Oleh : Latifah Hanif*)
PENDAHULUAN:
Zaman sekarang membawa berbagai tantangan baru bagi anak remaja, mulai dari tekanan prestasi sekolah, tekanan sosial dari teman sebaya, hingga dampak paparan informasi yang tak terbatas melalui gawai.
Masa remaja adalah masa transisi krusial di mana anak-anak mulai membentuk identitas diri, mengembangkan hubungan sosial, dan menghadapi pilihan yang akan mempengaruhi masa depan mereka.
Di tengah kesibukan dan tantangan tersebut, kesehatan mental seringkali terabaikan atau dianggap kurang penting dibandingkan kesehatan fisik. Padahal, kesehatan mental yang baik adalah pondasi utama bagi anak remaja untuk tumbuh, berkembang, dan menghadapi berbagai situasi dengan tangguh.
Tanpa perawatan yang tepat, masalah kesehatan mental seperti kecemasan, depresi, atau stres berlebih bisa mengganggu aktivitas sehari-hari, hubungan, dan potensi mereka yang sebenarnya.
Oleh karena itu, memahami dan menjaga kesehatan mental bagi anak remaja adalah hal yang sangat krusial, tidak hanya bagi diri mereka sendiri tetapi juga bagi keluarga, sekolah, dan masyarakat secara luas.
PEMBAHASAN:
Remaja saat ini sering kali mengalami gangguan kesehatan mental, ini dibuktikan dengan adanya beberapa kasus di bawah ini:
1.Pengaruh Media Sosial dan Cyberbullying
Studi Kasus: Penelitian dari Journal of Adolescent Health (2023) menganalisis kasus remaja perempuan berusia 15 tahun yang menghabiskan 6+ jam sehari di TikTok, mengalami kecemasan sosial dan body dysmorphia.
Di Inggris, survei NHS (2023) menemukan bahwa 1 dari 5 remaja mengalami cyberbullying, yang berkorelasi dengan peningkatan risiko depresi. Contoh: Seorang remaja laki-laki berusia 17 tahun di Australia mengalami stalking online, yang berujung pada upaya bunuh diri.
Tren: Platform seperti Instagram dan TikTok dikaitkan dengan perbandingan diri, dengan remaja LGBTQ+ lebih rentan akibat stigma online.
2.Gangguan Makan dan Tekanan Tubuh
Studi Kasus: Laporan dari Eating Disorders Awareness (2022) menyoroti kasus remaja berusia 14 tahun yang terobsesi dengan influencer fitness di media sosial, mengembangkan anorexia nervosa.
Di Jepia, studi dari JAMA Pediatrics (2023) menunjukkan peningkatan 15% kasus gangguan makan selama pandemi, dengan remaja perempuan sebagai mayoritas.
Tren: Kombinasi tekanan akademik dan citra tubuh ideal mendorong masalah ini, dengan intervensi dini seperti terapi CBT efektif.
3.Masalah Identitas dan Transisi Gender
Studi Kasus: Penelitian dari American Psychological Association (2023) menggambarkan remaja transgender berusia 16 tahun yang menghadapi diskriminasi keluarga, menyebabkan depresi berat dan isolasi.
Di Eropa, laporan EU (2022) menunjukkan bahwa remaja LGBTQ+ memiliki risiko bunuh diri 4x lebih tinggi.
Tren: Dukungan sosial dan akses layanan kesehatan mental dapat mengurangi risiko, dengan peningkatan kasus positif pasca-akses terapi.
Dari studi kasus di atas maka kesehatan mental ini menjadi permasalahan yang cukup serius bagi kalangan remaja saat ini.
PENUTUP:
Menurut penulis ada beberapa cara untuk menghadapi gangguan mental bagi remaja saat ini, berikut beberapa cara yang menurut penulis bisa mengatasi permasalahan mental tersebut diantaranya:
– Atur waktu penggunaan gawai: Gunakan fitur “waktu layar” yang ada di hp untuk membatasi waktu di media sosial maksimal 2-3 jam sehari. Jangan buka hp 1 jam sebelum tidur dan sesudah bangun.
– Pilih akun yang positif: Hapus atau jeda akun yang membuatmu merasa tidak puas diri atau stres. Ikuti akun yang memberi semangat, edukasi, atau hiburan yang sehat.
– Belajar membedakan realitas dan maya: Ingat, yang ditampilkan di media sosial cuma bagian terbaik dari hidup orang lain, bukan semua. Jangan bandingkan diri mu dengan itu.
– Laporkan cyberbullying: Jika ada yang mengganggu, hina, atau menguntitmu online, langsung laporkan ke platform dan ceritakan ke orang dewasa yang kamu percaya (orang tua, guru, atau konselor). Jangan simpan sendirian.
KESIMPULAN:
Dari beberapa point di atas menunjukkan bahwa mengatasi masalah akibat media sosial dan cyberbullying tidaklah sulit, cukup dengan langkah-langkah sederhana yang bisa dilakukan sehari-hari.
Dengan mengatur waktu penggunaan gawai, memilih konten yang positif, membedakan realitas dan tayangan di media sosial, serta berani melaporkan jika mengalami gangguan online, remaja bisa melindungi diri dari stres, kecemasan, dan kerusakan emosional.
Semua ini membantu menjaga kesehatan mental agar tetap sehat dan membuat pengalaman menggunakan media sosial menjadi lebih menyenangkan dan bermanfaat. []
Mahasiswa Jurusan Ilmu Al Qur’an Tafsir STAI PIQ Sumatera Barat*)
