Oleh : Rizki Ilham*)
Pendahuluan
TikTok pertama kali diluncurkan pada tahun 2016 oleh perusahaan teknologi asal Tiongkok, ByteDance, dengan nama awal Douyin untuk pasar Tiongkok. Setahun kemudian, aplikasi ini diperkenalkan secara global dengan nama TikTok dan dengan cepat menarik perhatian pengguna di berbagai negara.
Popularitasnya semakin meningkat setelah ByteDance mengakuisisi aplikasi Musical.ly pada tahun 2018, yang kemudian digabungkan dengan TikTok dan memperluas jangkauan penggunanya ke seluruh dunia.
TikTok mulai masuk ke Indonesia sekitar tahun 2017. Pada awal kemunculannya, aplikasi ini langsung menarik minat masyarakat, terutama kalangan remaja, karena konsepnya yang sederhana namun menghibur. Pengguna dapat membuat dan membagikan video pendek dengan musik, efek, dan filter menarik.
Namun, di tahun 2018, TikTok sempat diblokir sementara oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) karena dinilai memuat konten negatif yang tidak mendidik. Setelah pihak TikTok melakukan perbaikan dan membersihkan konten yang dianggap bermasalah, aplikasi ini kembali diizinkan beroperasi di Indonesia dan justru semakin populer hingga saat ini.
Di balik kesuksesan dan daya tariknya, TikTok menghadirkan berbagai problematika yang perlu diperhatikan. Banyak pengguna, terutama remaja, yang menghabiskan waktu berjam-jam untuk menonton atau membuat konten, hingga mengabaikan aktivitas belajar dan interaksi sosial di dunia nyata.
Selain itu, muncul pula isu mengenai privasi data, penyebaran konten negatif, serta tren berbahaya yang sering ditiru tanpa pertimbangan.
Meski demikian, TikTok tidak sepenuhnya berdampak buruk. Aplikasi ini juga memiliki sisi positif, seperti menjadi wadah untuk menyalurkan kreativitas, sumber hiburan, serta sarana promosi usaha dan edukasi. Banyak kreator yang memanfaatkan TikTok untuk berbagi ilmu, inspirasi, dan pesan positif bagi masyarakat.
Namun, penggunaan yang berlebihan dan tanpa pengendalian dapat menimbulkan dampak negatif, seperti kecanduan media sosial, gangguan konsentrasi, penurunan produktivitas, bahkan masalah kesehatan mental.
Oleh karena itu, penting bagi pengguna khususnya generasi muda untuk menggunakan TikTok secara bijak agar manfaatnya dapat dirasakan tanpa terjebak dalam pengaruh buruk yang ditimbulkannya.
Pembahasan
Di era digital yang semakin maju, media sosial khususnya TikTok telah menjadi salah satu platform yang sangat memengaruhi kehidupan masyarakat.
Data Business of Apps menunjukkan bahwa pada kuartal pertama tahun 2023 TikTok berhasil menarik lebih dari 1,67 miliar pengguna aktif bulanan di seluruh dunia, meningkat dari 1,6 miliar pada kuartal sebelumnya (Riska Christina, Muhammad Salis Yuniardi & Adhyatman Prabowo, 2023).
Berdasarkan data per negara pada April 2023, Indonesia menempati posisi kedua setelah Amerika Serikat dengan jumlah pengguna aktif bulanan sebanyak 112,97 juta, hanya berselisih 3,52 juta dari pengguna di Amerika (116,49 juta) (Cindy Mutia Annur, 2023).
Fakta ini membuktikan bahwa Indonesia merupakan salah satu mangsa pasar terbesar dan paling potensial bagi TikTok.
Namun, di balik besarnya jumlah pengguna, muncul berbagai tantangan sosial dan psikologis yang cukup berpengaruh terhadap perilaku masyarakat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan TikTok berlebihan dapat menyebabkan kecanduan.
Di mana ketika seseorang orang sudah kecanduan ia akan ketergantungan, bermalas malasan, kurang tidur susah fokus dan bahkan masalah mental, ini membuktikan bahwa TikTok ini adalah sesuatu yang menjadi masalah serius hingga saat ini, berikut beberapa kasus tentang bahaya TikTok ini:
- Detik News Indonesia melaporkan bahwa 6,4% pengguna TikTok berisiko mengalami kecanduan. Meskipun persentase ini tidak besar, dampaknya signifikan karena pengguna menjadi sulit mengendalikan perilaku mereka yang terdorong untuk terus mengakses aplikasi. (Agus Nugroho, 2025)
- Studi dari Common Sense Media (2022) menemukan bahwa 58% remaja AS melaporkan TikTok memberi perasaan negatif tentang diri mereka. Contoh nyata: Pada tahun 2021, seorang remaja bernama Molly Russell di Inggris meninggal karena bunuh diri, di mana penyelidikan menemukan bahwa konten TikTok tentang depresi dan bunuh diri berkontribusi pada kondisinya. (Ika Nur Cahyani, 2022).
- Algoritma TikTok dirancang untuk menjaga pengguna tetap terlibat, menyebabkan kecanduan. Laporan dari Journal of Pediatrics (2023) menunjukkan bahwa pengguna remaja menghabiskan rata-rata 1,5 jam per hari di TikTok, yang mengganggu tidur dan produktivitas.
- TikTok telah digunakan untuk cyberbullying. Kasus di AS pada tahun 2022 melibatkan remaja yang di-bully melalui video viral, menyebabkan trauma psikologis. Selain itu, ada laporan tentang predator yang menggunakan fitur live untuk mengincar anak-anak (Hidayati & Hasfi, 2023).
Selain itu, di kemukakan dari salah satu akun YouTube @pertajampolapikir yang menjelaskan tentang 5 bahaya TikTok:
- Penggunaan Akan Kecanduan Scroll Tanpa Henti
Kebiasaan scrolling tanpa tujuan yang jelas akan melahirkan kecanduan yang sulit untuk di hentikan. Sebagaimana ini di kuatkan dari hasil penelitian Dr. Julie Albright, seorang sosiolog yang meneliti budaya digital, menjelaskan bahwa konten TikTok mampu memicu pelepasan dopamin di otak, sehingga pengguna terdorong untuk terus men-scroll konten berikutnya dan akhirnya mengalami ketergantungan.
Tidak hanya itu kecanduan scrolling ini juga membuat seseorang membuang-buang waktu secara sia-sia, gangguan jam tidur, dan susah fokus pada sesuatu Studi longitudinal di Computers in Human Behavior (2023) dari University of Oxford menemukan bahwa scrolling berlebihan mengurangi interaksi tatap muka, meningkatkan perasaan kesepian hingga 25% di kalangan remaja (Darmayanti, Arifin, & Inayah, 2023).
- Gangguan Konsentrasi dan Produktivitas Menurun
Karena terlalu banyak waktu untuk menonton video pendek, muncul risiko menurunnya kemampuan fokus dalam belajar atau bekerja, dan produktivitas jadi berkurang. Hal ini sejalan dengan data yang saya temukan di lapangan bahwa ada salah seorang teman saya yang kecanduan scrolling TikTok dan memang benar itu berdampak sekali pada kesehariannya, ia sering bermalas-malasan, kurang tidur, kebingungan, dan susah untuk berpikir kritis.
Eksistensi berbagai fitur, seperti jenis efek, musik, kreativitas pengguna lain yang semakin membuat pengguna betah berlama-lama menggunakan TikTok, dan jika penggunaan itu di hentikan maka akan menimbulkan kecemasan pada penggunanya.
- Membanding Diri dengan Orang Lain
Konten di TikTok sering menampilkan gaya hidup mewah, penampilan menarik, atau tren populer yang bisa membuat pengguna merasa tidak cukup atau ingin meniru menimbulkan stres atau kecemasan. Karena banyaknya konten publikasi gaya hidup mewah yang di hadirkan di TikTok tersebut sehingga merangsang penggunaan untuk bersifat konsumtif.
Kondisi ini didukung oleh data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tentang pengeluaran per kapita menurut kelompok komoditas bukan makanan per September 2021 yang menunjukkan bahwa, persentase pengeluaran untuk keperluan belanja barang, pakaian dan pesta cukup tinggi.
Data tersebut memberikan informasi bahwa mayoritas masyarakat Indonesia memiliki kecenderungan berperilaku konsumtif. Kondisi seperti ini tak ubah seperti kondisi masyarakat industri modern. Ini adalah salah satu dampak negatif yang di timbulkan dari penggunaan TikTok ini.
- Konten Negatif dan Pengaruh Buruk
Ada banyak konten yang kurang edukatif, bahkan berpotensi memicu adopsi perilaku berbahaya (misalnya ikut tantangan ekstrem) atau memperkuat stereotip negatif.
Bahkan TikTok sempat di blokir pada 2018 karena memuat konten negatif yang tidak mendidik, namun nyatanya sampai saat ini konten-konten itu masih banyak bermunculan walaupun setelah perbaikan. Dan ini dapat di buktikan dari beberapa bukti di bawah ini:
Banyaknya konten yang tidak edukatif menjadi alasan utama mengapa TikTok dapat dianggap sebagai ancaman terhadap peningkatan mutu dan kualitas generasi di Indonesia. Kebiasaan menonton konten yang tidak sehat dapat melahirkan pola pikir yang tidak sehat pula.
Oleh karena itu, peran pemerintah sangat penting dalam memperhatikan berbagai ancaman dan potensi bahaya yang ditimbulkan oleh platform TikTok ini.
- Kurangnya Waktu Interaksi Dunia Nyata Berkurang
Hari-hari yang dihabiskan hanya dengan berdiam diri di kamar sambil bermain TikTok membuat seseorang kehilangan banyak waktu untuk berinteraksi dengan dunia luar, dan hal ini dapat berdampak sangat buruk.
Kebiasaan menggunakan TikTok secara terus-menerus mengganggu waktu untuk bersosialisasi secara langsung, melakukan aktivitas fisik, maupun beristirahat dengan cukup. Akibatnya, kesehatan fisik dan mental dapat terganggu.
Menurut Shannon Poppito, PhD, seorang psikolog klinis di Baylor University Medical Center, ketika seseorang menghabiskan terlalu banyak waktu di media sosial, mereka akan semakin terputus dari kehidupan nyata dan merasa kurang terhubung dengan diri mereka sendiri. (Baylor Scott & White Health, 2017).
Media sosial tidak memberikan pengalaman hidup yang penuh dan bermakna seperti halnya hubungan nyata yang membuat kita merasa terhubung dan memiliki. Banyak orang terus menggunakan media sosial untuk mengisi kekosongan dalam hidup mereka, namun ironisnya, media sosial justru menciptakan kekosongan baru melalui kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain.
Kesimpulannya, platform TikTok dapat memberikan berbagai manfaat dalam kehidupan modern, seperti memudahkan penyiaran dan akses informasi, menjadi sarana hiburan, serta berpotensi menghasilkan pendapatan.
Namun, hingga saat ini TikTok juga tetap menjadi masalah serius karena dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, seperti ketergantungan, kurang tidur, sulit fokus, menurunnya produktivitas, dan lain sebagainya bagi penggunanya. Dengan demikian, TikTok akan memberikan manfaat apabila digunakan secara bijak dan terkontrol, tetapi dapat menimbulkan mudarat apabila penggunaannya tidak dikendalikan.
Penutup
Maka untuk menjawab masalah dan tantangan tersebut maka perlu dilakukan upaya-upaya sebagai berikut:
- Meningkatkan Literasi Digital dan Kesadaran Diri
Pengguna, khususnya remaja, perlu memiliki kemampuan literasi digital agar mampu memahami manfaat dan risiko dari setiap konten yang dikonsumsi. Literasi digital membantu seseorang memilah informasi yang benar, menghindari konten negatif, dan mengendalikan perilaku online agar lebih sehat.
Menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika literasi digital adalah kunci utama untuk menciptakan ruang digital yang aman dan produktif (Kominfo, 2022).
- Membatasi Waktu Penggunaan Media Sosial
Membatasi waktu penggunaan bermedia sosial adalah solusi terbaik agar bisa menanggulangi bahaya platform TikTok ini, kerena seperti yang telah di jelaskan di atas kebiasaan bermain dan scroll tanpa sebab yang jelas yang membuat seseorang tak kenal waktu dalam bermain TikTok ini, Penelitian oleh Pratiwi dan Fazriani (2020) menunjukkan bahwa pembatasan waktu dan disiplin diri dapat menurunkan tingkat kecanduan media sosial secara signifikan (Pratiwi & Fazriani, 2020).
- Meningkatkan Aktivitas Sosial di Dunia Nyata
Berinteraksi dengan dunia luar melakukan sesuatu yang nyata akan mengalihkan diri dari kebiasaan berselancar di media sosial tanpa tujuan yang jelas ini contoh nya dengan bekerja, berkumpul bersama teman, olahraga dll.
Aktivitas sosial ini tidak hanya mengurangi ketergantungan pada media digital, tetapi juga membantu menjaga kesehatan mental.
- Pemanfaatan TikTok untuk Hal Positif dan Edukatif
Maraknya konten negatif di TikTok tidak menutup kemungkinan bahwa platform ini tetap dapat dimanfaatkan sebagai sumber edukasi dan sarana melakukan berbagai hal positif. Bahkan, TikTok juga bisa menjadi media untuk menghasilkan cuan tambahan maupun melakukan promosi apabila digunakan secara bijak.
Penggunaan media sosial untuk tujuan kreatif dapat meningkatkan kepuasan diri dan mengurangi perilaku konsumtif (Wulandari & Netrawati, 2020).
- Peran Orang Tua dan Pemerintah dalam Pengawasan
Hal ini sejalan dengan kebijakan Kominfo (2018) saat melakukan pemblokiran sementara TikTok sebagai bentuk pengawasan terhadap konten yang tidak sesuai dengan nilai pendidikan dan moral. Semua butuh pengawasan, bukan hanya anak-anak bahkan orang dewasa pun banyak terdampak dari penggunaan TikTok.
Singkatnya, TikTok merupakan aplikasi yang memiliki dampak positif dan negatif. Di satu sisi, TikTok dapat menjadi sarana mengekspresikan kreativitas, memperoleh pengetahuan, hiburan, serta media promosi usaha.
Namun, di sisi lain, penggunaan yang berlebihan berpotensi menimbulkan berbagai masalah, seperti kecanduan, kurang tidur, menurunnya fokus belajar, perilaku konsumtif, hingga rasa tidak aman akibat sering membandingkan diri dengan orang lain. Selain itu, keberadaan konten negatif dan tren berbahaya juga menjadi tantangan yang perlu diwaspadai.
Untuk meminimalisir dampak tersebut, pengguna perlu memiliki literasi digital yang baik agar mampu memilah konten secara bijak serta membatasi waktu penggunaan guna menjaga kesehatan dan produktivitas.
Pengguna juga dianjurkan untuk menyeimbangkan aktivitas di media sosial dengan kegiatan positif di dunia nyata. Dengan penggunaan yang tepat, TikTok dapat memberikan manfaat besar, terutama sebagai sarana edukasi dan pengembangan diri.
Oleh karena itu, peran orang tua dan pemerintah sangat diperlukan dalam pengawasan agar konten yang beredar tetap aman dan bermanfaat bagi masyarakat. []
Daftar Pustaka
Annur Cindy Mutia. (2023, April 24). Pengguna TikTok di Indonesia Terbanyak Kedua di Dunia per April 2023, Nyaris Salip AS?. DataBoks.
Baylor Scott & White Health News. (2017). Proceedings of the Baylor University Medical Center, 30(3), 373–377. https://doi.org/10.1080/08998280.2017.11929655.
Cahyani, I. N. (2022, October 1). Kasus Molly Russel, remaja Inggris yang habisi diri sendiri setelah tonton konten media sosial. Tribunnews.com.
Christina, R., Yuniardi, MS, & Prabowo, A. (2019). Hubungan tingkat neurotisme dengan Fear of Missing Out (FoMO) pada remaja pengguna aktif media sosial. Pribumi: Jurnal Ilmiah Psikologi , 4 (2), 105-117.
Hidayati, A. N., & Hasfi, N. (2023). Cyberbullying pada Remaja di TikTok Official Account@ Cimoycantik12. Interaksi Online, 12(1), 106-117.
Nugroho, A. (2025, January 10). Remaja, TikTok, dan kesehatan mental. Detiknews.
Pratiwi, A., Fazriani, A., & Tangera, D. S. Y. (2020). Hubungan antara fear of missing out (Fomo) dengan kecanduan media sosial pada remaja pengguna media sosial. Jurnal Kesehatan, 9(1), 1-13.
Thursina, F. (2023). Pengaruh media sosial terhadap kesehatan mental siswa pada salah satu SMAN di Kota Bandung. Jurnal Psikologi dan Konseling West Science , 1 (1), 19-30.
Wulandari, R., & Netrawati, N. (2020). RETRACTED: Analisis tingkat kecanduan media sosoial pada remaja. JRTI (Jurnal Riset Tindakan Indonesia), 5(2), 41-46.
Mahasiswa Pendidikan Agama Islam STAI PIQ Sumbar*)
