Oleh : Dedi Vitra Johor*)
Anda tentu sering mendengar kalimat: “Saya ingin sukses, saya ingin kaya, saya ingin punya bisnis besar.” Kalimat ini terdengar akrab, bahkan mungkin keluar dari mulut kita sendiri di suatu waktu.
Tapi mari kita jujur berapa banyak niat yang hanya berhenti menjadi wacana? Berapa banyak target yang hanya menjadi coretan di kertas, tanpa pernah menyeberangi jembatan menuju kenyataan?
Di titik inilah kata “disiplin” muncul. Ia bukan sekadar kata keras yang mengingatkan anda pada bangun pagi di sekolah dulu atau aturan tentara. Disiplin adalah jembatan nyata yang menghubungkan niat yang anda simpan di hati dengan hasil yang anda dambakan di dunia nyata.
Tanpa disiplin, niat hanyalah daydream. Dengan disiplin, mimpi bisa berubah jadi prestasi.
Mari kita mulai dengan sebuah ilustrasi sederhana. Bayangkan seseorang yang ingin sehat. Ia membeli sepatu olahraga mahal, baju gym baru, bahkan mengunggah status di media sosial: “Mulai minggu depan, saya olahraga rutin bro!”
Minggu pertama semangat membara, sampai full 1 minggu. Minggu kedua badan pegal-pegal istirahat dulu. Minggu ketiga datang 1 kali. Minggu keemapat hilang dari peredaran? Sepatu olahraga jadi pajangan.
Apa yang hilang? Disiplin.
Niat itu ibarat mobil cantik mengkilat. Ia indah di pandang. Tapi disiplin adalah bensin, dan pedal gas yang membuat kendaraan bisa bergerak lurus ke tujuan.
Sebagai pengusaha maupun pemimpin, saya belajar satu hal penting yang tidak akan pernah saya lupakan: dunia itu kejam ia tidak akan pernah menghargai niat, tapi menghargai hasil. Klien tidak peduli berapa kali anda berniat memberi layanan terbaik, yang mereka rasakan adalah apakah layanan itu tulus-konsisten atau tidak.
Tanpa disiplin, niat hanya akan berulang menjadi “besok”, “nanti”, “kalau ada waktu”. Atau dengan kata lain kalau anda bertekat dengan niat tapi tanpa displin anda seperti “ mengantang asap” dan menabur biji di atas batu, tidak akan pernah mendatangkan hasil.
Kalau anda tanya saya apa kunci bertahan lebih dari 20 tahun di dunia usaha, jawabannya bukan sekadar pintar membaca peluang, bukan juga punya jaringan luas.
Jawabannya sederhana: disiplin.
Disiplin menjaga cashflow. Disiplin mengatur waktu. Disiplin memastikan karyawan punya arah. Disiplin menyelesaikan janji tepat waktu.
Walau terkadang tidak mudah, Zig Zag sani-sini terkadang bersalto dengan waktu. Namun konsisten harus tetap terjaga. Ini bukan sebatas persoalan niat, namun lebih besar dari itu.
Sampai hari ini setiap ada janji presentasi, saya selalu datang lebih awal. Walaupun kliennya kadang datang terlambat, saya ingin menanamkan integritas saya.
Hasilnya? Klien menilai saya serius, bukan main-main. Dari situlah kepercayaan tumbuh. Disiplin kecil seperti ini yang sering diremehkan orang, justru menjadi pondasi besar dalam membangun reputasi.
Sering kali, orang mengira disiplin itu seperti hukuman: harus bangun pagi, harus bekerja keras, harus menahan diri.Padahal disiplin bukanlah jeruji besi. Disiplin adalah kebebasan.
Lebih jelasnya kira-kira seperti ini, kalau anda disiplin menabung, anda bebas dari stres utang. Kalau anda disiplin makan sehat, anda bebas dari penyakit kronis. Kalau anda disiplin mengatur bisnis, anda bebas dari kekacauan keuangan. Disiplin justru memberi anda ruang untuk menikmati hidup dengan tenang.
Seorang pemimpin tidak diukur dari kata-kata indahnya, tapi dari disiplin tindakannya.
Pernah saya menemui karyawan yang berkata begini:
“Pak, saya merasa lelah karena target tidak jelas. Kadang berubah-ubah.”
Itu tamparan bagi saya. Saya introspeksi: apakah saya sudah cukup disiplin memberikan arah yang konsisten sebagai seorang leader? Jika tidak saya harus introspeksi diri dan displin berbenah.
Kalau kita tarik lebih luas, bangsa pun membutuhkan disiplin. Kenapa bangsa jepang lebih maju dari kita,Setelah Jepang kalah didalam perang dunia ke II. Mereka bangkit karena disiplin kolektif. Bukan karena kaya sumber daya, tapi karena budaya kerja keras dan konsistensi.
Indonesia sebenarnya punya banyak potensi. Namun yang sering menjadi masalah adalah kurang disiplin: Janji jam 8 datang jam 9, kurang disiplin waktu rapat sering molor. Tidak displin dengan kebersihan, buang sampah dimana-mana.
Disiplin administrasi sering dilanggar. Disiplin hukum kadang kalah oleh “jalan pintas-belakang meja.” Terkesan kebiasan ini tidak terlalu penting. Namun tindakan kurang disiplin sedang menjauhkan kita dari merubah mimpi menjadi kenyataan.
Bayangkan kalau disiplin jadi budaya bangsa, bukan sekadar aturan di kertas. Saya yakin Indonesia bisa melompat lebih tinggi, karena kita punya sumber daya melimpah, tapi sayangnya masih bocor di sisi perilaku.
Jangan tunggu momen besar. Mulailah dari kebiasaan kecil hari ini. Karena kesuksesan besar itu hanyalah kumpulan dari disiplin kecil yang konsisten.
Ingat: niat adalah awal, tapi disiplin adalah jembatan. Dan hanya mereka yang berani menyeberanglah yang akan benar-benar sampai di tujuan.
Dahzyat
DVJ
Pengusaha | Motivator.*)