Semen Padang FC dan Luka Bernama GOR H. Agus Salim

Oleh: Pax Alle (William Nursal Devarco) *

DISKUSI hangat di WAG Nan 100 Sumbar, Minggu dini hari, 5 Oktober 2025, membahas sesuatu yang terasa di dada setiap urang awak: nasib Semen Padang FC dan wajah suram pengelolaan olahraga di Sumatera Barat.

Salah satu yang paling keras menyuarakan kegelisahan itu adalah Masful Putra, jurnalis senior, kader Partai Gerindra, dan pemerhati kebijakan publik.

Ia menulis dengan nada getir namun penuh cinta pada daerah.

“Semen Padang FC ini membuhulkan Ranah dan Rantau,” tulis Masful.

“Ketika main di luar kandang, orang Minang rantau datang ke stadion. Jika klub ini terdegradasi, pupuslah kebanggaan kita Ranah dan Rantau,” lanjutnya.

Kata-kata itu seperti cambuk. Karena di balik kekalahan sebuah klub, tersimpan rasa kehilangan kolektif: kehilangan kebanggaan, kehilangan semangat, kehilangan jati diri.

Masful juga menyinggung keras soal manajemen PT Semen Padang yang dianggap kehilangan roh sepak bolanya.

“Mestinya diuji dulu kesukaannya pada sepak bola. Agaknya direksi kini hanya hobi makan-makan,” tulisnya.

Kritik ini bukan sekadar keluhan, tapi panggilan agar direksi kembali ke akar: bahwa klub sepak bola bukan proyek bisnis, tapi jiwa sosial dan kebanggaan rakyat Minang.

GOR H. Agus Salim: Luka Lama yang Belum Sembuh

Dalam diskusi itu, saya menyampaikan pandangan pribadi; “GOR H. Agus Salim— kawasan ini sarat dengan masalah hukum dan tata kelola. Jangan-jangan, belum tuntas kasus lamanya tapi sudah mau dibangun baru?”

Kawasan GOR H. Agus Salim seharusnya menjadi ikon olahraga dan pemersatu masyarakat Sumbar. Namun faktanya, hingga kini masih diwarnai tumpang tindih pengelolaan, penggunaan lahan yang tidak transparan, dan minimnya standar tata kelola.

Kini muncul wacana renovasi besar-besaran. Tapi apakah kawasan itu sudah benar-benar Free Cases? Jangan sampai proyek renovasi hanya mempercantik luka yang belum sembuh.

Saya menegaskan dalam forum itu; “Kawasan olahraga itu seperti tak punya standar tata kelola. Dikelola tanpa arah, dibangun tanpa visi, digunakan tanpa tanggung jawab.”

Sebelum membangun fisik, bangun dulu sistemnya. Sebelum menata lapangan, tata dulu hati dan niat pengelolanya.

KONI dan Amanah Moral

KONI Sumatera Barat kini memegang amanah besar; Tantangannya bukan hanya mencetak atlet dan medali, tapi menyelamatkan integritas olahraga.

Bagaimana mungkin bicara prestasi bila fasilitas dan tata kelolanya masih bermasalah?

Bagaimana melahirkan juara jika olahraga masih dijadikan alat politik dan proyek?

KONI mesti berani menegakkan standar moral baru: bersih, terbuka, dan berpihak pada pembinaan, bukan pada kepentingan sesaat.

Semen Padang FC: Nafas, Simbol, dan Harapan

Semen Padang FC adalah simbol hidup.
Ia milik rakyat Minang, bukan milik kursi atau jabatan.

Jika klub ini mati, maka yang mati bukan hanya tim, tapi juga semangat kebersamaan orang Minang di seluruh dunia.

Bangkitnya SPFC berarti bangkitnya identitas dan harga diri daerah. Dan luka di GOR H. Agus Salim harus disembuhkan bukan dengan proyek, tapi dengan tata kelola yang jujur, transparan, dan penuh cinta pada olahraga.

Sepak bola Minang tak boleh mati- tidak di lapangan, tidak di manajemen, dan tidak di hati para perantau yang masih menaruh cinta pada lambang merah itu: Semen Padang FC. []

Penulis adalah Pemimpin Redaksi Redaksi Daerah.com | RDTV Indonesia *)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *