Hulubalang Minangkabau, Tempat Firman Syafei Menyiapkan Atlet Bermental Juara

Atlet Hulubalang Olahraga Minangkabau yang berlaga di Kejurnas Senior dan Junior Open 2025 di Padepokan Pencak Silat TMII Jakarta. Mereka mereka meraih 2 emas, 2 perak, dan 4 perunggu. (Foto Istimewa)

FIRMAN Syafei sudah lama tidak naik ring sebagai petarung. Namun setiap sore, ia tetap berdiri di sisi gelanggang, mengamati, membetulkan sikap, dan mengulang instruksi yang sama.

Baginya, pertarungan belum selesai. Ia hanya berpindah peran, dari atlet menjadi penjaga proses.

Di Jalan Duku, Kelurahan Dadok Tunggul Hitam, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang, Firman menjalani peran itu di Sasana Hulubalang Olahraga Minangkabau.

Di tempat inilah, ia menyalurkan pengalaman panjangnya di dunia beladiri untuk membina atlet-atlet muda, terutama di cabang kickboxing, serta wushu, muaythai, dan sambo.

Hulubalang tumbuh tanpa gegap gempita. Tak ada fasilitas mewah atau panggung besar. Yang dijaga adalah ritme latihan dan konsistensi pembinaan.

Bagi Firman, sasana bukan sekadar tempat melatih fisik, melainkan ruang pembentukan karakter.

“Prestasi itu penting, tetapi tidak akan bertahan lama kalau tidak ditopang mental dan disiplin,” kata Firman.

Perjalanan Firman di olahraga beladiri dimulai sebagai atlet tinju Sumatera Barat. Pada 2005, ia beralih ke wushu kategori sanda, keputusan yang membawanya meraih medali perunggu PON Kaltim 2008. Selepas itu, ia memilih tidak sepenuhnya meninggalkan arena, melainkan berpindah jalur.

Sejak 2010, Firman menekuni dunia kepelatihan. Dua tahun kemudian, tiga atlet binaannya berhasil lolos ke PON Riau 2012, menandai langkah awal perannya sebagai pelatih.

Kepercayaan terus datang. Firman sempat menjadi Pelatih PPLP Tinju Sumatera Barat (2011–2014), membawa Tim Muaythai Sumbar lolos seleksi eksibisi Pra-PON 2015, serta mengantarkan Muaythai Kota Padang menjadi juara umum Porprov XIV 2016 dan kembali meraih hasil serupa pada Porprov XV 2018.

Bagi Firman, deretan prestasi itu adalah bukti bahwa pembinaan memerlukan waktu dan kesabaran.

Cikal bakal Hulubalang bermula pada 2014. Kala itu, latihan digelar di lingkungan Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK) Universitas Negeri Padang (UNP), di sekitar GOR FIK Air Tawar. Ketika akhirnya berpindah ke lokasi mandiri, keterbatasan menjadi bagian dari keseharian.

Para atlet berlatih di atas tanah, tanpa atap, dengan perlengkapan seadanya. Firman membangun sasana itu perlahan. Mengecor lantai, mendirikan ring, melengkapi matras, dan menyediakan peralatan latihan.

“Kami memulai dari kondisi yang sangat sederhana. Tapi justru dari situ mental atlet ditempa,” ujar pria yang menjabat Sekreraris Umum Pengprov Kickboxing Indonesia (KBI) Sumbar itu.

Pada 2016, Sasana Hulubalang Olahraga Minangkabau resmi berdiri. Sejak itu, pembinaan dilakukan lebih terstruktur dan berkelanjutan.

Pembinaan di Hulubalang difokuskan pada kickboxing, baik kategori ring sport maupun tatami. Firman menanamkan disiplin, konsistensi, serta etika bertanding sebagai fondasi utama. Sasana ini juga membuka ruang kolaborasi dengan kalangan akademisi dan praktisi olahraga.

Sejumlah pembina dengan latar belakang olahraga dan pemerintahan turut mendukung, di antaranya H. Daswippetra, SE, M.Si, Dt. Menjinjiang Alam, serta akademisi FIK UNP seperti Prof. Dr. Syahrial Bakhtiar, Prof. Dr. M. Sazeli Rifki, Dr. Asep Sujana Wahyuri, Dr. Roma Irawan, dan Koko Suprasilo dari Dispora Sumbar.

Pendekatan ini menjaga Hulubalang tetap berpijak pada proses, bukan semata hasil.

Hingga 2025, sekitar 30 atlet kickboxing aktif dibina di Hulubalang, dari kategori kadet hingga senior. Mereka tampil di berbagai ajang nasional, termasuk PON Beladiri Bogor 2023 dan PON Aceh–Medan 2024.

Prestasi pun tercatat. Pada Kejurnas Pelajar Terbuka 2024 di Tangerang, atlet Hulubalang meraih dua emas dan satu perak. Sementara di Kejurnas Senior dan Junior Open 2025 di Padepokan Pencak Silat TMII Jakarta, mereka membawa pulang dua emas, dua perak, dan empat perunggu bagi kontingen Sumbar.

Firman memandang capaian itu sebagai bagian dari perjalanan, bukan tujuan akhir.

“Medali hanyalah penanda. Yang utama adalah bagaimana atlet belajar bertanggung jawab atas prosesnya sendiri,” katanya.

Menjelang malam, latihan di Jalan Duku belum sepenuhnya usai. Beberapa atlet masih menyempurnakan gerak, sebagian lain duduk mendengarkan arahan. Firman berdiri di sisi sasana, mengamati tanpa banyak bicara.

Di tempat yang jauh dari sorotan besar, Hulubalang terus bekerja dalam senyap. Firman Syafei menjaga proses itu, hari demi hari meyakini bahwa mental juara lahir bukan dari sorak penonton, melainkan dari latihan yang dijalani dengan kesungguhan. (hendri parjiga)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *