Tangis Tanpa Suara di SMAN 12 Padang: Banjir Bandang Selimuti Sekolah, Kerugian Capai Rp3 Miliar

Kepala SMAN 12 Padang Dr. Ikhwansyah M.Kom meninjau ruangan yang terdampak banjir bandang Kamis (27/11/2025). (Foto istimewa)

SUASANA di SMAN 12 Padang berubah menjadi pilu pada Kamis (27/11/2025) pagi. Banjir bandang yang datang tiba-tiba merendam seluruh ruangan sekolah, membawa lumpur, material, serta meninggalkan jejak kerusakan yang membuat para guru nyaris tak mampu berkata-kata.

Pagi itu, hujan deras masih mengalir deras. Hujan sejak beberapa hari lalu itu mengakibatkan akses ke sekolah tertutup. Sekitar pukul 07.30 WIB, akses tak bisa dilalui samasekali. Kondisi ini membuat tak banyak warga sekolah yang bisa masuk. Mereka cuma bisa berdoa dan masih berharap genangan tidak akan menembus bangunan.

Bangku-bangku di dalam kelas berantakan dihondoh banjir bandang. (Foto istimewa)

Namun harapan itu runtuh satu jam kemudian. Pukul 08.30 WIB, air mulai menggenangi halaman sekolah, memaksa beberapa guru dan petugas security yang berada di sekolah bergerak cepat menyelamatkan barang apa pun yang masih bisa dijangkau.

“Kami berusaha meninggikan barang-barang, tapi semuanya terjadi begitu cepat,” lapor Wakil Kepala Sekolah yang diteruskan Kepala SMAN 12 Padang, Dr. Ikhwansyah, M.Kom.

Hanya berselang 30 menit, pukul 09.00 WIB, air berubah menjadi arus deras. Banjir bandang menerjang lingkungan sekolah tanpa memberi ruang untuk bersiap.

Guru dan wakil kepala sekolah tak sempat menyelamatkan seluruh perlengkapan. Dalam hitungan menit, ruang kelas, labor, ruang guru, hingga kantor kepala sekolah terendam dengan ketinggian mencapai 80 cm hingga 1 meter.

“Air datang seperti dinding besar. Semua ruangan dimasuki air… lumpur memenuhi lantai kami,” ungkap Ikhwansyah.

Ketika air mulai surut sekitar pukul 10.45 WIB, kepala sekolah bersama beberapa guru dan beberapa siswa memasuki bangunan. Yang mereka dapati bukan lagi ruang belajar, melainkan lorong-lorong sunyi yang dipenuhi lumpur dan perabotan rusak.

Pagar sebelah barat sekolah ambruk sepanjang sekitar 100 meter. Laptop, komputer, meja, kursi, hingga perangkat pembelajaran lainnya mengalami kerusakan berat.

Pukul 11.15 WIB, seluruh ruangan dipastikan telah terendam sepaha orang dewasa. Meski air sudah berangsur turun, hujan kembali mengguyur deras, menambah kecemasan pihak sekolah yang khawatir banjir susulan.

“Mohon doa untuk kami. Jika memungkinkan, kami sangat membutuhkan bantuan air dari Damkar untuk membersihkan ruangan-ruangan yang kini penuh lumpur,” tulis Kepala Sekolah dalam pesannya kepada jajaran pimpinan Dinas Pendidikan.

Hari ini, SMAN 12 Padang tidak hanya kehilangan fasilitas. Sekolah itu kehilangan detak harian yang biasanya hidup. Suara guru mengajar, tawa siswa, dan harapan yang tumbuh di setiap sudut kelas.

Pihak sekolah kini fokus pada penanganan darurat, pembersihan, dan pendataan kerusakan. Upaya pemulihan diperkirakan membutuhkan waktu cukup panjang mengingat skala kerusakan yang ditimbulkan.

Bukan Musibah Pertama

Banyak guru yang menangis diam-diam bukan hanya karena kerusakan hari ini, tetapi karena ingatan lama ikut terhampar kembali. Ini bukan musibah pertama bagi SMAN 12 Padang.

Pada tahun 2012, sekolah yang beralamat di Gurun Laweh, Kecamatan Nanggalo, itu juga pernah diterjang banjir bandang. Kala itu kejadiannya lebih mengejutkan, tanpa hujan, tanpa angin, tanpa awan hitam. Kiriman banjir dan lumpur dari Galado, yang bersumber dari kawasan Gunuang Nago, Kecamatan Pauh, menerjang sekolah menjelang dimulainya proses belajar mengajar.

“Saat itu, kami sudah berada di sekolah. Dan kami sempat menyaksikan langsung air bercampur lumpur masuk ke semua ruangan,” kenang Musniwati M. Pd, salah seorang guru senior di sekolah itu.

Hanya saja, karena datangnya tiba-tiba, tak ada satu pun fasilitas yang dapat diselamatkan saat itu. Semua ruang terendam, semua sarana hancur.

Kini, 13 tahun setelah bencana itu, SMAN 12 Padang kembali diuji dengan luka serupa.

Namun seperti tahun-tahun sebelumnya, satu hal tetap bertahan: semangat untuk bangkit. Di balik lumpur yang mengering dan dinding yang mengelupas, ada keyakinan bahwa sekolah ini akan kembali berdiri tegak, dengan tawa siswa, ketekunan guru, dan doa semua pihak yang peduli. (hendri parjiga)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *