Hanun

Cerpen : Khusni Nur Aini, S.Pd.I*)

“Nun, kamu yakin memilih jalan ini? tanya Pras menatap Hanun. “ Iya Kak, Insya Allah Hanun yakin, Alhamdulillah beberapa malam ini Hanun sudah istikharah, Hanun merasa semakin hari Hanun semakin yakin dengan pilihan Hanun. Dan semoga ini menjadi jalan Hanun untuk bisa mewujudkan cita – cita Hanun ” jawab Hanun penuh kepastian.

Ah, Hanun gadis berjilbab itu telah lama memikatku. Meski penampilannya tidak pernah glamor bahkan cenderung sederhana, namun kecantikan yang terbentuk dari pemikiran, sikap tegas dan wibawanya mengalahkan perempuan manapun yang berusaha memikatku habis – habisan.

Hanun wanita yang satu – satunya yang mampu membunuh jiwa egoku. Dihadapannya aku tidak pernah merasa lebih, tidak seperti ketika aku berhadapan dengan perempuan lain yang berebut simpatiku. Hanun berbeda, meski wajahnya tidak secantik teman – temanku, namun entah mengapa sosok Hanun begitu melekat dan aku hanya mampu memendamnya sampai detik ini.

“Drttt…drttt…”. Hpku bergetar kulihat ada whatsapp dari Hanun.

“Kak, Hanun pamit, maaf tidak bisa pamit langsung, Hanun buru – buru, terima kasih atas kebaikan Kak Pras selama ini ke Hanun. Hanun minta maaf kalau selama ini Hanun banyak merepotkan Kakak”.

Seketika aku tertunduk, bulir airmataku menetes, kupandang kado berwarna peach, warna kesukaannya. Hanun, tak bisakah kau memberi aku waktu sebentar saja agar aku bisa melihat wajahmu ?

Sejak Hanun pergi, hari – hariku terasa begitu sunyi. Nomornya tak bisa kuhubungi. Media sosialnya sudah tidak ada yang aktif lagi.Hanun pergi, menyisakan hampa tanpa sisa. “Nun, jika hendak pergi kenapa  separuh hati ini harus  kau bawa juga?”.

Lima tahun kemudian.

“Umi, kenapa abi belum datang ?” tanya bocah perempuan berjilbab, berusia sekitar tiga tahunan yang duduk dibelakangku.

Wanita yang berada disampingnya menjawab “Sabar ya sayang, abimu sedang dalam perjalanan, Insya Allah sebentar lagi abi  datang “, jawab wanita itu penuh kelembutan.

Pras tertegun, ia merasa tak asing dengan suara itu. Suara yang selalu ia rindukan. Pras lantas menengok ke belakang. Betapa terkejutnya saat ia melihat Hanun sekarang berada di belakangnya.

Belum sempat ia menyapa, Pras melihat seorang laki – laki datang menghampiri Hanun dan anak kecil itu. Ia memeluk anak kecil itu dan mencium kening Hanunku.

Pras tidak menyangka wanita yang ia nanti, sekarang ada dihadapannya namun ternyata kini bersama laki – laki asing dan juga anak kecil yang sepertinya itu buah cinta mereka.

Tanpa sadar Pras memanggil Hanun, “Hanun?” parau suara Pras. Hanun menoleh ia sama tertegunnya,   “ Kak Pras ? ”.  Hanunpun benar – benar tidak menyangka akan bertemu dalam situasi seperti ini.

Pertemuan itu menyisakan luka bagi Pras, ia yang selama ini begitu setia menunggu Hanun tenyata Hanun yang ia nantikan hidup bahagia dengan pilihannya.

Pras hancur, harapan untuk bisa hidup bersama Hanun punah sudah. Hanun ternyata tak pernah mencintainya.

Sore itu Handphone Pras berdering tanpa henti, rumah sakit meneleponnya, meminta ia untuk segera datang menangani kasus kecelakaan yang menimpa sebuah keluarga.

Dokter lain sedang berhalangan karena sedang ada diklat. Akhirnya mau tak mau ia harus rumah sakit. Dan betapa terkejutnya ia bahwa ternyata laki- laki yang akan ia operasi adalah laki – laki yang ia lihat siang tadi bersama Hanum.

Meski tubuh laki – laki itu bersimbah darah, Pras mengakui wajah laki – laki itu begitu teduh. Ingin rasanya Pras biarkan malaikat ajal menyapa orang itu, namun hati nuraninya masih waras. Tiga jam berlalu operasi akhirnya selesai, laki – laki itu telah melewati masa kritisnya.

Saat keluar ruangan aku melihat Hanunku menangis,tentu saja tangis itu untuk laki – laki yang tadi aku operasi. Dengan berurai airmata Hanun bertanya padaku “Kak, bagaimana operasi Mas Bram?” tanya Hanum dengan wajah cemasnya. “Alhamdulillah operasi berjalan lancar, suamimu sudah melewati masa kritis” jawabku.

Sungguh tak bisa ku ingkari ada rasa perih mendera, betapa aku ingin berada diposisi laki – laki itu. Mendapatkan airmata cinta dari Hanunku namun aku sadar, siapalah aku bagimu Nun?

Nun, jika aku bisa memilih tak ingin rasanya aku mencintaimu sedalam ini. Bertahun – tahun aku menunggumu,hidup menyisakan harapan kelak kau bisa kembali bersamaku, namun aku tahu Nun,jalan untuk bisa bersamamu sepertinya buntu.

Nun, aku akan tetap menyimpan namamu dihatiku. Meski takdir tidak menyatukan kita, dan kelak akupun mungkin hidup bersama dengan wanita pilihanku. Percayalah Nun, aku akan tetap berharap bahwa kaulah takdirku.

Laki – laki hanya akan jatuh cinta satu kali dalam hidupnya. Jika ia berjodoh dengan wanita lain maka percayalah Nun, kau tetap tidak tergantikan.

Suatu sore…

Hanum terpaku, ia tak menyangka, Prasetyo laki – laki yang dulu selalu ada bersamanya ternyata menyimpan cinta yang begitu dalam kepadanya. Buku diary Pras ia tutup, airmatanya jatuh bercucuran.

“Kak Pras kenapa? kenapa dulu tak kau katakan perasaanmu, kenapa bibirmu membisu saat aku pergi dari sisimu Kak. Dulu aku berharap kau melarangku pergi, dulu akupun berjuang mati – matian mengubur rasa ini padamu Kak” ucap Hanum dalam hatinya.

Kanker paru – paru menjadi saksi betapa Pras berjuang lahir batin mendamaikan perasaan dihatinya. Pras menyimpan cintanya pada Hanun tanpa tepi. Dan ia bawa rasa itu sampai mati.

Banyumas, 20 Agustus 2025

Penulis adalah tenaga pendidik di salah satu Madrasah Ibtidaiyah Swasta Full Day di Banyumas serta aktif di berbagai organisasi kemasyarakatan di lingkungan tempat tinggal*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *