Tiga Hari Setelah Air Surut, Luka SMAN 12 Padang Masih Menganga

Relawan dari TNI Angkatan Laut bersama siswa SMAN 12 Padang membersihkan kelas dari lumpur, Senin (1/12/2025). (Foto Hendri Parjiga/ fokussumbar.com)

TIGA hari pasca banjir bandang menyergap SMAN 12 Padang, suasana di sekolah itu masih seperti menyimpan isak yang tak terdengar. Senin (1/12/2025) pagi, air mata warga sekolah itu mungkin sudah habis, tetapi rasa pilu seperti masih menempel di tiap dinding yang retak, di tiap meja yang terbalik, dan di tiap sudut ruang yang kini berubah menjadi genangan lumpur pekat berwarna coklat tua.

Untuk menuju sekolah saja, orang harus berhati-hati. Beberapa ruas jalan masih tertutup tanah dan material yang terbawa dari bukit, menyisakan jalur sempit yang licin. Di titik tertentu, langkah harus dilanjutkan dengan berjalan kaki, sambil berharap tak terpeleset ke kubangan yang tak diketahui dalamnya.

Begitu sampai di halaman sekolah, pemandangan yang lebih menyayat hati menunggu. Lumpur tebal menyelimuti lapangan, taman, bahkan tembok luar yang biasanya ramai oleh suara siswa saat jam istirahat. Semuanya kini menjadi satu warna, coklat. Warnanya kusam, pekat, dan sedih.

Di dalam ruangan, kondisinya tak jauh berbeda. Tumpukan meja-kursi seperti kapal karam di lautan lumpur. Laptop, komputer, buku, semua berserakan tanpa bentuk. Seolah siang itu, waktu berhenti bersamaan dengan datangnya banjir.

Pagi tadi, sejumlah personel TNI Angkatan Laut datang membawa mobil tangki air. Mereka mencoba membersihkan kelas demi kelas, menembakkan air untuk mengikis lumpur, namun derasnya air tak sebanding dengan tebalnya material yang menutup saluran pembuangan. Air mengalir, tapi tak punya tempat keluar. Pekerjaan pun tersendat.

Sehari sebelumnya, para relawan dari berbagai komunitas juga turun tangan. Dengan sekop seadanya, mereka mengangkat lumpur selapis demi selapis, sambil sesekali menarik napas panjang melihat luas kerusakan yang masih menunggu di depan mata.

Kepala SMAN 12 Padang, Dr. Ikhwansyah, M.Kom, tampak mencoba tegar menjelaskan kondisi sekolahnya. Suaranya datar, namun sorot matanya jujur menyimpan letih.

“Sebanyak 32 ruang kelas, perpustakaan, serta sekitar 100 unit laptop dan komputer terendam. Hampir semuanya rusak,” ujarnya.

Banjir bandang datang tidak sekali, tapi dua gelombang. Kamis (27/11/2025) air pertama masuk setinggi 80 cm. Belum sempat dibersihkan, Jumat dinihari gelombang kedua datang lebih ganas, sekitar 1,2 meter, menghantam semua ruangan, merobohkan pagar barat sepanjang 100 meter, dan menyeret meja-kursi keluar kelas.

Sugeng, Wakasek Kesiswaan, menambahkan kisah ketika situasi mulai kacau. “Sekitar jam 7.30 pagi, air sudah 80 cm. Satu jam kemudian naik lagi jadi 1,2 meter. Setelah itu surut cepat. Di tengah kepanikan, ada warga melapor pagar belakang jebol dan meja-kursi hanyut keluar,” kenangnya.

Sebanyak 12 guru dan 161 siswa ikut menjadi korban bencana ini. Rumah mereka terdampak, harta benda rusak, dan sebagian masih sibuk membersihkan kediaman masing-masing. Tak heran, ketika sekolah menghimbau siswa untuk datang, baru sekitar 40 persen yang mampu hadir.

Padahal, hanya dua hari lagi ujian semester ganjil harus dimulai.

“Target kami, sebelum ujian ruang kelas sudah bersih. Tapi tampaknya ini sulit,” kata Ikhwansyah dengan nada berat.

Alat untuk mengangkut lumpur sangat terbatas. Tenaga juga kurang. Dan waktu terus berjalan.

Dukungan Mulai Berdatangan

Di tengah kelelahan itu, datang dukungan moral dan materi. Anggota Komisi IV DPRD Sumbar, Gustami Hidayat, turun langsung ke lokasi. Ia membawa 200 paket snack dan 200 nasi kotak untuk guru, siswa, dan relawan yang bekerja.

Tak hanya itu, Gustami menjanjikan dana pokok pikiran (pokir) senilai Rp500 juta untuk tahun anggaran 2026.

“SMAN 12 butuh perlakuan khusus sekarang. Siswa mau ujian, belajar tidak boleh berhenti terlalu lama. Kita harus segera cari solusinya,” ujarnya.

Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah 2 Sumbar, Yul Ardi, mengungkapkan ada lima sekolah yang rusak parah dalam bencana pekan lalu. Masing-masing SMAN 1 Batang Anai, SMAN 12 Padang, SMAN 9 Padang, SMAN 2 Batang Anai SMAN 7 dan 8 Padang

“Yang lain banyak juga terdampak, tapi tidak separah lima sekolah itu,” katanya.

Meski sekolah itu kini masih berbalut lumpur dan kelelahan, ada satu hal yang tidak hanyut, semangat untuk bangkit.

Di sudut halaman, seorang siswa kelas XI tampak membantu mengangkut kursi. Bajunya kotor, sepatunya penuh lumpur. Ketika ditanya kenapa tetap datang, ia hanya tersenyum kecil.

“Ini sekolah kami. Kalau bukan kami yang merapikan, siapa lagi?” katanya pelan.

Di tengah kehancuran, kalimat sederhana itu menjadi cahaya kecil. Cahaya yang menguatkan keyakinan bahwa SMAN 12 Padang akan pulih. Satu sekop lumpur, satu langkah kecil, satu harapan pada satu waktu. (hendri parjiga)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *