Oleh : H. Abdel Haq, S.Ag, MA.*)
Sudah merupakan agenda rutin dan kebiasaan yang sudah berurat berakar bagi rakyat Indonesia, menggelar peringatan ” Hari Pahlawan ” setiap tanggal 10 November.
Kenapa setiap tanggal 10 November diperingati menjadi ” Hari Pahlawan ” kenapa tidak tanggal lainnya. Kenyataan ini perlu ditelusuri kembali, agar rakyat Indonesia, terutama generasi muda mengetahui, memahami dan menghayati sejarah perjuangan bangsanya sendiri.
Ada pun kronologis, latar belakang setiap tanggal 10 November dijadikan Hari Pahlawan, ada apa gerangan yang terjadi, kenapa tidak pada bulan lainnya?
Karena pada tanggal 10 November 1945, setelah 4 bulan bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaan, yang diprakarsai oleh Bung Karno dan Bung Hatta dan juga telah mendapatkan pengakuan oleh beberapa negara di dunia pada waktu itu.
Namun, tidak bagi tentara sekutu yang tergabung di dalamnya tentara Amerika Serikat, Inggris, Belanda dan Tiongkok. Inilah beberapa negara yang berkoalisi dalam agresi peperangan dunia II. Yang berlangsung mulai tanggal 1 September 1939 sampai 2 September 1945.
Pada perang dunia ke-2 tersebut bangsa Indonesia sedang dijajah oleh bangsa Jepang. Tatkala tentara Amerika Serikat meluluh lantakkan kota Hiroshima pada tanggal 6 Agustus 1945 dan Nagasaki pada tanggal 9 Agustus 1945 dengan bom perdananya.
Membuat pemerintahan Jepang menjadi goncang dan goyah. Situasi yang kritis dan goncang inilah yang dibaca, disikapi dan ditindaklanjuti oleh para pejuang kemerdekaan Indonesia. Saat bangsa Jepang kucar kacir setelah dibumi hanguskan oleh Amerika Serikat, maka para pemuda yang ikut berjuang pada saat itu, di antaranya Soekarnni, Wikana dan Chaerul Shaleh mendesak Bung Karno dan Bung Hatta, agar sesegera mungkin memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.
Bahkan, pada tanggal 16 Agustus 1945 mereka membawa Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok, mengancam dan memerintahkan keduanya, agar memanfaatkan kesempatan emas untuk mengusir penjajah dari bumi pertiwi. Segera mengambil keputusan yang tepat untuk melepaskan diri dari penjajahan.
Setelah Bung Karno dan Bung Hatta bersama pengurus BPUPKI dan para tokoh lainnya bermusyawarah. Maka keesokan harinya bertepatan dengan hari Jum’at, tanggal 17 Agustus 1945, 09 Ramadhan 1364 H di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta dengan resmi diproklamirkanlah kemerdekaan bangsa Indonesia ke seluruh penjuru dunia.
Adapun negara pertama yang mengakui kemerdekaan negara Indonesia didominasi oleh negara Timur Tengah yaitu : Palestina, Mesir, India, Suriah dan barulah Vatikan dan beberapa negara lainnya.
Setelah bangsa Indonesia mengumandangkan ke seantero dunia kemerdekaan Indonesia, melalui perjuangan para diplomat hebat bangsa, seperti H. Agus Salim, Mr. Mohammad Roem, Sutan Syahrir, Hasan Wirayuda dan lainnya.
Tentara Sekutu Mendarat di Surabaya
Pada saat bangsa Indonesia tengah sibuk menata diri, agar kemerdekaan bangsa Indonesia diakui oleh dunia melalui sidang PBB.
Secara tidak terduga, tentara sekutu mendarat di Surabaya, mereka ingin mengambil alih kekuasaan Jepang, yang telah mereka taklukkan dengan menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki.
Suasana mencekam mewarnai Kota Surabaya, seluruh rakyat bersatu padu untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Semuanya turun gunung melawan tentara sekutu yang dikomandoi Brigadir Jenderal AWS Mallabiy, yang telah menduduki Surabaya sejak tgl 25 Oktober 1945, melalui Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, dengan melucuti senjata tentara Jepang, membebaskan tawanan sekutu.
