Tragedi Galodo Sumbar 2025 dalam Perspektif Agama dan Adat

Oleh : Arifa Nazifa*)

Hingga laporan terakhir yang dirilis oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNBP), banjir bandang Galodo di Sumatera Barat telah merenggut ratusan nyawa. Upaya pencarian korban yang terseret arus dan tertimbun material banjir serta longsoran masih terus dilakukan oleh tim gabungan.

​Tragedi Galodo di Jembatan Kembar Lembah Anai Padang Panjang seakan mengingatkan kembali peristiwa erupsi lahar dingin Merapi tahun 1979 silam, dimana istilah Galodo dimunculkan.

Galodo bukanlah sekedar air bah, namun penuh muatan padat, bebatuan dan pohon – pohon yang terseret arus.

Galodo siap menghancurkan apa saja yang di Lewati, seperti rumah, tanggul, jembatan. Makanya hampir tidak ada tersisa sepanjang alirannya.

​Muncul sebuah pertanyaan, kenapa banjir bandang Galodo terulang kembali, padahal tidak ada erupsi Gunung Merapi atau Singgalang? Tentu saja tak terlepas dari fenomena alam yang melanda beberapa kawasan.

​Badai tropis yang tadinya terbentuk di Samudera Hindia, Utara dan Pasifik kemudian bergerak ke arah barat menuju Malaysia, Thailand dan Indonesia bagian barat.

​Hal itu sudah disampaikan oleh pakar BMKG Pada tanggal 26 November 2025 lalu. Siklon Senyar berpotensi membawa benih benih hujan dan badai dengan intensitas tinggi dan berkecepatan hingga 40 knot atau 80 km/jam.

Hujan ini mengguyur dari pesisir hingga pedalaman (hulu sungai) yang mulai gundul akibat pembukaan areal perkebunan, pertambangan, dan pembalakan liar.

Hamparan tanah terkelupas tanpa penutup daun dan akar pohon tak mampu menahan abrasi dan rengkahan. Pada gilirannya berhamburan bersama batu batu raksasa, kayu glondongan, dan sampah-sampah berat lainnya.

Material banjir yang terbawa arus inilah menimbulkan korban jiwa, ternak, tanaman bahkan bangunan infrastruktur dalam aliran deras itu.

Dua faktor penyebab banjir ganas yang menelan korban jiwa ratusan orang di tiga provinsi yaitu Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat sebagaimana pemaparan diatas. Namun ada satu faktor non ilmiah pengundang bencana tersebut yaitu: “Pelangaran nilai-nilai dan kelalaian kerusakan keseimbangan”.

Bukankah kejadian negatif ini menjadi pengingat pentingnya pendidikan moral dan agama bagi beberapa individu. Tak kurang dari ribuan perilaku menyimpang dari ajaran agama pada tahun 2018 silam.

Apalagi jika data kasus narkoba diungkap, ada ribuan kasus penyalahgunaan narkoba sepanjang 2024. Begitu juga kasus pembunuhan dan pemerkosaan terus meningkat seiring maraknya peredaran Narkotika.

Hal yang bisa disimpulkan adalah kejadian ini menjadi pengingat pentingnya pendidikan moral dan agama bagi generasi muda. Tidak mencerminkan nilai agama dan budaya yang sudah terpatri, tercantum dalam falsafah ABS-SBK (Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah) yang memerintahkan keseimbangan. Mungkin ada peran yang sudah diabaikan oleh generasi muda terhadap ulama, orang tua maupun mamak.

​Dalam perspektif agama, manusia diingatkan untuk menjaga moral agar bencana dapat diminimalkan. Peristiwa penyimpangan dan kelalaian bisa mengundang bencana sebagaimana kaum Aad, Tsamud, umat Nabi Nuh, umat nabi Luth, dan umat nabi Yunus AS. Sebagian diceritakan dalam Al Qur’an (QS: Al Haqqah: 4-11).

Tanpa mereka indahkan, ternyata musibah itu berdatangan karena ulah tangan mereka sendiri sebagaimana termaktub dalam (QS: AR-Rum ayat 41), yang artinya : “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.

“Telah nyata kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh tangan manusia atau (Q.S. As – syura: 32) yang Artinya: ​”Dan Musibah apapun yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri!”.

Perbuatan tangan dalam pengertian: menebang hutan (deforesting) tanpa reboisasi. penambangan tanpa replanting, curang dalam menimbang, praktek riba, dan paling dibenci Allah Swt yakninya perilaku syirik yang terpelihara.

​Semoga banyak yang tersadar karena didera musibah dan banyak pula kita mengambil pelajaran atas musibah Ini. []

Mahasiswi UIN Imam Bonjol Padang Prodi Pendidikan Bahasa Arab*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *