Solsel Dilewati Jalur Sesar, Mitigasi Bencana jadi Upaya Penyelamatan Utama

Anggota DPR RI Zigo Rolanda menyebut salah satu upaya meningkatkan kesadaran masyarakat sejak dini terhadap mitigasi bencana adalah dengan memasukkan pendidikan kebencanaan dalam kurikulum pendidikan. (foto; ist)

PADANG ARO, FOKUSSUMBAR.COM – Pemerintah Kabupaten Solok Selatan menyadari kondisi daerah yang dilalui oleh jalur sesar Patahan Suliti dengan potensi gempa hingga magnitudo 7,6 membutuhkan upaya mitigasi yang baik. Pendidikan mitigasi bencana dinilai menjadi langkah penting untuk dilakukan secara serius.

Bupati Solok Selatan H. Khairunas mengatakan Solok Selatan berada di wilayah rawan karena adanya pertemuan lempeng tektonik dan sesar aktif yang melintas. Sehingga masyarakat harus senantiasa waspada dan siap siaga terhadap potensi bencana.

“Kita telah belajar dari berbagai peristiwa bencana di masa lalu, bahwa mitigasi dan edukasi masyarakat menjadi kunci Utama dalam menyelamatkan jiwa dan meminimalisir dampak kerugian,” kata Khairunas dalam pembukaan Sekolah Lapang BMKG sekaligus Reses Anggota DPR RI Zigo Rolanda di Kantor Bupati Solok Selatan, Selasa (14/10/2025).

Dalam upaya mitigasi dan edukasi ini, Sekolah Lapang dari BMKG dinilai menjadi upaya konkret dalam membangun kesiapsiagaan masyarakat. Selain itu juga menjadi sarana penguatan koordinasi antara instansi teknis, pemerintah kabupaten, dan masyarakat dalam menghadapi bencana secara terpadu.

Pemerintah kabupaten pun berkomitmen untuk mendukung upaya mitigasi dan pengurangan risiko bencana, serta mengintegrasikan program kebencanaan dalam setiap aspek pembangunan daerah.

Sejalan dengan itu, Anggota DPR RI Zigo Rolanda menyebut salah satu upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat sejak dini terhadap mitigasi bencana adalah dengan memasukkan pendidikan kebencanaan dalam kurikulum pendidikan.

Layaknya di Jepang, setiap siswa sejak jenjang pendidikan dasar sudah mendapatkan pengetahuan untuk melindungi diri saat terjadi bencana seperti gempa bumi dan tsunami yang kerap kali terjadi di negara tersebut. Dia menilai langkah ini juga bsia diterapkan di Solok Selatan mengingat potensi bencana gempa bumi yang juga tinggi.

“Mendorong BMKG dan Basarnas untuk memasukkan tentang gempa dan kebencanaan dalam kurikulum sekolah. Kalau Solok Selatan bersedia, akan dimasukkan minimal satu jam pelajaran di sekolah. Kalau bisa kita jadikan Solok Selatan sebagai pilot project,” ucap Zigo.

Selain itu, dirinya juga mendorong agar perencanaan pembangunan infrastruktur di daerah untuk memperhitungkan potensi gempa sehingga meminimalisir kerusakan saat gempa terjadi.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Gempa dan Tsunami BMKG Dr. Daryono pelaksanaan Sekolah Lapang bertujuan untuk menciptakan masyarakat dengan konsep ‘zero victim’ atau nol korban jiwa karena masyarakat tahu cara menyelamatkan diri saat bencana terjadi.

Menurut Daryono, kendati gempa jarang terjadi di wilayah Solok Selatan namun jika terjadi potensinya akan sangat besar alias low frequency, high impact.

Solok Selatan, lanjutnya dikelilingi empat segmen aktif, yaitu Suliti, Sianok, Sumani, dan Siulak. Berdasarkan catatan sejarah, segmen-segmen ini pernah memicu gempa besar, diantaranya Tahun 1909 (magnitudo 7,6), Tahun 1943 (magnitudo 7,0), Tahun 1995 (magnitudo 6,7), dan 2007 (magnitudo 6,3).

‎”Gempa tidak bisa diprediksi, dan gempa tidak membunuh, yang membunuh adalah bangunan yang roboh. Selama bangunan kita tidak tahan gempa, maka potensi korban tetap ada,” jelasnya.

Untuk itu masyarakat diharapkan bisa hidup harmoni dengan gempa. Dengan mitigasi yang baik, Solok Selatan tidak hanya aman, tapi juga bisa menarik investor karena daerah ini indah sekaligus siap menghadapi bencana. (rls)

Exit mobile version