Pada saat situasi dan kondisi yang sangat genting inilah muncul ke permukaan Soetomo, yang terkenal dengan Bung Tomo dengan semangat heroiknya mampu menggelorakan semangat patriotisme anak bangsa, untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang baru setahun jagung. Dengan pekikan Takbir “Allahu Akbar, Merdeka atau Mati” dibarengi senjata apa adanya. Seperti senjata laras panjang, pistol, parang dan bambu runcing pun ikut ambil bagian dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Dalam pertempuran Surabaya ini, Brigjen Mallaby tewas pada tanggal 30 Oktober 1945, setelah terjadinya tembak menembak, yang menghanguskan mobil yang ditumpangi Brigjen AWS Mallabiy. Membuat pasukan sekutu kucar kacir dan tongkat komando dipegang Mayjen E.C. Mansergh.
Pada pertempuran Surabaya yang terkenal sangat heroik dan luar biasa ini. Ada beberapa tokoh yang sangat berjasa, disamping Bung Tomo dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia, dengan mengusir tentara sekutu, yang di dalamnya juga ada misi tersembunyi, dari pihak Hindia Belanda yang ingin menguasai kembali Indonesia, yaitu NICA (Nedherlands Indies Civil Administration).
Terbaunya misi NICA ini oleh para pejuang kemerdekaan Indonesia pada waktu itu. Meskipun, Bung Karno dan Bung Hatta sebelumnya telah berunding dengan Brigjen Mallabiy pada tgl 27 Oktober 1945, untuk gencatan senjata. Namun, salah seorang Tokoh Pemuda Rakyat Indonesia (PRI) menolak mentah-mentah menerima hasil perundingan, karena pihak kita sudah di atas angin, berada pada kondisi yang menguntungkan.
Para Tokoh Sentral Perang Surabaya
Ada pun para tokoh sentral pada pertempuran Surabaya yang sangat terkenal, sehingga melahirkan jejak sejarah yang luar biasa. Sehingga peristiwa heroik ini diabadikan menjadi hari yang sangat bersejarah, yang dikenal dengan “Hari Pahlawan” yang diperingati setiap tanggal 10 November, melalui Surat Keputusan Presiden Ir. Soekarno Nomor : 316 Tahun 1959 tertanggal 16 Desember 1959.
Inilah tujuh orang Tokoh terkenal pertempuran Surabaya yang sangat sengit itu, sebagai berikut :
- Soetomo, yang populer dengan sebutan Bung Tomo, melalui pekikan Takbir “Allahu Akbar, Merdeka atau Mati “, mampu membakar semangat jihad arek-arek Suroboyo pada waktu itu.
Dengan kalimah thayyibah, kalimah agung “Allahu Akbar” mampu mengusir tentara sekutu, yang juga diboncengi NICA, perwakilan Pemerintah Administrasi Civil Hindia Belanda, yang menginginkan menguasai kembali bekas jajahannya.
- Suryo, Gubernur pertama Jawa Timur, selaku Gubernur mampu menggerakkan semua potensi rakyatnya untuk berjuang habis-habisan, dalam melawan tentara sekutu, yang mendapatkan tugas dari AFNEI (Allied Forces for Nedherlands East Indies) dibawah komando Letjend. Philips Christison.
- KH. Wahid Hasyim, yang dikenal sebagai pendiri organisasi Nahdhatul Ulama (NU). Dengan resolusi jihadnya, mampu menggelorakan semangat patriotisme, cinta tanah terhadap para santriwan dan santriwati bersama para Kiyai dan Nyai yang mengasuh Pondok pesantren diJawa Timur.
Pada akhirnya, perjuangan KH. Wahid Hasyim bersama Tokoh NU dan organisasi Nahdhatul Ulamanya, mendapatkan pengakuan dan penghargaan oleh Presiden Joko Widodo terhadap jasa-jasa kaum Nahdhiyyin. Terutama dalam mengobarkan semangat, yang dikenal dengan Resolusi Jihad 1945.
Dengan Melalui Keppres Nomor : 22 Tahun 2015, tertanggal 15 Oktober 2015. Sejak Keppres ini ditandatangani Presiden Joko Widodo, maka resmilah setiap tanggal 22 Oktober diperingati Hari Santri Nasional.
- HR. Mohammad Mangoendiprojo, seorang Mayjen Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang ikut memimpin langsung pertempuran dan mengkoordinasikan, mengkomunikasikan beberapa hal dengan pihak tentara sekutu, sebelum pertempuran sengit terjadi.
