CADAR (Pemaknaan Cadar dalam Perspektif Agama, Budaya, dan Psikologi)

Oleh : Afifah Elhusna*)

PENDAHULUAN

Pembahasan mengenai cadar selalu menjadi topik menarik dalam kajian Islam, terutama karena praktik penggunaannya tidak hanya berkaitan dengan aspek teologis, tetapi juga dipengaruhi oleh budaya, psikologi sosial, hingga dinamika pemikiran di masyarakat modern.

Di berbagai negara Muslim, penggunaan cadar sering diposisikan sebagai simbol kesalehan, komitmen keagamaan, atau identitas moral seorang perempuan.

Namun di sisi lain, cadar juga dipahami sebagai praktik budaya yang berkembang sesuai konteks sosial masing-masing wilayah.

Melalui berbagai literatur klasik dan kontemporer, terlihat bahwa diskursus mengenai cadar tidak tunggal. Beberapa ulama menekankan landasan normatif dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, sementara para akademisi modern melihat fenomena penggunaan cadar dari sisi psikologi, motivasi, dan budaya.

Oleh karena itu, artikel ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana cadar dipahami dalam perspektif agama dan budaya, serta bagaimana proses psikologis dan sosial memengaruhi keputusan Muslimah untuk mengenakannya.

Cadar merupakan salah satu bentuk jilbab yang masih problematis dan menjadi topik pembahasan. Dalam beberapa kasus wanita bercadar diidentifikasi sebagai orang Arab atau Timur-Tengah karena secara historis fenomena tersebut berasal dari tanah Arab bahkan sejak pra-Islam.

Kemudian di Indonesia sempat muncul pelarangan memakai cadar di beberapa tempat atau lembaga pendidikan, yang sudah tentu hal tersebut berdasarkan alasan dan pertimbangan masing-masing.

PEMBAHASAN

1. Cadar dalam Perspektif Al-Qur’an dan As-Sunnah

Kajian klasik mengenai hijab dan cadar biasanya berangkat dari pembahasan aurat, perintah menutup diri (al-hijab), serta etika interaksi dalam Islam.

Dalam karya Jilbab dan Cadar dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, Syaikh Ibnu Taimiyah menegaskan bahwa perintah menutup aurat bagi perempuan merupakan bagian dari syariat yang diturunkan untuk menjaga kehormatan dan keamanan perempuan Muslimah.

Menurut Ibnu Taimiyah, praktik cadar telah dikenal di masa Nabi dan sebagian perempuan sahabat menggunakannya terutama dalam situasi yang membutuhkan proteksi sosial yang lebih tinggi (Taimiyah, 1994).

Pandangan Ibnu Taimiyah memperlihatkan bahwa cadar bukan sekadar aksesori budaya, melainkan bagian dari sistem nilai yang dibangun atas dasar teks agama.

Meski begitu, para ulama tetap berbeda pendapat mengenai apakah cadar wajib atau sunnah. Namun, literatur klasik secara umum sepakat bahwa penggunaan cadar memiliki nilai kesopanan (haya’) dan penjagaan diri (‘iffah) dalam syariat Islam.

Artinya, cadar diposisikan sebagai bentuk komitmen spiritual, tetapi tidak seluruh daerah atau budaya menjadikannya kewajiban.

2. Dimensi Historis dan Budaya dalam Praktik Cadar

Dalam kajiannya, Mujahidin menjelaskan bahwa penggunaan cadar tidak dapat dilepaskan dari konteks budaya.

Melalui artikel Cadar: Antara Ajaran Agama dan Budaya, ia menegaskan bahwa praktik cadar tubuh dalam tradisi masyarakat Timur Tengah jauh sebelum masa Islam(Mujahidin, 2019). Ketika Islam datang, praktik tersebut kemudian diberi makna baru sesuai dengan ajaran syariat.

Penelitian tersebut menunjukkan bahwa cadar memiliki dua lapisan makna:

1) Makna religius → dipahami sebagai wujud ketaatan perempuan terhadap ajaran agama.

2) Makna budaya → dipengaruhi oleh norma-norma lokal yang berbeda satu daerah dengan daerah lainnya.

Dengan demikian, cadar tidak bisa dipahami sebagai praktik yang sepenuhnya bersumber dari agama semata, melainkan kombinasi antara ajaran syariat dan reproduksi budaya masyarakat.

Di Indonesia misalnya, tradisi cadar tidak sekuat di wilayah Arab, sehingga makna sosialnya juga berbeda. Muslimah yang bercadar di Indonesia sering dianggap sebagai kelompok yang sangat religius, berbeda dengan masyarakat Timur Tengah yang menganggap cadar sebagai bagian dari pakaian harian biasa.

3. Proses Psikologis dan Sosial Pengambilan Keputusan Mengenakan Cadar. Salah satu pembahasan yang kini semakin banyak dikaji adalah alasan psikologis di balik keputusan perempuan Muslim untuk memakai cadar.

Astuti, Yulianti Dwi, dan Fitriani melalui penelitian berjudul Proses Pengambilan Keputusan Untuk Memakai Cadar Pada Muslimah menjelaskan bahwa keputusan seorang perempuan untuk bercadar biasanya melalui beberapa tahapan psikologis:

1) Tahap kesadaran religius – munculnya pemahaman bahwa cadar dianggap sebagai bentuk ibadah.

2) Tahap evaluasi sosial – mempertimbangkan respon lingkungan, keluarga, dan teman.

3) Tahap komitmen – memutuskan memakai cadar dan bersiap menghadapi konsekuensinya.

4) Tahap konsistensi – mempertahankan penggunaan cadar meski ada tantangan sosial.

Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa sebagian Muslimah yang memilih bercadar memiliki motivasi intrinsik yang kuat, seperti keinginan memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas spiritual. Namun, faktor lingkungan, seperti dukungan teman dan kelompok kajian, juga memiliki pengaruh besar terhadap keputusan mereka (Astuti dkk, 2012).

KESIMPULAN

Berdasarkan berbagai rujukan klasik dan kontemporer, dapat disimpulkan bahwa cadar adalah praktik yang memiliki dimensi berlapis, meliputi aspek agama, budaya, sosial, dan psikologis.

Dari sisi agama, cadar berakar pada nilai kesopanan, kehormatan, dan penjagaan diri sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Taimiyah dan ulama lainnya.

Dari sisi budaya, cadar berkembang melalui tradisi masyarakat Timur Tengah sebelum Islam dan terus bertransformasi sesuai konteks sosial masing-masing wilayah.

Sementara itu, kajian kontemporer menunjukkan bahwa keputusan perempuan Muslim untuk memakai cadar dipengaruhi oleh kesadaran religius, proses pengambilan keputusan psikologis, dan dukungan lingkungan sosial.

Penelitian modern juga memperlihatkan adanya hubungan antara penggunaan cadar dengan peningkatan akhlakul karimah, terutama bagi Muslimah yang menjadikannya sebagai bentuk ibadah dan komitmen moral.

Dengan demikian, memahami cadar tidak cukup hanya melalui pendekatan hukum agama, tetapi juga melalui kajian budaya, psikologi, dan dinamika sosial.

DAFTAR PUSTAKA

Taimiyah. Ibnu Syaikh dkk. Jilbab dan Cadar Dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya 1994.

Mujahidin. “Cadar: Antara Ajaran Agama dan Budaya.” JUSPI – Jurnal Sejarah Peradaban Islam 3(1). 2019.

Astuti, Fitrian Yulianti Dwi. “Proses Pengambilan Keputusan Untuk Memakai Cadar Pada Muslimah.” Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi 17(2): 61– 2012.

Mahasiswa Fakultas Tarbiyah Jurusan PAI STAI PIQ Sumatera Barat*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *