JAKARTA, FOKUSSUMBAR.COM-Rico Alviano ST Rajo Nan Sati, Anggota Komisi XII DPR RI menyayangkan sikap Hendra Idris yang selama ini mendampingi dirinya di berbagai kegiatan politik dan keseharian, Jumat (16/5/2025) malah melaporkannya ke Polda Sumbar.
“Dia itu kan biasa bersama saya. Kami bukan hanya sering kontak telepone, tetapi juga sering bersama-sama dalam banyak kesempatan. Jadi, saya tidak menyangka dia merekam telepone saya dan itu menurut saya perbincangan biasa yang kami lakukan,” ujar Rico Alviano, Sabtu (17/5/2025).
“Rekaman telepon WhatsApp saya dengan dia yang direkam itu menjadi objek laporannya. Padahal, sebelumnya dia mau minta jadi TA (Tenaga Ahli) saya di DPR RI. Nah, bukan saya tidak mau, kan mesti ada persyaratan dari Sekretariat DPR RI, setidaknya untuk TA berpendidikan jenjang S1. Dia tidak memenuhi persyaratan itu,” beber Rico Alviano.
“Mungkin dia kesal. Lalu, seolah-olah dengan menaikkan soal Labuan Bajo, yang itu kegiatannya saya tidak tahu persis bagaimana pengaturannya, karena di dinas terkait, dia mengangkatnya seperti ada temuan atau apa lah namanya itu. Jadi, saya sedikit berbicara tegas dan memang ada kata resiko, ya yang jelas itu resikonya dia tidak lagi bersama saya,” imbuhnya.
Dijelaskan, Hendra Idris tidak lagi bersama dirinya, adalah resiko terbesar. Hendra Idris bersikap seolah-olah menaikkan bergainning, seolah-olah pula kegiatan Labuan Bajo saat Rico Alviano menjabat Anggota DPRD Sumatera Barat, ada sebuah masalah.
“Kan itu aneh ya. Polisi harus mendalami kata resiko tersebut, karena multi tafsir. Tidak pernah saya mengancam nyawa dia atau apalagi secara fisik. Tidak mungkin sekali, sementara amanah saya di Senayan (DPR RI) lebih besar dari apa yang dia permasalahkan hanya soal TA begitu,” tegas Rico.
“Hal ini terkesan, saya sedari awal sudah ia coba memancing saya agar meledakkan emosi, dengan apa yang ia coba persoalkan. Dan, sewaktu-waktu dikeluarkan sebagai senjata, yang sebagaimana saat ini ia (Hendra Idris) gunakan sebagai barang bukti laporan ke Polda Sumbar,” tukasnya.
“Apalagi saat kontak telepon itu saya kan sudah menjabat Anggota DPR RI, ada imunitas, bahwa seorang anggota DPR RI tidak dapat dipidana dalam sidang, maupun diluar sidang. Karena, yang dipersoalkan Hendra Idris itu kan masalah DPRD, saya mengomentari itu dan ia dapat beresiko tidak bersama saya lagi, atau pengajuan selain menjadi TA, tidak akan saya kabulkan juga. Itu resikonya,” tambahnya.
Sebagaimana aturannya, menyoal imunitas yang dimaksud Rico Alviano adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, khususnya Pasal 6 Ayat 224 mengenai hak imunitas.
Disebutkan dalam aturan itu, pertama, Anggota DPR (DPR RI hingga DPRD), tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan, dan/ atau pendapat yang dikemukakan baik secara lisan maupun tertulis di dalam rapat DPR ataupun di luar rapat DPR, yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPR.
Kedua, Anggota DPR tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena sikap, tindakan, kegiatan di dalam rapat DPR ataupun di luar rapat DPR ataupun di luar rapat DPR yang semata-mata karena hak dan kewenangan konstitusional DPR dan/ atau Anggota DPR.
Selain itu, untuk diketahui, seperti dilansir Kompas.Com, Pakar hukum dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Prof Pujiyono Suwadi mengatakan, merekam seseorang tanpa izin bisa dijerat dengan pidana.
Menurutnya, hal itu diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE.
“Iya bisa, di Pasal 32 UU ITE ayat (2) itu ada. Selain itu juga bisa mengacu pada ketentuan dalam Pasal 27 dan 45,” ungkap Prof. Pujiyono Suwadi.
Dan, Pasal 32 ayat (2) UU ITE mengatur tentang pidana: “..bagi setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memindahkan atau mentransfer informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik kepada sistem elektronik orang lain yang tidak berhak. Ancaman hukumannya adalah penjara paling lama 9 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 3 miliar.
Sebab, Hendra Idris saat kontak telepon dengan Rico Alviano, bukan dalam keadaan dirinya melakukan konfirmasi informasi, sebagaimana yang dapat diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Hal itu diakui Hendra Idris, bahwa dirinya lah yang ditelepon Rico Alviano, bukan ia sengaja melakukan kontak telepon sebagai kegiatan jurnalistik, untuk meminta tanggapan/ konfirmasi, terkait masalah Labuan Bajo, perihal yang sedang dipersoalkan.
Sementara itu, Hendra Idris saat dikonfirmasi Persada Post dalam hari yang sama menuturkan, dirinya menjadikan rekaman kontak telepon dengan Rico Alviano sebagai bukti dirinya merasa terancam, rekaman itu ia kirimkan ke Persada Post via chat WhatsApp.
“Saya merasa terancam dan takut karena dia (Rico Alviano) bisa melakukan apa saja. Kata-kata dia ‘tanggung resiko’ itu menurut saya bisa berdampak buruk bagi saya,” ujar HI, sapaan akrab Hendra Idris melalui chat Whatsap-nya ke Persada Post.
“Resiko terburuk, ya bisa saja nyawa saya terancam,” beber HI, mempertegaskan dugaan ancaman yang ia tuduhkan kepada Rico Alviano. (Rico AU)