- Mayjen Mustopo, seorang dokter gigi, yang juga seorang perwira tinggi, yang ikut mengambil alih senjata peninggalan Jepang, untuk dipergunakan melawan tentara sekutu.
- Mayjen Sungkono, seorang anggota BKR (Badan Keamanan Rakyat) yang terjun langsung di front terdepan memanggul senjata dan meneriakkan slogan, yel-yel untuk menyalakan semangat perjuangan. Sehingga kota Surabaya diberikan gelar “Kota Pahlawan”.
- Abdul Wahab Saleh, adalah seorang wartawan dan fotografer Antara, yang berhasil mengabadikan fakta-fakta sejarah selama berlangsungnya pertempuran di Surabaya. Seperti perobekan bendera Belanda di hotel Yamato dan beberapa adegan dahsyat, heroik dalam pertempuran Surabaya yang sangat terkenal pasca kemerdekaan.
Hikmah Memperingati Hari Pahlawan
Sungguh banyak Hikmah yang akan dipetik dalam memperingati Hari Pahlawan yang jatuh setiap tanggal 10 November, sebagai berikut :
- Meneladani semangat juang, jihad, keberanian dan pengurbanan yang telah dilakukan oleh para pejuang kemerdekaan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia, dari kaum penjajah. Mereka mampu merelakan semua yang dimilikinya untuk merebut kemerdekaan. Harta benda, bahkan jiwa dipertaruhkan untuk Indonesia merdeka.
- Memperkuat cinta tanah, semangat patriotisme yang selalu menyala untuk mempertahankan kemerdekaan, memajukan pendidikan, meningkatkan taraf kehidupannya dalam mewujudkan keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.
- Memotivasi, menginspirasi generasi muda untuk ikut berpartisipasi, berkontribusi positif untuk melanjutkan perjuangan para pendahulu, sesuai dengan kemampuan dan kapasitas yang dimiliki. Tanpa harus memanggul senjata, akan tetapi dengan menyiapkan diri untuk menjadi manusia Indonesia seutuhnya yang berguna bagi bangsa dan negara. Serta dengan menghindari segala tindak tanduk yang dapat merugikan diri, keluarga, masyarakat dan lingkungan lainnya.
- Meningkatkan tanggung jawab moral dan integritas selaku anak bangsa, agar terwujud negara yang aman, tenteram, berkeadilan dan berjuang untuk meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa. Dengan harapan, sikap optimis dan dengan langkah pasti, kesejahteraan rakyat dapat dimaksimalkan, dirasakan oleh semua lapisan masyarakat. Kesejahteraan bukan khusus buat segelintir kelompok tertentu.
- Mensyukuri nikmat kemerdekaan Indonesia, yang merupakan anugerah Allah Swt dan hasil perjuangan bangsa Indonesia sendiri, tanpa dibantu oleh pihak asing.
Justeru itu, dengan memperingati Hari Pahlawan setiap tanggal 10 November. Agar anak bangsa betul-betul mencintai dan menyadari bahwa nikmat kemerdekaan Indonesia itu adalah anugerah Allah Swt yang sangat asasi, mendasar untuk bisa memajukan pendidikan, meningkatkan kesejahteraan rakyat, memupuk cinta tanah, persatuan kesatuan serta mengikis habis sikaphipokrit, pengkhianatan terhadap bangsa dan negara oleh para penyelenggara negara.
Diharapkan para pemimpin formal dan informal harus kembali ke jalan yang benar, kepada khittah perjuangan para pahlawan kemerdekaan Indonesia.
Kiranya para penguasa dan pemimpin di tingkat pusat sampai je bawah, betul-betul menyadari posisinya sebagai perpanjangan rakyat Indonesia untuk mampu menyebarluaskan dan merealisasikan makna kemerdekaan, kesejahteraan, peningkatan taraf hidup, kesehatan dan pendidikan yang mampu membawa Indonesia Emas tahun 2045 yang telah dicanangkan, bukan sebaliknya Indonesia semakin cemas dan mengerikan, wallaahu a’lam bishshawaab.
Penulis adalah Jurnalis, Aktivis Dakwah Pendidikan Sosial dan terakhir Kakan Kemenag Dharmasraya*)




