Cuaca yang Indah tak Bisa Menjadi Patokan Tidak akan Terjadinya Bencana Alam

Oleh : M. Arsyad al Lagany*)

Sejak pasca fenomena bencana hidrometeorologi, yang di picu oleh aktivitas cuaca beberapa wilayah di daerah pulau Sumatera, terkhusus nya yang terjadi di provinsi Sumatera Utara, Aceh dan Sumatera Barat.

Akibat dari perubahan aktivitas cuaca yang extreme tersebut, telah menjadi titik awal mulanya bencana banjir dan longsor yang telah terjadi di beberapa wilayah tersebut, mulai dari 24 November menjadi titik awalnya hingga 29-30 November 2025, dan menjadi titik akhir bencana hidrometeorologi tersebut.

Hanya Karena Sedikit Turunnya Hujan, Air di Sungai Meluap Kembali?

30 November adalah titik awal bermulanya cuaca mulai membaik sejak pasca hujan yang terus menerus yang membasahi beberapa wilayah di provinsi Sumatera barat, Padang juga salah satu kota yang terdampak dari bencana hidrometeorologi tersebut.

Setelah perubahan iklim yang mulai membaik di daerah Padang pada 30 November kemaren, sehingga cuaca yang begitu bersahabat menyinari kembali kota yang telah dibasahi terus menerus karna faktor bencana tersebut.

Panasnya terik matahari menumbuhkan sebuah perbaikan alam yang perlahan lahan air yang telah meluap mulai surut kembali, tetapi hanya karena faktor hujan mendadak yang tidak begitu deras sebuah sungai di daerah Lubuk Minturun mulai meluap kembali pada 6 Desember 2025 kemarin.

Masyarakat setempat pun timbul rasa khawatirnya akan terjadinya kembali bencana susulan. Air mulai meluap pada Sabtu sore sekitar pukul 16.30 WIB yang tingginya hampir sama seperti waktu terjadinya musibah lalu,

Dalam beberapa video yang di unggah oleh sebuah akun sosmed tiktok terlihat jelas bahwa air begitu deras dan berwarna coklat pekat yang sangat tidak bersahabat, lantas apakah bencana hidrometeorologi saja yang bisa kita jadikan patokan akan terjadinya bencana tersebut?

Antara Bencana Hidrometeorologi Atau Ulah Tangan Manusia Itu Sendiri?

Banyak perbuatan manusia yang dilakukan oleh tangan mereka itu sendiri telah menjadi titik awalnya bencana yang terjadi sejak beberapa hari belakangan ini, seperti contohnya banjir di sebuah kota di akibatkan maraknya pembuangan sampah yang ilegal dilakukan oleh masyarakat itu sendiri.

Alhasil banjir yang di picu oleh tangan mereka itu sendiri berdampak terhadap pemukiman di wilayah tersebut. Banyak faktor-faktor lain yang menyebabkan bencana itu terjadi, dan banyak pula dari manusia bersembunyi di balik kata bencana hidrometeorologi.

Padahal seperti bencana longsor atau banjir kebanyakan disebabkan oleh penebangan hutan yang ilegal yang dilakukan oleh beberapa oknum yang tidak bertanggung jawab, sehingga memicunya terjadinya banjir dan longsor disebabkan air meluap karena pembuangan sampah ilegal tersebut.

Intropeksi diri adalah salah satu cara agar kita bisa menyadari hikmah bencana yang telah terjadi sejak beberapa hari lalu, kita tidak bisa menyalahkan sepenuhnya bencana hidrometeorologi tapi kita perlu mengintropeksi diri dan siap siaga menghadapi bencana yang akan terjadi.

Selain itu, musibah ini seyogyanya dapat menjadi pelajaran berharga bagi kita sekaligus mengambil hikmah positif dari bencana yang telah diturunkan oleh Allah SWT kepada kita.

Juga kita sangat berharap pemerintah dapat menindaklanjuti dugaan illegal logging yang menyebabkan terjadinya bencana banjir dan longsor yang telah menimbulkan korban dan rusak serta hanyutnya hunian masyarakat. []

Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa Arab UIN Imam Bonjol Padang*)

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *