Merawat Kedekatan Dengan Al-Qur’an Saat Dunia Terus Memanggil

Oleh : Amrina Rosyada*)

Pendahuluan

Perkembangan teknologi di era digital membawa kemudahan besar bagi manusia dalam berbagai aktivitas seperti mencari informasi, berkomunikasi, hingga melakukan transaksi. Namun, kemajuan ini juga
menghadirkan tantangan baru, khususnya dalam menjaga kedekatan spiritual dengan Tuhan (Nurhayati, 2023).

Perkembangan teknologi yang begitu pesat tidak hanya terjadi pada tatanan internasional, tetapi juga
meresap hingga ke tingkat lokal. Hal ini tampak dari pola hidup masyarakat modern yang menjadikan teknologi sebagai kebutuhan primer, baik dalam komunikasi, komputasi, peralatan rumah tangga, maupun aktivitas sehari hari yang lain.

Era digital telah membawa transformasi signifikan dalam berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk dalam proses pembelajaran dan penghafalan Al-Qur’an. Pada era modern ini, para penghafal Al-Qur’an menghadapi tantangan yang berbeda dari generasi sebelumnya.

Di satu sisi, teknologi memberikan banyak kemudahan seperti aplikasi, platform audio, dan berbagai perangkat digital yang dapat menunjang proses menghafal dan muraja’ah.

Namun di sisi lain, gadget dan media sosial juga menjadi sumber distraksi yang cukup besar. Notifikasi, pesan singkat, dan berbagai bentuk hiburan digital dapat mengganggu fokus serta konsistensi para huffaz dalam menjaga hafalan (Ulya, 2023).

Kondisi ini menuntut para penghafal untuk memiliki kemampuan mengatur diri dan bijak dalam memanfaatkan teknologi agar tetap produktif tanpa kehilangan fokus.

Selain itu, menghafal Al-Qur’an di era modern memerlukan metodologi khusus. Tantangan teknologi modern harus dihadapi dengan kombinasi antara kedisiplinan, pengelolaan waktu yang efektif, serta pemanfaatan fitur digital secara tepat.

Pendekatan yang seimbang antara metode tradisional dan dukungan teknologi dapat membantu menjaga kualitas hafalan serta memastikan konsistensi muraja’ah meskipun berada di tengah derasnya distraksi digital.

Pembahasan

Al-Qur’an merupakan pedoman hidup bagi manusia. Sebagai kitab suci, ia memberikan arahan dan petunjuk dalam menjalani kehidupan. Salah satu bentuk interaksi manusia dengan Al-Qur’an adalah dengan menghafalkan ayat-ayatnya.

Fungsi al-Qur’an sebagai pedoman dan petunjuk umat manusia dalam menjalani kehidupan mencangkup segala aspek, termasuk di dalamnya tentang pentingnya bersikap istiqamah, terutama dalam hal kebaikan (Irfan, 2022).

Al-Qur’an juga menjadi pedoman hidup yang mengarahkan manusia pada kebaikan, dan salah satu bentuk kedekatan dengannya adalah melalui hafalan. Nilai penting yang ditekankan Al-Qur’an adalah istiqamah dalam menjalankan kebaikan secara terus-menerus.

Kedekatan dengan Al-Qur’an tumbuh dari komitmen kecil yang dilakukan dengan hati yang sungguh-sungguh. Membaca meski hanya beberapa ayat, merenungi maknanya, atau sekadar mendengarkan tilawah saat hati Lelah, semua itu adalah bentuk perawatan rohani.

Maka untuk menjaga hafalan Qur’an tersebut salah satu upaya yang bisa dilakukan yaitu menggunakan metode muraja’ah dalam menghafal Al-Quran. Muraja’ah merupakan salah satu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara mengulang kembali hafalan yang sudah pernah dihafalkan untuk menjaga dari lupa dan salah.

Kegiatan mengulang hafalan sangat penting dalam menjaga hafalan agar tidak mudah hilang dan terlepas karena lupa, sifat lupa adalah sesuatu yang wajar pada diri manusia. Maka disinilah perlunya muraja’ah dalam menjaga hafalan Al-Qur’an.

Setiap orang yang menghafal Al-Qur’an sebenarnya pasti tau bahwa jika dia tidak me-muraja’ah secara terus menerus maka hafalannya akan hilang. Perlu disadari bahwa Al-Qur’an dengan memuraja’ahnya adalah sebagai penjaga keamanan dalam perjalanan yang sangat menolong seseorang dalam melakukan muraja’ah secara efisien dengan izin Allah Swt.

Dalam menjaga hafalan dengan memuraja’ah hafalan yang baru maupun hafalan yang lama, tentunya
memiliki tantangan tersendiri bagi masing-masing penghafal Qur’an, baik itu dalam membagi waktu untuk muraja’ah, maupun kesulitan dalam ziyadah hafalan baru (syaifullah, 2022).

Muraja’ah (mengulang hafalan) itu sangat penting karena manusia memang mudah lupa. Tanpa muraja’ah rutin, hafalan Al-Qur’an bisa cepat hilang.

Proses ini menjadi cara terbaik untuk menjaga hafalan, baik yang baru maupun yang lama meski setiap penghafal punya tantangannya sendiri, seperti membagi waktu atau menambah hafalan baru. Namun dengan konsistensi dan izin Allah, muraja’ah menjadi salah satu kunci ketahanan hafalan.

Namun, dibalik antusiasme yang tinggi terhadap program tahfidz, terdapat tantangan klasik yang hampir selalu muncul: proses mempertahankan hafalan (murojaah) jauh lebih sulit daripada menambah hafalan baru (ziyadah).

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa mayoritas penghafal mengalami penurunan kualitas hafalan bahkan kehilangan hafalan secara signifikan setelah beberapa bulan atau tahun jika tidak melakukan muraja’ah secara konsisten.

Fenomena ini tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga psikologis dan sosiologis, karena dipengaruhi oleh tingkat motivasi, manajemen waktu, dan dukungan lingkungan.

Selanjutnya, efektivitas mahasiswa tersebut dihadapkan beberapa faktor. Penghambat terbesar adalah konflik peran antara kewajiban akademik dan tahfidz.

Jadwal kuliah yang padat, tugas, ujian, hingga skripsi sering kali menguras energi dan waktu, sehingga muraja’ah mandiri menjadi yang pertama dikorbankan. Penghambat kedua adalah distraksi digital dari media sosial dan hiburan daring.

Penghambat ketiga adalah fluktuasi motivasi internal akibat kejenuhan terhadap pengulangan yang
repetitif. Penghambat keempat adalah belum optimalnya regulasi gadget karena status mahasiswa sebagai orang dewasa (zuhriya, 2025).

Untuk mengatasi tantangan tersebut, dua metode utama yang telah terbukti efektif secara empiris adalah muraja’ah (pengulangan individu secara rutin) dan tasmi’ (membacakan hafalan di hadapan guru atau teman sebagai bentuk evaluasi dan penguatan mental).

Penutup

Mahasiswa penghafal Al-Qur’an membangun resiliensi psikologis di era digital dengan menjadikan koneksi spiritual sebagai fondasi utama, yang kemudian diperkuat oleh dukungan komunitas dan keluarga.

Mereka mengembangkan strategi self-regulation yang khas, yaitu dengan menggabungkan praktik-praktik spiritual ke dalam keseharian agar tetap “hidup bersama Al-Qur’an”. Meskipun teknologi sering dilihat sebagai tantangan, kemampuan mereka untuk memanfaatkan teknologi secara cerdas dan strategis justru menjadi tanda ketahanan.

Hal ini menunjukkan bahwa teknologi dan spiritualitas sebenarnya bisa saling mendukung dan menguatkan ketika digunakan dalam konteks yang tepat.

Menjaga kedekatan dengan Al-Qur’an di tengah banyaknya distraksi itu perlu usaha yang sadar dan konsisten. Kedekatan itu tidak muncul tiba tiba, tetapi dibangun lewat kebiasaan kecil yang rutin membaca, menghafal, memahami, dan mencoba mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Walaupun dunia digital, kesibukan kuliah, dan aktivitas lain sering membuat fokus buyar, justru di situlah Al-Qur’an bisa jadi pegangan utama agar hati tetap tenang dan hidup lebih terarah. Intinya, merawat hubungan dengan Al-Qur’an berarti menjadikannya sebagai panduan hidup yang tetap kita pegang kuat, meskipun banyak godaan dan panggilan lain di luar sana. []

Mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Keguruan STAI-PIQ Sumatera Barat*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *