Simpati dan Empati: Dua Nilai Dasar dalam Pendidikan Moral

Oleh : Rabiah Fitriani*)

Pendahuluan

Pendidikan moral merupakan aspek penting dalam pembentukan kepribadian peserta didik. Dalam konteks pendidikan modern yang sarat dengan tantangan sosial, nilai-nilai seperti simpati dan empati menjadi fondasi utama untuk menumbuhkan sikap peduli, toleran, dan bertanggung jawab.

Simpati dan empati bukan sekadar konsep emosional, tetapi juga moralitas yang membentuk karakter manusia beradab. Melalui pendidikan, kedua nilai ini dapat ditanamkan dan dikembangkan agar peserta didik tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki kepekaan sosial yang tinggi.

Di era globalisasi dan kemajuan teknologi seperti sekarang, pendidikan tidak lagi hanya bertujuan mengembangkan kemampuan akademik, tetapi juga membangun karakter yang kuat pada diri peserta didik.

Modernisasi membawa banyak kemudahan sekaligus tantangan, seperti menurunnya kepekaan sosial, meningkatnya perilaku individualistik, serta munculnya berbagai kasus kekerasan sosial dan perundungan, baik di dunia nyata maupun digital.

Oleh karena itu, pendidikan moral yang menanamkan nilai simpati dan empati menjadi sangat relevan sebagai dasar pembentukan manusia yang berperilaku baik, berpekerti luhur, serta mampu hidup berdampingan secara harmonis dengan sesama.

Nilai simpati dan empati berperan penting sebagai landasan perilaku prososial yang memungkinkan peserta didik untuk peka terhadap kondisi orang lain. Simpati mendorong seseorang untuk peduli terhadap keadaan sesamanya, sedangkan empati membawa seseorang untuk memahami bahkan merasakan secara mendalam apa yang dialami orang lain.

Dengan memiliki keduanya, peserta didik tidak hanya mampu memahami penderitaan atau kesulitan orang lain, tetapi juga tergerak untuk memberikan bantuan nyata. Kemampuan seperti inilah yang sangat dibutuhkan dalam masyarakat modern, di mana interaksi sosial semakin kompleks dan keberagaman menjadi ciri utama kehidupan.

Artikel ini akan membahas makna, peran, dan relevansi nilai simpati dan empati dalam pendidikan moral, serta bagaimana keduanya berkontribusi dalam membentuk kepribadian manusia yang berakhlak mulia.

Pembahasan

1. Pengertian Simpati dan Empati

Secara etimologis, simpati berasal dari bahasa Yunani sympathēs yang berarti “merasakan bersama”. Simpati adalah perasaan peduli terhadap keadaan orang lain, biasanya muncul ketika seseorang menyadari penderitaan, kesedihan, atau kesulitan orang lain dan menunjukkan keinginan untuk membantu (Noddings, 2013).

Sementara itu, empati berasal dari kata empathia yang berarti “merasakan di dalam”. Empati tidak hanya berarti memahami perasaan orang lain, tetapi juga ikut merasakan apa yang dirasakan oleh orang tersebut secara mendalam (Davis, 2010)

Simpati bersifat emosional dan bersumber dari rasa iba, sedangkan empati lebih dalam karena melibatkan kemampuan kognitif untuk menempatkan diri dalam posisi orang lain.

Dalam konteks pendidikan moral, kedua nilai ini menjadi dasar dalam membangun hubungan sosial yang harmonis dan mendorong tindakan moral yang nyata.

2. Simpati dan Empati dalam Perspektif Pendidikan Moral

Pendidikan moral tidak hanya mengajarkan nilai benar dan salah secara normatif, tetapi juga melatih kepekaan sosial peserta didik terhadap kondisi lingkungan sekitarnya.

Dalam teori pendidikan moral menurut Lickona (2012), pengembangan karakter moral terdiri dari tiga komponen utama: pengetahuan moral (moral knowing), perasaan moral (moral feeling), dan tindakan moral (moral action).

Simpati dan empati berada pada dimensi moral feeling, yaitu landasan emosional yang mendorong seseorang untuk berbuat baik. Guru dan lembaga pendidikan memiliki peran penting dalam menanamkan kedua nilai ini.

Melalui pembelajaran kontekstual, siswa dapat diajak untuk memahami kondisi sosial yang beragam serta mengembangkan kemampuan berempati terhadap sesama.

Misalnya, melalui kegiatan sosial, kerja bakti, atau program layanan masyarakat, siswa belajar menempatkan diri dalam situasi orang lain dan menumbuhkan rasa simpati yang tulus.

3. Relevansi Simpati dan Empati terhadap Pembentukan Karakter

Nilai simpati dan empati memiliki peran strategis dalam membentuk karakter manusia yang beradab. Seseorang yang memiliki simpati cenderung memiliki hati lembut dan peka terhadap penderitaan orang lain.

Sedangkan individu yang berempati mampu memahami perspektif orang lain dan bertindak dengan bijak dalam situasi sosial.

Dalam konteks pendidikan di Indonesia, nilai-nilai ini sangat relevan dengan tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu membentuk peserta didik yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, dan bertanggung jawab terhadap masyarakat.

Oleh karena itu, penguatan pendidikan karakter melalui nilai simpati dan empati menjadi bagian integral dari proses pembelajaran.

Lebih jauh, simpati dan empati juga mendorong terbentuknya solidaritas sosial di tengah masyarakat yang majemuk. Dalam konteks multikultural, peserta didik yang memiliki empati tinggi akan lebih mudah menerima perbedaan agama, budaya, maupun status sosial.

Hal ini membantu menciptakan suasana toleran dan harmonis, sesuai dengan sem Ika. Bhinneka Tunggal

4. Implementasi Nilai Simpati dan Empati dalam Pendidikan

Implementasi nilai-nilai simpati dan empati dapat dilakukan melalui berbagai strategi pendidikan.

Pertama, melalui pendekatan keteladanan, di mana guru menjadi figur yang menunjukkan sikap peduli, sabar, dan memahami perasaan siswa. Keteladanan ini berfungsi sebagai contoh nyata bagi peserta didik untuk meniru perilaku moral.

Kedua, melalui pendekatan pengalaman langsung, seperti kegiatan bakti sosial, penggalangan dana untuk korban bencana, atau kunjungan ke panti asuhan. Pengalaman langsung memungkinkan siswa merasakan kondisi orang lain secara emosional dan sosial, sehingga memperkuat rasa empati mereka.

Ketiga, melalui pembelajaran berbasis nilai (value-based education), di mana kurikulum tidak hanya berorientasi pada akademik, tetapi juga pada pengembangan karakter.

Guru dapat mengintegrasikan nilai simpati dan empati ke dalam materi pelajaran seperti Pendidikan Pancasila, Agama, atau Ilmu Sosial, dengan menekankan pentingnya memahami dan menghargai sesama manusia.

Penutup

Simpati dan empati merupakan dua nilai fundamental dalam pendidikan moral yang berperan penting dalam pembentukan kepribadian peserta didik.

Keduanya tidak hanya memperkuat hubungan sosial, tetapi juga menjadi landasan dalam menumbuhkan karakter peduli, toleran, dan bertanggung jawab. Dalam dunia pendidikan, guru berperan strategis sebagai model dan fasilitator yang menanamkan nilai-nilai tersebut melalui keteladanan dan pengalaman nyata.

Pendidikan yang mengintegrasikan simpati dan empati diharapkan dapat melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga berkepribadian luhur dan peka terhadap nilai-nilai kemanusiaan.

Dengan demikian, simpati dan empati benutupukan hanya nilai moral individual, melainkan juga kunci utama dalam membangun masyarakat yang harmonis dan beradab.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita seringkali berhadapan dengan situasi sosial yang menuntut kepekaan hati. Banyak orang mampu merasa iba (simpati), namun belum tentu mampu memahami secara mendalam perasaan orang lain (empati).

Melalui pendidikan moral, individu dilatih untuk melampaui sekadar rasa kasihan menuju kemampuan memahami dan bertindak untuk membantu. Refleksi pribadi ini mengingatkan bahwa empati tidak lahir secara instan, melainkan hasil proses pembelajaran dan pembiasaan sejak dini.

Dengan menumbuhkan kedua nilai tersebut, manusia dapat lebih memahami arti kemanusiaan sejati dan berkontribusi positif bagi lingkungan sosialnya. []

Daftar Pustaka

Davis, M. H. (2018). Empathy: A Social Psychological Approach. Routledge.

Lickona, T. (2012). Educating for Character: How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility. Bantam Books.

Noddings, N. (2013). Caring: A Relational Approach to Ethics and Moral Education. University of California Press.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Yusuf, S. (2019). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Remaja Rosdakarya.

Mahasiswa Prodi Pendidikan Agama Islam STAI PIQ Sumatera Barat*)

Exit mobile version