangkan. Justru sistem ini membuat administrasi lebih tertib, cepat, dan transparan.

Faktur Pajak bukan sekadar formalitas, melainkan kunci dalam rantai administrasi PPN. Melalui peraturan terbaru, pemerintah berupaya menyederhanakan prosedur, memperkuat kepastian hukum, sekaligus mendorong digitalisasi administrasi perpajakan. Bagi pengusaha, memahami aturan terbaru sangat penting agar tidak salah langkah. Dengan adanya Coretax DJP, proses administrasi pajak semakin mudah, cepat, dan akurat.

Jadi, jangan sampai ketinggalan mulai sekarang, pastikan setiap transaksi PPN Anda tercatat dengan benar lewat e-Faktur Coretax. Ingat, administrasi yang tertib bukan hanya kewajiban, tetapi juga investasi untuk keberlangsungan usaha Anda.

Penyuluh Pajak Ahli Pertama Kantor Wilayah DJP Sumatera Barat dan Jambi, Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja*)

Exit mobile version