Oleh : Sanis Raharjo Gusti*)
Ada kabar baik buat kalian yang suka melakukan transaksi kripto yaitu mulai 1 Agustus 2025 Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas penyerahan aset kripto dihapuskan dimana yang sebelumnya dikenakan PPN 0,11% (Bappeti) atau 0,22% (non Bappeti).
Hal ini diatur dalam aturan terbaru yaitu Peraturan Menteri Keuangan nomor 50 tahun 2025 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas transaksi perdagangan aset kripto yang berlaku efektif mulai 1 Agustus 2025.
Dilatarbelakangi dengan berlakunya Undang-undang no 4 tahun 2023 hal Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) aset kripto tidak lagi menjadi komoditi melainkan termasuk bagian dari aset keuangan digital. Sejalan dengan UU tersebut terjadi perubahan pengawas aset kripto semula Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) sekarang diawasi oleh Otorita Jasa Keuangan (OJK) (PP 49 tahun 2024).
Dengan perubahan klasifikasi tersebut maka aturan kripto yang lama (PMK 68/2022) dirasa sudah tidak relevan dan diganti dengan PMK nomor 50 tahun 2025 tentang PPN dan PPh atas transaksi perdagangan aset kripto untuk mengakomodir perubahan-perubahan terkait aset kripto.
Pada aturan terbaru (PMK 50/2025) transaksi atas aset kripto hanya dikenakan pajak ketika melakukan penjualan saja dengan tarif PPh Pasal 22 sebesar 0,21% (Dalam Negeri) yang dipungut oleh Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) dan jika menggunakan PMSE Luar Negeri atau setor sendiri dikenakan tarif PPh Pasal 22 sebesar 1%.
Jika dicermati lebih dalam terdapat kenaikan tarif PPh Pasal 22 namun untuk PPN nya dihapuskan sehingga mekanisme perpajakan atas transaksi kripto menjadi lebih simpel karena dikenakan satu kali saja yaitu ketika melakukan penjualan aset kripto. Sehingga pembeli aset kripto tidak perlu menganggarkan biaya lebih (PPN) ketika membeli dan juga dapat membeli aset kripto lebih maksimal.
Terkait dengan kegiatan Mining (verifikasi transaksi kripto di blockchain) pun mengalami perubahan dimana penambang merupakan sebagai penyedia jasa kena pajak dan subjek pajak penghasilan, sehingga membawa aktivitas mining masuk ke dalam kerangka fiskal formal.
Adapun pelaku Mining yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) kini wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN atas jasa verifikasi transaksi yang mereka sediakan. Untuk tarif PPN semula 1,1% menjadi 2,2% yang dihitung dari nilai kripto yang diterima.
Untuk tarif PPh Mining tidak lagi menggunakan skema PPh Final (tarif 0,1%) melainkan menggunakan PPh tarif pasal 17 (Ketentuan Umum PPh). Meskipun pengenaan tarif progresif ini baru berlaku penuh di tahun 2026, namun untuk kewajiban pelaporan penghasilan dari mining sudah harus dilakukan sejak PMK 50/2025 berlaku.
Terkait dengan kewajiban perpajakan pelaku mining juga harus mendaftar sebagai PKP, memungut PPN, dan melakukan pembukuan yang layak untuk menghitung laba bersih yang akan dikenai PPh progresif—secara efektif akan mendorong formalisasi dan profesionalisasi industri mining di Indonesia.
Beban kepatuhan (compliance cost) yang timbul dari aturan baru ini mungkin akan terasa berat bagi individu atau penambang skala kecil yang beroperasi sebagai hobi dan tidak memiliki sumber daya untuk akuntansi dan pelaporan pajak yang rumit.
Berikut beberapa poin yang penulis tangkap dengan aturan pajak kripto yang baru :
- Dengan dipersamakannya aset kripto dengan surat berharga memberikan dampak penghapusan pada aspek PPN sehingga saat pembelian kripto dapat memaksimalkan keuntungan karena beban pajak yang dihapuskan namun ketika melakukan penjualan harus dicermati karena terdapat beban PPh Pasal 22;
- Dengan perbedaan tarif signifikan (hampir 5x) dalam pemilihan platform kripto dalam negeri (tarif PPh 0,21%) dibanding luar negeri (tarif PPh 1%) tentunya diharapkan para trader dan investor kripto lebih memilih menggunakan platform dalam negeri. Dan akan berdampak positif bagi ekosistem platform kripto dalam negeri serta dapat meningkatkan industri aset digital dalam negeri;
- Aturan perpajakan mining kripto yang mewajibkan PKP, memungut PPN dan melakukan pembukuan akan merubah bentuk pelaku mining ke arah yang lebih formal dan professional dalam industri mining di Indonesia. []
Penyuluh Pajak Ahli Pertama Kantor Wilayah DJP Kalimantan Timur dan Utara. Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis, tidak mewakili institusi dimana penulis bekerja.*)



