Oleh : H. Abdel Haq, S.Ag, MA.
Allah Swt memiliki sifat Ar-Rahman, Ar-Rahim, Ar-Rauuf dan Al-Ghaffaar. Dengan sifat Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Penyantun dan Maha Pengampun tersebut, Allah Swt benar-benar sangat perhatian, sangat peduli, amat sayang dan sangat pengampun kepada hamba-Nya.
Dengan kasih sayang Allah Swt kepada umat manusia, semua fasilitas, sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh umat manusia, pada dasarnya telah disediakan oleh Allah Swt.
Sebutlah dunia beserta isinya, yang dihuni oleh manusia, binatang ternak, perikanan dan tumbuh-tumbuhan. Pada dasarnya semuanya itu diciptakan untuk manusia.
Betapa besarnya perhatian Allah Swt kepada umat manusia, sehingga segala kebutuhannya disediakan, agar manusia mampu mengenali eksistensi dirinya, tahu akan tugas dan tanggung jawabnya selaku “khalifah di muka bumi”.
Yaitu, sebagai perwakilan Allah Swt dalam mengelola memenej, mengelola, menjaga, memanfaatkan dan melestarikan alam semesta. Agar kehidupan yang beraneka ragam corak dan gayanya itu bisa berlanjut, sambung menyambung, harmoni dan lestari sesuai dengan habitatnya masing-masing.
Untuk itu, amat wajarlah manusia memiliki rasa tanggung jawab, respek yang amat tinggi terhadap Allah Swt, dengan jalan mensyukuri segala nikmat, rahmat dan anugerah Allah Swt yang tiada terhitung jumlahnya.
Pantaslah Allah Swt dalam surah Ar-Rahman, mengingatkan manusia dengan ungkapan yang bernada tanda tanya secara berulang-ulang sebanyak 31 kali.
“Fa bi ayyi aalaaa-irabbikumaa tukadzdzibaaan?”.
Artinya: ” Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? “.
Apakah Potensi yang diberikan Allah Swt sudah dimanfaatkan dengan baik?
Sungguh, sangat memprihatinkan sekali, selaku hamba Allah yang telah dibekali dengan berbagai potensi. Akal, pemikiran, hati, panca indera, mata, telinga hidung, lidah dan kulit. Apakah mata yang dimiliki sudah dimanfaatkan untuk melihat yang baik. Telinga yang terpasang rapi pada dua kuping, sudahkah dipergunakan untuk mendengarkan hal yang baik.
Hidung yang terletak di wajah yang ganteng dan cantik, sebagai alat penciuman. Apakah sudah dipergunakan untuk mencium yang baik, mampukah penciuman itu, membedakan mana yang harum semerbak dan mana pula yang busuk, amis dan menyengat hidung. Atau boleh jadi, sama saja bagi hidung itu bau busuk dengan aroma yang harum.
Begitu juga dengan lidah yang dianugerahi Allah Swt kepada manusia yang merupakan alat indera yang luar biasa manfaatnya bagi manusia.
Apakah sudah dipergunakan untuk membicarakan hal-hal yang baik atau sebaliknya dimanfaatkan untuk membicarakan yang tidak berguna. Atau diam seribu bahasa, membiarkan segala ketimpangan berselancar, berkembang biak, merusak tatanan alam semesta yang telah harmoni.
Akal sehat yang merupakan anugerah istimewa, khusus diberikan Allah Swt kepada manusia.
Apakah sudah dipergunakan untuk memikirkan kemaslahatan, perbaikan, perubahan dan peningkatan kualitas amal kebaikan dan ketaqwaan kepada Allah Swt? Atau dimanfaatkan untuk sekedar memenuhi kebutuhan perut buncit, menurutkan hawanafsu, tanpa menghiraukan kebutuhan orang lain.
Juga tidak memperhatikan aturan, regulasi, norma yang telah disepakati. Sehingga merugikan orang lain, merusak tatanan masyarakat, umat, bangsa dan negara.
Sepantasnya akal, pemikiran yang merupakan mahkota dan pelita yang menerangi hidup manusia untuk membedakan mana yang terbaik dan mana yang akan merusak diri, orang lain dan lingkungan.
Padahal, jauh-jauh sebelum manusia dilahirkan oleh ibunya, kalian telah bersaksi di hadapan Allah Swt di alam roh, alam rahim. Seperti dijelaskan Allah Swt dalam surah Al-A’raf ayat 172 :
“Wa idz akhadza rabbuka min baniiy aadama min zhuhuurihim dzurriyyatahum wa asyhadahum ‘alaa anfusihim, alastu birabbikum? Qaaluu balaa syahidnaa. Antaquuluu yaumal qiyaamati innaa kunnaa ‘an haadza ghaafiliin “.
Artinya: ” Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman), ” Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, ” Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi “. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan, ” Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini”. (Q.S. 7.172).
Di samping itu pun Allah Swt telah menyempurnakan penciptaan manusia dengan sebaik-baiknya penciptaan, dengan melengkapinya dengan hati nurani, sukma, qalbu, nafsu dan jiwa.
Agar manusia dalam hidup dan kehidupannya, bisa mengkombinasikan, mensinergikan aneka potensi. Bagaikan onderdil dalam sebuah otomotif, yang masing-masingnya mempunyai tugas dan fungsi.
Begitulah Allah Swt telah menyiapkan berbagai perangkat untuk hidup dan kehidupan manusia agar manusia mampu memfungsikan instrumen, onderdil yang ada pada dirinya.
Apabila manusia tidak mampu memfungsikan berbagai perangkat yang telah disiapkan oleh Allah Swt.
Dipastikan akan terjadi berbagai macam persoalan, yang akan menimbulkan masalah. Apakah masalah itu yang berhubungan dengan internal, dengan dirinya sendiri. Yang membuat dirinya tidak nyaman, selalu gelisah dan tidak merasakan kebahagiaan.
Padahal, secara kasat mata manusia tersebut bergelimang harta, kekayaan yang melimpah yang diberikan Allah Swt kepadanya.
Begitulah, fenomena yang terjadi di zaman serba modern, yang ditandai dengan kemajuan sains dan teknologi. Dengan saintek memberikan berbagai kemudahan, fasilitas dan mampu memperpendek jarak dunia, melalui penemuan-penemuan baru, yang kadang-kadang mencengangkan manusia itu sendiri.
Di lain pihak kemajuan sains dan teknologi berdampak negatif terhadap perkembangan karakter dan budaya generasi muda. Bagaimana pun kemajuan sains dan teknologi juga membonceng budaya luar, yang tidak bisa dibendung, merusak moral dan karakter anak bangsa.
Justeru itu, peran pemimpin formal, informal dan para tokoh dari berbagai komponen harus berupaya keras dan menyatukan persepsi untuk bergerak bersama, dalam rangka menyikapi pergantian alih generasi, menyiapkan generasi hebat, bermartabat dan berkualitas dunia akhirat.
Dalam hal ini Allah Swt mengingatkan umat Islam untuk selalu siaga, jangan sampai meninggalkan generasi yang lemah di kemudian hari. Seperti firman Allah Swt dalam surah An-Nisaa ayat 9 :
“Wal yakhsyalladziina law tarakuu min khalfihim dzurriyatan dhi’aafan khaafuu ‘alaihim, fal yattaqullaaha wal yaquuluu qaulan sadiidaa “.
Artinya: “Dan hendaklah kamu takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar “. (Q.S. 4.9).
Dalam ayat di atas Allah Swt mengingatkan manusia agar jangan sampai meninggalkan generasi yang lemah dalam pengertian luas. Lemah pisik, lemah mental, lemah ilmupengetahuan, lemah kesehatan, lemah perekonomian, lemah keimanan dan ketaqwaan.
Yang menjadi tolok ukur dalam menyiapkan generasi mendatang itu, ialah dengan menyiapkan generasi yang bertakwa kepada Allah dalam pengertian yang sebenarnya.
Yaitu melaksanakan segala yang diperintahkan Allah Swt dan menjauhi segala larangan-Nya. Kemudian hendaklah mereka diajari, dibimbing untuk bertutur kata yang benar, menjauhi perkataan bohong dan dusta.
Meningkatkan keimanan dan melakukan amal kebaikan sesuai dengan yang dituntunkan oleh Allah Swt dan Rasulullah Muhammad SAW.
Bagaimana pun juga, apa pun yang dilakukan selama hidup di dunia akan diminta pertanggungjawabannya oleh Allah Swt. Seperti dijelaskan Allah Swt dalam surah Al-Israa ayat 36 :
“Innas sam’a wal bashara wal fu-aada kullu ulaaika kaana ‘anhuu mas-uulaa”.
Artinya: “Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya”.
Berdasarkan firman Allah Swt di atas semakin jelas dan kentaralah bahwa potensi, kekuatan yang berupa panca indera, hati dan akal sehat, merupakan anugerah Allah istimewa kepada manusia. “Akibat Penyalahgunaan Potensi”.
Sebagaimana telah dibicarakan sebelumnya, bahwa manusia selama hidup di dunia dibekali Allah Swt dengan berbagai aneka potensi. Apabila potensi yang dimiliki manusia, dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, tentu akan membawa perbaikan, perubahan dan peningkatan di segala bidang kehidupan.
Jika potensi yang dimiliki tidak diberdayakan, tidak dimanfaatkan secara maksimal oleh manusia, maka akan berakibat fatal terhadap eksistensi manusia itu sendiri.
Allah Swt telah menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya penciptaan, lalu disempurnakan pula kelengkapan dan instrumen lainnya. Agar manusia mampu menjalankan amanah, tugas fungsi yang dibebankan kepadanya dengan maksimal.
Apabila aneka potensi yang dimiliki oleh manusia, tidak dilaksanakan dengan baik, sesuai dengan ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Maka manusia akan kehilangan jati diri, bahkan akan jatuh martabatnya, keberadaannya turun drastis ke level yang paling bawah.
Sebagaimana firman Allah Swt dalam surah At-Tiin ayat 5 yang berbunyi :
“Tsumma radadnaahu asfala saafiliina”.
Artinya: “Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya “. (Q.S. 95.5).
Bahkan dalam ayat lain Allah Swt menyatakan, bahwa manusia yang tidak tahu diri, tidak konsisten dalam menjalankan tugas dan fungsinya akan dimasukkan ke dalam neraka. Harga diri dan martabatnya sebagai hamba Allah jatuh tapai. Mereka tak ubahnya seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi. Hal ini dijelaskan Allah Swt dalam surah Al-A’raf ayat 179 :
“Wa laqad dzaraknaa lijahannama katsiiram minal jinni wal insi, lahum quluubul laa yagqahuuna bihaa, wa lahum a’yunul laa yubshiruuna bihaa, wa lahum aadzaanul laa yasma’una bihaa. Ulaa-ika kal an’aami bal hum adhallu, Ulaa-ika humul ghaafiluuna “. (Q.S. 7.179).
Artinya: ” Dan sungguh, akan Kami isi neraka jahannam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan) dan mereka mempunyai telinga, (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah ). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah “. (Q.S 7.179).
Alangkah naifnya manusia yang disayangi, diistimewakan Allah Swt sebagai makhluk terbaik, dengan aneka potensi luar biasa.
Tetapi tidak mampu memfungsikan semua keistimewaan dan kelebihan yang dianugerahi Allah Swt berupa akal sehat, hati, jiwa, mata, telinga, hidung kulit sebagai perasa untuk melakukan yang terbaik bagi diri, keluarga dan masyarakat luas.
Maka derajat yang tinggi, makhluk kesayangan, disediakan-Nya tempat terpuji. Semuanya itu akan berubah, jatuh level ke tempat yang serendah-rendahnya. Tak ubahnya seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi. Akibat tidak mampu memfungsikan aneka potensi yang telah diberikan Allah Swt.
Semoga kita termasuk hamba Allah Swt yang tahu diri, mampu memaksimalkan potensi untuk mengabdi dalam pengertian yang hakiki, aamiiin! (*)
Penulis adalah Jurnalis, Aktivis Dakwah Pendidikan Sosial