Oleh : Nurul Jannah*)
Ketika Allah Memberi Dengan Cara Yang Tidak Kita Minta
Hari itu aku duduk sendirian di halte kecil dekat rumah sakit. Hujan turun deras, membasuh aspal yang dingin. Di tangan, ada amplop coklat berisi hasil pemeriksaan dokter, selembar kertas yang mungkin bisa mengubah arah hidupku.
Aku membuka amplop itu pelan, lalu menutupnya cepat-cepat. Tulisan besar di dalamnya menghantam rasa syukurku tanpa ampun. NEGATIF.
Aku memejamkan mata. Dalam remang-remang hujan, aku mendengar bisikan halus, seakan Allah berbicara lewat sunyi yang paling jernih.
“Beginilah Aku menjagamu… bukan dengan menambah hartamu, tapi dengan menyelamatkan hidupmu.”
Dititik itu aku tersentak. Selama ini aku sibuk mengejar pemasukan, proyek, target, angka, sampai lupa bahwa rezeki terbesar bukan yang ditambah, tetapi yang diselamatkan. Rezeki terbesar adalah ketika Allah berbisik: “Kamu masih aman.”
Dialog yang Menguji Hati
Beberapa hari sebelumnya, seorang teman mengajakku ikut proyek besar.
“Nurul, ini kesempatan. Nilainya besar. Kita bagi hasil. Kamu pasti dapat banyak.”
Aku sempat tergoda. Jujur saja, siapa yang tidak ingin rezeki tambahan?
Namun entah mengapa, ada sesuatu yang menolak dari dalam dada, sebuah ketidaknyamanan yang tidak bisa aku jelaskan.
“Aku pikir-pikir dulu ya,” jawabku.
Temanku menimpali cepat, “Semua sudah siap. Tinggal ACC saja.”
Ada jeda panjang. Aku bertanya lagi, seolah memastikan kepada diri sendiri, “Semua legal kan?”
Ia terdiam. Kemudian menjawab lirih, nampak ragu, dan suaranya sendiri seperti membongkar sesuatu, “…yah… 95% aman lah.”
Hatiku seperti ditarik ke dua arah.
Uang besar atau hati yang tenang? Angka menggiurkan atau keberkahan yang tak kasat mata?
Aku memilih menolak. Temanku hanya berkata, “Sayang banget kamu. Kesempatan cuma datang sekali.”
Aku terdiam. Aku memang takut pada rezeki yang aromanya gelap.
Hingga Hari Amplop Itu Dibuka…
Duduk di halte itu, dengan amplop yang basah oleh hujan dan air mataku sendiri, aku akhirnya paham.
Andai aku menerima proyek itu, aku akan terjerat lembur tanpa henti, stres tak berkesudahan, bolak-balik luar kota, makan tak teratur, tidur berantakan, padahal dokter sudah lama memberi peringatan, “Tubuhmu tidak boleh dipaksa seperti itu lagi.”
Kalau aku memaksa? Mungkin hasil hari ini bukan NEGATIF. Mungkin hidupku sudah berbelok menuju arah yang lebih gelap.
Di situlah aku bersyukur…
karena Allah menjagaku dengan cara yang tidak pernah terpikirkan.
Rezeki bukan selalu uang yang masuk, tapi bahaya yang dijauhkan, penyakit yang tidak jadi datang, dan musibah yang Allah hapuskan sebelum sempat menyentuh kita.
Rezeki yang Tidak Terlihat
Beberapa tahun lalu, aku pernah naik ojek online pulang malam. Di tengah perjalanan, pengemudinya mendadak berhenti.
“Ibu… kita lewat jalan lain ya?”
Aku bingung. Jalan di depan lurus, ramai, jalur biasa.
“Lho, kenapa nggak lewat sini saja?”
Ia menatapku lewat spion, matanya teduh tapi ragu.
“Perasaan saya nggak enak, Bu… saya nggak tahu kenapa, tapi saya nggak ingin Ibu lewat situ malam-malam.”
Aku ikut diam. Dan entah kenapa… aku ikut saja.
Keesokan harinya, berita pagi menampilkan perampokan dan pembacokan di titik jalan yang semalam hampir kulewati.
Aku gemetar. Teringat kalimat pengemudi itu, “Perasaan saya nggak enak, Bu.”
Kadang Allah tidak berbicara lewat mimpi, tidak lewat suara, tidak lewat firasat kita sendiri.
Tapi lewat hati orang lain.
Lewat bisikan yang Ia titipkan kepada mereka agar kita selamat.
Itu juga rezeki.Rezeki yang tidak tercatat, tidak disadari, tidak dipuji, tapi paling nyata dalam hidup kita.
Rezeki Itu Banyak Wujudnya
Rezeki adalah kesehatan yang membuat kita bisa tertawa tanpa rasa sakit. Bahaya yang Allah alihkan tanpa kita tahu.
Orang-orang yang Allah hadirkan sebagai perisai. Pintu yang ditutup, karena di baliknya ada musibah. Kegelisahan yang menahan kita dari maksiat. Kesedihan yang menyelamatkan dari kebodohan. Doa-doa lirih yang Allah kabulkan dengan cara yang tidak pernah kita minta.
Rezeki bukan selalu yang datang, tapi juga yang Allah tahan agar kita tetap selamat.
Rezeki yang Tidak Tercatat di Neraca Keuangan
Di halte itu, dengan amplop yang kini terasa ringan, aku belajar satu hal besar. Allah tidak selalu menambah. Kadang Ia justru mengurangi, untuk menyelamatkan.
Rezeki tidak selalu menumpuk di rekening, tapi menumpuk di dada sebagai rasa aman, sehat, damai, dan dipeluk oleh penjagaan Allah.
Dan sungguh… tak ada angka yang bisa menyamai rasa selamat itu.
💝💖💗
Bogor, 9 November 2025
Nurul Jannah adalah seorang dosen lingkungan di IPB University, lulusan doktor lingkungan dari Hiroshima University, penulis produktif, dan penggerak literasi*)




