NAMA Gilang Ilhaza kembali mengharumkan Indonesia dan Sumatera Barat di pentas internasional. Pegulat asal Pengcab PGSI Kota Padang itu sukses mempersembahkan medali perak kelas 74 kilogram gaya bebas putra pada SEA Games 2025 yang berlangsung di Pacific Park Sriracha, Chonburi, Thailand, Jumat (19/12/2025).
Di partai final, Gilang harus mengakui keunggulan pegulat Vietnam Tat Du Can setelah kalah angka. Meski gagal meraih emas, pencapaian ini menjadi bukti konsistensi dan daya juang Gilang sebagai salah satu pegulat terbaik Indonesia saat ini.
Perjalanan Gilang menuju final terbilang impresif. Pada laga pertama, ia menumbangkan Dargani M. asal Filipina dengan kemenangan jatuhan. Di semifinal, Gilang kembali menunjukkan performa meyakinkan dengan menaklukkan pegulat tuan rumah Chamnanjam dari Thailand melalui kemenangan angka.
“Alhamdulillah saya bisa sampai ke final dan meraih medali perak. Ini hasil kerja keras dan dukungan banyak pihak. Ke depan saya akan terus berlatih agar bisa meraih hasil yang lebih baik lagi,” ujar Gilang dengan rendah hati.
Lahir di Sulit Air, Kabupaten Solok, pada 13 Januari 1998, Gilang memang tak bisa dilepaskan dari dunia gulat. Olahraga keras yang identik dengan bantingan dan kuncian itu telah menjadi bagian dari hidupnya sejak kecil.
Ia adalah anak ketiga dari lima bersaudara, dan uniknya, kelima bersaudara tersebut semuanya atlet gulat.
“Kami lima bersaudara semuanya atlet gulat. Alhamdulillah, semuanya pernah meraih medali,” ungkap Gilang, alumni Pendidikan Profesi Guru (PPG) Pendidikan Olahraga Universitas Negeri Padang (UNP).
Sang ayah, Nazarwin, dan ibu, Yurnepis, menjadi pilar utama yang membentuk mental dan karakter Gilang. Bahkan, ayahnya merupakan pelatih pertama yang memperkenalkan gulat secara serius dalam hidupnya.
Prestasi keluarga ini pun bukan main. Kakak tertuanya, Bismi Fernandes, peraih perak PON 2016 dan perunggu PON 2008. Kakak kedua, Heru Fernandes, sukses meraih perak PON 2016 dan PON 2021.
Adiknya, Alung Saragara Lelana dan si bungsu Bintang Permata Yunas, kini tercatat sebagai atlet gulat di PPOP Jakarta.
Ditempa Sejak PPLP hingga Pelatnas
Karier Gilang ditempa sejak muda. Ia merupakan alumni PPLP Sumatera Barat (2010–2015), tempat karakter bertanding dan mental baja mulai dibentuk. Di sana, ia digembleng oleh pelatih seperti Samsulgusri, yang berperan besar dalam membentuk gaya bertarungnya.
Perjalanan panjang itu membawanya menembus PON, Pelatnas, hingga akhirnya berdiri di podium SEA Games. Banyak sosok yang ia anggap berjasa dalam kariernya.
“Yang paling utama tentu keluarga dan orang tua. Ayah adalah pelatih pertama saya, dan kedua kakak saya terus membimbing saya sampai sekarang,” tutur Gilang.
Ia juga menyebut peran PP PGSI, khususnya Trimedya Panjaitan, yang memfasilitasi dan menyokong persiapan menuju kejuaraan.
Di Pelatnas, Gilang dibimbing oleh Badriansyah, Basuki Rahmad, dan Suryadi, serta para senior dan rekan seperjuangan.
Tak lupa, pelatih gym Alamsyah Basir yang sangat berpengaruh dalam peningkatan kekuatan ototnya hingga mampu meraih emas PON, para dosen FIK UNP yang membekalinya ilmu kepelatihan, serta pelatih Sumbar Ediswal dan Ilmarizal yang memberinya kesempatan tampil di PON sebagai jalan menuju SEA Games.
“Dan tentu saja semua teman, senior, junior, serta orang-orang yang telah mendoakan saya,” tambahnya.
Menjadi atlet gulat bukan tanpa pengorbanan. Bagi Gilang, ada suka dan duka yang berjalan beriringan.
Sukanya, gulat adalah hobi yang membawanya bertanding ke berbagai daerah dan negara. Pada level tertentu, pertandingan dibiayai negara, dan bonus menanti ketika juara.
Namun dukanya jauh lebih berat.
Latihan keras dengan rasa sakit yang nyaris setiap har. Kelelahan, bantingan, benturan, cedera, hingga memaksakan diri berlatih saat tubuh belum pulih. Ia juga harus berjuang menjaga berat badan.Memaksa makan saat berat turun dan menahan makan saat berat berlebih.
“Kadang latihan sendiri saat orang lain masih tidur. Saat gagal, direndahkan orang. Kata-kata atlet sering tidak didengar,” ungkapnya jujur.
Selepas SEA Games 2025, Gilang memilih tetap membumi. Fokusnya kini adalah menjaga kondisi fisik dan mengevaluasi kekurangan sebagai pegulat.
“Saya akan terus berlatih dan memperbaiki kekurangan saya,” katanya.
Namun, ia juga menyampaikan harapan besar kepada pemerintah.
“Semoga pemerintah bisa memberikan saya pekerjaan yang layak dan saya tetap bisa berlatih. Karena setelah ini saya tidak memiliki pekerjaan selain sebagai atlet. Saya berharap olahraga bisa lebih diperhatikan,” ucapnya lirih namun tegas.
Bagi Gilang Ilhaza, medali perak SEA Games bukan hanya soal podium. Ia adalah simbol dari perjuangan panjang, pengorbanan keluarga, dan keteguhan seorang atlet daerah yang berjuang di tengah keterbatasan.
Dari Sulit Air hingga Thailand, dari matras sederhana hingga panggung Asia Tenggara, Gilang membuktikan bahwa prestasi lahir dari darah, disiplin, dan doa yang tak pernah putus. (hendri parjiga)




