Oleh: Ihsan S.Pdi., M.Pd.*)
KENDATI telah mereda sejak beberapa hari lali, musibah kembali mengetuk pintu bumi Minangkabau. Derai hujan yang seharusnya menjadi rahmat berubah menjadi ujian. Tanah yang biasanya kokoh terasa goyah. Sungai yang selama ini menjadi sumber kehidupan tiba-tiba meluap dan menebarkan cemas.
Sumatera Barat hari ini kembali diuji oleh takdir Ilahi.
Namun, apakah ini hukuman? Apakah ini tanda murka?
Tidak. Kadang, musibah bukanlah cambuk untuk menjatuhkan, tetapi pesan lembut dari langit untuk menyadarkan.
Dalam hikmah para ulama, ujian itu diberikan kepada hamba yang masih dipandang Allah dengan kasih sayang. Jika hidup kita tanpa ujian, mungkin Allah tak lagi peduli. Maka ketika musibah datang, itu artinya Allah masih ingin kita kembali, masih ingin kita lebih dekat, masih ingin kita mengingat Dia di atas segala hal.
Sumatera Barat adalah negeri para ulama, negeri beradat, negeri yang sejak dahulu memadukan adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah.
Dalam sejarahnya, setiap goncangan justru melahirkan kebangkitan baru. Dan hari ini, takdir kembali mengetuk pintu ranah ini.
Di hadapan musibah, tidak ada yang dibedakan Allah. Rumah besar dan rumah kecil sama-sama diterjang air. Kendaraan mahal maupun sepeda tuanya sama-sama tersapu lumpur.
Di titik inilah manusia belajar: harta hanyalah titipan, status hanyalah bayangan, dan kesombongan tidak pernah punya tempat.
Allah mampu mengambil semua yang kita banggakan hanya dalam sekejap. Namun Allah pula yang mampu menggantinya dengan keberkahan yang lebih luas daripada yang pernah kita bayangkan.
Kepada saudara-saudara kami di Sumatera Barat yang sedang tertimpa musibah: Ikhlaskan apa yang hilang. Air mata tidak memalukan; ia adalah bahasa hati.
Namun jadikan setiap tetesnya sebagai doa: Doa untuk kekuatan, doa untuk keselamatan, doa agar Allah membuka pintu-pintu rahmat setelah semua ini berlalu.
Musibah memang mengguncang. Tapi hati yang paling lembut adalah hati yang baru saja diuji. Di situ letak kekhusyukan, di situ letak kedekatan dengan Allah.
Di tengah keterpurukan ini, kita menyaksikan satu hal yang menggetarkan: Gotong royong, masjid menjadi tempat berlindung. Pemuda menjadi relawan, ibu-ibu menanak nasi untuk korban, para penyuluh agama menguatkan hati masyarakat.
Inilah Sumatera Barat, negeri yang tidak pernah ditinggalkan oleh nilai-nilai kemanusiaan dan keimanan.
Kita mungkin kehilangan rumah, tetapi kita tidak kehilangan harapan.
Kita mungkin kehilangan harta, tetapi kita tidak kehilangan Allah.
Takdir mengetuk bukan untuk meruntuhkan, tetapi untuk mengingatkan.
Musibah bukan hukuman, tetapi jalan pulang.
Jalan untuk kembali menundukkan kepala, menguatkan shalat, memperbaiki hubungan sesama, dan menata ulang hidup agar lebih bersandar kepada Allah SWT.
Semoga musibah hari ini menjadikan Sumatera Barat semakin kuat, semakin tawakal, dan semakin dicintai Allah SWT.
Amiin Yaa Rabbal Aalamiin…
Penulis adalah Mahasiswa S3 Universitas Muhammadiyah Sumbar*)




