Oleh : Farel Pratama Putra*)
Galodo merupakan bencana alam berupa banjir bandang yang kerap terjadi di wilayah Sumatera Barat, terutama pada musim hujan. Dalam konteks masyarakat Minangkabau, istilah galodo merujuk pada aliran air deras yang datang secara tiba-tiba dengan membawa material lumpur, batu, kayu, dan material lainnya.
Peristiwa galodo yang terjadi pada akhir tahun 2025 menunjukkan bahwa bencana ini tidak hanya dipicu oleh faktor alam semata, tetapi juga merupakan hasil dari kombinasi cuaca ekstrem dan kerusakan lingkungan. Kondisi tersebut menjadikan galodo sebagai bencana hidrometeorologi yang berdampak luas terhadap kehidupan sosial, ekonomi, dan lingkungan masyarakat.
Secara geografis, Sumatera Barat merupakan wilayah yang didominasi oleh perbukitan, pegunungan, dan daerah aliran sungai yang relatif pendek. Kondisi ini menyebabkan air hujan mengalir dengan cepat dari daerah hulu ke daerah hilir.
Ketika curah hujan terjadi dengan intensitas tinggi dalam waktu singkat, kapasitas sungai sering kali tidak mampu menampung debit air yang meningkat secara drastis. Akibatnya, air meluap dan menimbulkan banjir bandang yang merusak wilayah sekitarnya.
Fenomena cuaca ekstrem yang terjadi pada akhir tahun 2025 semakin memperburuk kondisi ini, sehingga meningkatkan frekuensi dan skala kejadian galodo di berbagai daerah di Sumatera Barat.
Selain faktor alam, kerusakan lingkungan akibat aktivitas manusia turut berperan besar dalam meningkatkan risiko galodo. Penebangan hutan, alih fungsi lahan, serta praktik penggunaan lahan yang tidak berkelanjutan telah mengurangi tutupan vegetasi yang berfungsi sebagai daerah resapan air.
Berkurangnya daya serap tanah menyebabkan limpasan permukaan meningkat, sehingga mempercepat aliran air menuju sungai. Kondisi ini juga memicu erosi dan sedimentasi sungai yang mengurangi kapasitas tampung aliran air, sehingga potensi terjadinya galodo menjadi semakin besar.
Dampak galodo yang terjadi di Sumatera Barat sangat kompleks dan meluas. Dari aspek sosial, bencana ini menyebabkan korban jiwa, luka-luka, serta kehilangan tempat tinggal bagi masyarakat yang terdampak.
Banyak warga terpaksa mengungsi akibat rusaknya permukiman dan lingkungan tempat tinggal mereka. Dari sisi ekonomi, galodo menimbulkan kerugian materi yang besar, terutama akibat rusaknya lahan pertanian, usaha masyarakat, dan fasilitas umum. Kerusakan ini berdampak langsung terhadap mata pencaharian masyarakat dan memperlambat pemulihan ekonomi daerah.
Galodo juga memberikan dampak signifikan terhadap infrastruktur dan lingkungan. Jalan, jembatan, serta sarana transportasi dan komunikasi sering mengalami kerusakan parah sehingga menghambat mobilitas masyarakat dan distribusi bantuan.
Dari sisi lingkungan, galodo menyebabkan erosi tanah, pencemaran sumber air, serta kerusakan ekosistem sungai dan hutan. Dampak lingkungan ini bersifat jangka panjang dan berpotensi menurunkan kualitas lingkungan hidup serta meningkatkan kerentanan wilayah terhadap bencana serupa di masa depan.
Upaya mitigasi galodo perlu dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan untuk mengurangi risiko dan dampak bencana. Rehabilitasi lingkungan melalui reboisasi dan pemulihan kawasan hulu sungai menjadi langkah penting dalam meningkatkan daya serap tanah terhadap air hujan.
Selain itu, pengelolaan tata ruang dan penggunaan lahan yang berbasis pada analisis risiko bencana harus diterapkan secara konsisten agar aktivitas pembangunan tidak memperparah kerentanan wilayah terhadap galodo.
Pemerintah daerah memiliki peran strategis dalam upaya pengurangan risiko galodo melalui penegakan regulasi perlindungan lingkungan dan pengendalian alih fungsi lahan. Pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur pengendali banjir, seperti sistem drainase dan normalisasi sungai, juga perlu dilakukan untuk mengelola aliran air secara lebih efektif saat terjadi hujan ekstrem.
Di sisi lain, penguatan sistem peringatan dini berbasis cuaca dan hidrologi menjadi langkah penting dalam meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat terhadap potensi bencana.
Partisipasi aktif masyarakat juga merupakan faktor kunci dalam membangun ketangguhan terhadap bencana galodo. Edukasi kebencanaan, pelatihan kesiapsiagaan, serta pelibatan masyarakat dalam kegiatan konservasi lingkungan dapat meningkatkan kesadaran dan kapasitas masyarakat dalam menghadapi risiko bencana.
Dengan pemahaman yang baik, masyarakat diharapkan mampu mengambil langkah-langkah preventif dan responsif ketika terjadi ancaman galodo.
Secara keseluruhan, galodo di Sumatera Barat merupakan bencana yang dipicu oleh interaksi antara faktor alam dan aktivitas manusia. Peristiwa banjir bandang yang terjadi akibat cuaca ekstrem dan kerusakan lingkungan menunjukkan bahwa penanggulangan galodo tidak dapat dilakukan secara parsial.
Diperlukan kerja sama yang kuat antara pemerintah, masyarakat, akademisi, dan pihak terkait lainnya untuk mengelola lingkungan secara berkelanjutan dan mengurangi risiko bencana.
Dengan upaya mitigasi yang terencana dan berkelanjutan, diharapkan dampak galodo dapat diminimalkan serta keselamatan masyarakat dan kelestarian lingkungan dapat terjaga.
Mahasiswa UIN Imam Bonjol Padang, Program Studi Ekonomi Syariah*)




