Oleh : Fadhilah Zikri Illahi*)
Beberapa hari terakhir, siapa pun yang melintasi Batang Ombilin dibuat terpesona. Sungai yang selama ini dikenal keruh, terutama selepas hujan, kini berubah menjadi bening.
Cahaya matahari memantul di permukaannya,menghadirkan gradasi hijau kebiruan yang mengingatkan pada “emerald river” di Pegunungan Alpen. Media sosial pun ramai dipenuhi foto-foto kejernihan tak biasa ini, memunculkan rasa kagum sekaligus tanya:
Apa yang sebenarnya terjadi?
Fenomena yang tampak menakjubkan ini bukan sekadar keindahan visual. Di balik warna hijau-biru yang memesona tersimpan proses alam yang ilmiah dan sarat makna
Danau Singkarak, Raksasa Tektonik Sumatera Barat
Batang Ombilin merupakan aliran keluar dari Danau Singkarak, salah satu danau tektonik terbesar di Indonesia.
Danau ini terletak di Kabupaten Solok dan Tanah Datar, Sumatera Barat, dengan luas sekitar 107,8 kilometer persegi dan panjang dari 21 kilometer.
Karakter geologi danau inilah yang sanagat memengaruhi kualitas air sungai yang mengalir darinya. Keindahan air Ombilin yang kini viral ternyata memiliki penjelasan ilmiah yang jauh lebih menaik dibanding sekadar perubahan cuaca atau musim.
Fenomena “Emerald”: Ketika Air Membersihkan Dirinya
Menurut Ade Edward, geolog Sumatera Barat, danau kelihatan menjadi biru kehijauan merupakan proses alami yang berkaitan erat dangan kondisi geologi kawasan Singkarak.
Sejauh pengamatan geologis tidak ditemukan indikasi pencemaran maupun maupun masuknya bahan kimia berbahaya.
Yang terjadi justru sebaliknya: alam sedang menjalankan mekanisme penyaringan alaminya
Karst dan Kalsium Karbonat: Penjernih Alami dari Perut Bumi
Wilayah sekitar Danau Singkarak khususnya kawasan Junjung Sirih didominasi oleh batuan karst atau batu gamping. Ketika air danau mengalir melewati batuan ini, ia membawa kandungan kalsium karbonat dalam kadar tertentu (CaCO₃) dalam kadar tertentu.
Mineral tersebut berfungsi layaknya seperti koagulan alami. Ia menggumpalkan partikel-pertikel halus penyebab kekeruhan, kemudian mengendapkannya ke dasar sungai.
Proses inilah yang membuat air tampak jauh lebih jernih dan mampu memantulkan cahaya dengan indah.
“Semakin banyak air melewati zona karst, semakin jernih air yang keluar menuju sungai,” jelas Ade.
Peran Tektonik: Graben dan Sesar Besar Sumatera
Keajaiban Batang Ombilin juga tidak lepas dari dinamika tektonik. Danau Singkarak berada pada zona Median Graben, sebuah cekungan besar yang terbentuk akibat aktivitas Sesar Besar Sumatera (SBS).
Keberadaan sesar-sesar seperti Sesar Paninggahan dan Sesar Muara Pingai menyebabkan batuan gamping tersingkap di permukaan.
Kombinasi antara struktur tektonik, mineral karst dan sistem hidrologi inilah yang menciptakan kejernihan air yang kini memikat perhatian publik.
Pasca Banjir,Alam Sedang Menyembuhkan Luka
Fenomena ini muncul setelah hujan deras dan melanda sejumlah wilayah. Ketika debit air mulai stabil, sedimen yang sebelumnya teraduk perlahan mengendap. Kalsium karbonat mempercepat proses tersebut, membantu sungai “membersihkan diri” dari lumpur sisa banjir.
Batang Ombilin seolah menunjukkkan bahwa alam memiliki kemampuan untuk pulih, selama manusia tidak memperparah luka dengan perusakan hutan, penebangan liar atau pencemaran daerah tangkapan air.
Potensi Geowisata Edukatif
Jika dikelola secara bijak, fenomena ini berpotensi menjadi daya tarik geowisata unggulan di Sumatera Barat.
Pengunjung tidak hanya menikmati kejernihan air tetapi juga belajar tentang proses batuan karst, dinamika sesar aktif serta hubungan erat antara geologi dan kualitas lungkungan.
Batang Ombilin bisa menjdi ruang belajar terbuka tentang bagaimana ilmu kebumian bekerja menjaga keseimbangan alam.
Penutup: Kejernihan yang Mengandung Pesan
Perubahan warna Batang Ombilin bukan petanda bahaya. Ia adalah hasil dari proses alam yang indah dan ilmiah. Namun kejernihan ini juga menyimpan pesan penting: keindahan alam tidak akan bertahan jika terus dieksploitasi.
Alam mampu menyembuhkan luka, tetapi hanya sejauh manusia bersedia menjaga dan tidak merusaknya.
Menjaga Batang Ombilin berati menjaga keseimbangan antara keindahan, ilmu pengetahuan, dan keberlanjutan hidup masyarakat di sekitarnya.
Mahasiswa UIN Imam Bonjol Padang Fakultas Tarbiyah dan Keguruan*)




