Integritas Sebagai Fondasi Pemberantasan Korupsi di Indonesia

Oleh : Ladifa Putri Marisa *)

KORUPSI merupakan salah satu masalah kronis yang telah lama menggerogoti sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Praktik korupsi tidak hanya merugikan negara dari segi ekonomi, tetapi juga melemahkan sistem hukum, merusak tatanan sosial, serta menurunkan kepercayaan publik terhadap pemerintah.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk menekan laju korupsi, mulai dari pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), penerapan regulasi yang lebih ketat, hingga operasi tangkap tangan yang kerap menghiasi tajuk berita. Namun, kenyataannya korupsi masih menjadi ancaman serius bagi pembangunan bangsa.

Dari fenomena tersebut, muncul pertanyaan mendasar: mengapa korupsi begitu sulit diberantas?

Jawabannya tidak semata-mata pada lemahnya hukum, tetapi pada lunturnya fondasi moral yang seharusnya menjadi benteng pertahanan, yakni integritas.
Salah satu faktor mendasar yang dapat menjadi benteng dalam mencegah dan memberantas korupsi adalah integritas.

Integritas bukan hanya sebatas nilai moral, melainkan sikap konsisten dalam menjunjung tinggi kejujuran, tanggung jawab dan etika dalam setiap tindakan. Tanpa integritas, berbagai perangkat hukum dan lembaga antikorupsi akan mudah dilemahkan. Oleh karena itu, integritas dapat dikatakan sebagai fondasi utama dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.

Banyak yang menyamakan integritas hanya dengan kejujuran. Padahal maknanya jauh lebih dalam. Integritas umumnya dihubungkan dengan suatu keutamaan atau kebajikan (virtue) atau karakter yang baik (Audy & Murphy 2006).

Integritas adalah konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan prinsip moral. Integritas adalah kesatuan utuh antara apa yang dipikirkan, dikatakan dan dilakukan.

Seseorang yang berintegritas tidak hanya akan menolak untuk korupsi saat ada kesempatan, tetapi juga akan merasa terganggu dan berani bersuara ketika melihat praktik koruptif di sekitarnya, bahkan ketika tidak ada seorang pun yang mengawasi.

Seorang pejabat yang memiliki integritas tidak akan tergoda suap walaupun ada peluang besar untuk memperkaya diri. Seorang guru yang berintegritas, tidak akan memanipulasi nilai siswa demi imbalan.

Singkatnya, integritas adalah fondasi yang meneguhkan seseorang untuk tidak terlibat maupun mengambil keuntungan dari kenikmatan dunia semata ini.

Ironisnya, integritas di negeri ini sering terkikis oleh budaya permisif. Suap kecil dianggap normal, seperti sudah menjadi hal yang biasa.

Misalnya dalam proses pelayanan publik yang sering kali berbelit dengan banyak tahapan, jalur instan kerap ditempuh dengan memberikan “uang pelicin”. Cara ini memungkinkan mereka mendapatkan layanan lebih cepat, sementara masyarakat lain harus menunggu dengan sabar mengikuti seluruh prosedur yang berlaku.

Akibatnya, kepercayaan masyarakat terhadap lembaga publik semakin merosot, karena akses terhadap pelayanan yang seharusnya diikuti sesuai prosedur justru lebih ditentukan oleh kedekatan dan kemampuan membayar, bukan oleh hak setiap warga negara.

Kemudian berita kasus korupsi yang akhir-akhir ini sering muncul dengan wajah baru membuat masyarakat tidak lagi terkejut. Bahkan, angka kerugian negara yang mencapai triliunan rupiah seolah tidak berarti lagi dihadapan publik yang sudah lelah dengan berita serupa.

Berdasarkan hal tersebut, bagaimana rakyat bisa menumbuhkan integritas jika elit politik justru sibuk mencari celah hukum demi kepentingan mereka sendiri? Situasi ini menunjukkan betapa mendesaknya membangun budaya integritas sejak dini.

Tanpa kesadaran kolektif, praktik semacam ini hanya akan terus terjadi dan terus diwariskan dari generasi ke generasi. Generasi muda memegang peranan penting dalam membangun budaya integritas.

Pendidikan integritas penting untuk diterapkan agar generasi muda tumbuh dengan kesadaran bahwa kejujuran dan tanggung jawab adalah fondasi utama kehidupan berbangsa. Nilai kejujuran, tanggung jawab, dan disiplin harus ditanamkan tidak hanya di sekolah, tetapi juga di lingkungan keluarga.

Dengan cara ini, generasi muda akan terbiasa menolak segala bentuk kecurangan dan lebih siap menjadi agen perubahan yang menjunjung tinggi integritas.

Selain pendidikan, teladan dari para pemimpin juga memiliki peran yang penting. Integritas tidak akan tumbuh subur jika masyarakat terus-menerus disuguhi contoh buruk dari pejabat yang terlibat kasus korupsi.

Ketika pemimpin mampu memberikan teladan, tingkat kepercayaan publik akan meningkat dan masyarakat pun lebih termotivasi untuk meneladani sikap tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Selain itu, penegakan hukum yang tegas juga menjadi fondasi penting dalam membangun budaya integritas. Lembaga penegak hukum dan aparat negara harus menjadi garda terdepan dan memastikan proses hukum berjalan sesuai prosedur dalam setiap pelanggaran integritas, terutama korupsi.

Hukum tidak boleh tumpul ke atas tajam ke bawah. Apabila hukum ditegakkan secara adil, masyarakat akan melihat bahwa benar-benar ada konsekuensi serius bagi pelaku tindak pidana korupsi, sehingga dapat menimbulkan efek jera dan mendorong perubahan perilaku ke arah yang lebih baik.

Pada akhirnya pemberantasan korupsi tidak hanya bergantung pada kekuatan hukum dan lembaga pengawas, melainkan juga pada fondasi moral yang kokoh, yakni melalui integritas.

Tanpa integritas, hukum hanya akan menjadi formalitas dan lembaga pemerintahan hanya menjadi simbol tanpa kekuatan. Integritas harus ditanamkan sejak dini, baik melalui pendidikan, keluarga, maupun keteladanan dari para pemimpin.

Jika masyarakat terutama generasi muda mampu menjadikan integritas sebagai nilai hidup yang utama, maka cita-cita membangun bangsa yang bersih, adil dan bermartabat bukanlah hal yang mustahil.

Dengan membangun integritas, bukan hanya praktik korupsi yang dapat ditekan, tetapi juga tercipta kepercayaan publik yang lebih kuat terhadap lembaga negara. Hanya dengan fondasi integritas yang kokoh, cita-cita Indonesia untuk dapat bebas dari korupsi dapat benar-benar terwujud. []

Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Ilmu Politik Universitas Andalas *)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *