Oleh : Dedi Vitra Johor*)
Dalam hidup ini, semua orang pasti pernah gagal. Ada yang gagal dalam bisnis, pekerjaan, hubungan, atau bahkan dalam mengelola dirinya sendiri. Gagal adalah bagian dari kehidupan yang sangat manusiawi. Namun, ada sesuatu yang tidak dimiliki semua orang: keberanian untuk mencoba lagi.
Banyak orang berhenti di tengah jalan bukan karena mereka tidak mampu, tapi karena mereka terlalu cepat memutuskan bahwa perjuangannya sudah selesai. Mereka berhenti karena takut diejek, takut dihakimi, takut gagal lagi. Padahal, justru di titik itulah kesuksesan sering kali mengecek nyali kita dan bertanya:
“Kamu benar-benar mau mewujudkannya, atau hanya sekadar bermimpi?”
Dunia tidak memberi tempat bagi semua orang, tapi dunia selalu membuka jalan bagi mereka yang tidak takut untuk mencoba lagi.
Hari ini saya ingin mengajak anda melihat keberanian bukan sebagai hal besar yang dramatis. Keberanian kadang hanya berupa langkah kecil, tapi dilakukan berulang kali saat semua orang menyuruh anda menyerah.
Gagal adalah sesuatu yang kita semua tahu akan terjadi, tapi tetap membuat kita takut. Mengapa? Karena kita takut dianggap tidak kompeten, tidak berbakat, atau tidak layak berhasil.
Padahal, faktanya sangat jelas: Tidak ada satu pun orang besar dalam sejarah yang tidak pernah gagal.
Thomas Edison gagal ribuan kali sebelum bola lampu menyala.
Wright Brothers ditertawakan sebelum pesawat berhasil terbang.
J.K. Rowling ditolak 12 penerbit sebelum Harry Potter mendunia.
Dan dalam dunia bisnis?
Steve Jobs pernah dipecat dari Apple—perusahaan yang ia dirikan sendiri.
Kehebatan mereka bukan karena tidak pernah jatuh. Mereka hebat karena mereka memilih untuk mencoba lagi.
Sebagai pengusaha, saya pun merasakannya. Ada masa ketika hampir semua bisnis yang saya bangun runtuh sekaligus.
Bukan karena ide buruk, tapi karena ego lebih besar dari kesiapan belajar.
Saat itu terasa keras, memalukan, dan menakutkan.
Namun, justru di masa itulah saya sadar:
Jika saya berhenti saat itu, mungkin saya hanya akan menjadi cerita kegagalan permanen.
Tapi saya memilih untuk mencoba lagi dengan ilmu yang lebih matang dan hati yang lebih rendah.
Saya tidak bangga dengan kegagalan itu, tapi saya bangga karena saya tidak berhenti di sana.
Orang lain bisa saja menilai jatuhnya kita, tapi hanya kita sendiri yang bisa menentukan apakah itu titik akhir, atau titik balik.
“Kegagalan hanyalah istirahat sementara. Menyerah adalah kuburan mimpi.” — Dedi Vitra Johor
Jika kita amati, alasan seseorang berhenti bukan karena ia tidak punya potensi, tapi karena ia kehilangan tekad untuk terus mencoba. Ada beberapa hal yang paling sering menghentikan langkah seseorang:
Takut gagal lagi. Kegagalan pertama biasanya tidak terlalu fatal.Tapi rasa malu, rasa bersalah, dan rasa tidak berguna setelah gagal bisa membunuh keberanian kita.
Manusia sering lebih takut pada cemoohan daripada kegagalan itu sendiri.
Perkataan orang lain. Kadang justru orang paling dekatlah yang paling meragukan:“Udah, realistis aja.” “Kamu kan sudah coba, tapi gak bisa.” “Nanti tambah malu kalau gagal lagi.”
Komentar-komentar ini seperti racun yang pelan tapi mematikan.
Luka dimasa lalu. Kegagalan yang menyakitkan menciptakan trauma. Banyak orang memilih berhenti agar tidak terluka lagi. Padahal yang terluka bukan masa depan, tapi kepercayaan diri di masa kini.
Tidak ada versi terbaru. Orang berhenti karena ia tidak lagi tahu untuk apa ia berjuang. Tujuan yang hilang → semangat menguap.
Berani maju saat situasi terlihat mudah bukan keberanian. Keberanian muncul justru ketika segalanya tampak salah, tapi anda tetap melangkah.
Pengusaha sejati punya pola pikir seperti ini:
- Gagal bukan kegagalan hidup.
- Ditolak bukan akhir dari cerita.
- Jalan buntu hanya menandakan ada jalur baru yang harus dicari.
Seorang pengusaha sejati mengerti:
Resiko itu tidak bisa dihindari. Tapi bisa dihadapi dengan cerdas.
Lihat contoh yang menginspirasi dunia: Steve Jobs
Dikeluarkan dari Apple, perusahaan yang ia dirikan sendiri.
Orang lain mungkin menyerah. Jobs memilih untuk mencoba lagi.
Ia membangun NeXT dan membeli Pixar — hingga akhirnya kembali ke Apple dan mengubah dunia teknologi.
Dan saya pun menyadari hal ini dalam perjalanan sebagai pengusaha.
Ada masa-masa ketika:
- Saya berpikir mimpi saya mungkin terlalu besar.
- Kegagalan terasa terlalu menyakitkan.
- Banyak orang menganggap saya selesai.
Namun, justru karena saya memilih mencoba lagi, saya bisa berdiri di sini hari ini — bukan sebagai seseorang yang tidak pernah jatuh, tapi sebagai seseorang yang berani bangkit.
“Keberanian bukan tidak takut jatuh. Keberanian adalah yakin bahwa anda akan bangkit lebih tinggi setiap kali jatuh.” — Dedi Vitra Johor
Keberanian bukan sifat bawaan. Keberanian bukan hanya milik orang berani.
Sama seperti otot, keberanian bisa dilatih.
Dan kabar baiknya: anda bisa mulai hari ini juga.
Berani bangkit saja belum cukup.
Karena kalau bangkit tanpa belajar, kita hanya mengulang kegagalan dengan cara yang berbeda.
Banyak orang mencoba lagi… tapi tetap gagal lagi… karena: caranya sama, pola pikirnya sama, dan ego-nya juga sama.
Tidak ada yang berubah selain harapan.
Jika anda bangkit dengan ilmu baru, kesalahan yang sama tidak akan terulang.
Ilmu yang tepat ibarat lampu senter saat anda berjalan di lorong gelap. Anda mungkin tetap berjalan pelan, tapi anda tahu arah yang benar.
Keberanian tanpa strategi = nekat
Keberanian + strategi = kesuksesan yang disengaja
Saya pribadi pernah berada dalam fase ketika bisnis-bisnis yang saya bangun bertumbangan.
Sangat tidak nyaman dan memukul ego saya sebagai pengusaha muda kala itu.
Tetapi dari situ saya sadar: bukan mimpi saya yang salah, bukan dunia bisnis yang kejam, tapi ilmu saya belum cukup.
Lalu saya memilih belajar dari guru yang tepat. Saya belajar tentang bisnis, leadership, mindset, sistem, dan strategi. Dan hasilnya? Setiap langkah baru menjadi lebih terarah dan bisnis saya benar-benar mulai tumbuh.
Kenapa harus belajar sendiri semua hal, kalau ada orang lain yang sudah pernah jatuh duluan dan tahu jalan keluarnya?
Saat anda belajar dari mentor: anda mengambil jalan pintas berbasis pengalaman, anda mengurangi risiko berbasis realita, anda mempercepat hasil berbasis bimbingan
Belajar dari pengalaman itu mahal. Belajar dari pengalaman orang lain itu lebih hemat dan lebih cepat.
Salam Dahzyat
DVJ
Pengusaha | Motivator*)



